PARBOABOA, Medan - AKBP Achiruddin Hasibuan, Direktur PT Admira, Edy dan satu orang karyawan bernama Paralin menjalani sidang perdana kasus gudang solar ilegal di Pengadilan Negeri Medan, Sumatra Utara, Selasa (18/7/2023).
Sidang yang digelar secara luring di ruang Cakra lV itu diketuai Majelis Hakim Oloan Saragih.
Dalam sidang tersebut, Jaksa penuntut umum (JPU) Randi H. Tambunan mendakwa AKBP Achiruddin, Edy dan Paralin terlibat di kasus gudang solar ilegal.
Dakwaan JPU Randi menyebut perkara berawal saat ketiga terdakwa meminta bantuan saksi Kasim mencari mobil operasional untuk usaha, April 2022. Namun saksi saat itu tidak mengetahui akan digunakan untuk apa mobil tersebut.
Oleh Achiruddin, mobil tersebut dimodifikasi dan digunakan untuk mengangkut BBM jenis solar bersubsidi untuk dijual kembali kepada pembeli dengan harga yang lebih tinggi.
Pengangkutan dan penjualan BBM solar bersubsidi ilegal itu terjadi sejak April 2022 sampai dengan tanggal 27 April 2023.
Pembelian solar dilakukan di berbagai SPBU di Kota Medan dan sekitarnya, termasuk Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai. Mereka kemudian menjualnya kembali hingga ke Provinsi Aceh.
Akibat perbuatannya 3 terdakwa tersebut melanggar Pasal 55 angka 9 Pasal 40 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sebelumnya, AKBP Achiruddin juga ditetapkan menjadi tersangka kasus gratifikasi di kasus gudang solar ilegal ini.
Awalnya, Achiruddin mengaku hanya menerima uang setoran sebesar Rp7,5 juta dari PT Almira Nusa Raya (ANR) selaku pemilik gudang solar ilegal di dekat rumah Achiruddin. Perbuatan itu dilakukan Achiruddin sejak 2018.
Berdasarkan hasil penyelidikan Direktorat Kriminal Khusus Polda Sumut, ternyata Achirudin menerima uang setoran lebih dari pengakuannya yakni hingga Rp30 juta per bulan.
"Awalnya dia ngaku mendapat uang sekitar Rp7,5 juta, rupanya hasil lidik dan sidik ditemukan penerimaan dana dari PT ANR sebesar Rp20 juta hingga Rp30 juta per bulan," kata Dirkrimsus Polda Sumut, Kombes Teddy Marbun.