PARBOABOA, Pematang Siantar - Sejumlah langkah telah digalakkan untuk mencapai kecakapan teknologi bagi guru dan siswa.
Beberapa sekolah di Indonesia juga tak ketinggalan menerapkan platform digital dalam pembelajaran seperti, Belajar.id, Platform Merdeka Belajar, Rapor Digital, ARKAS dan SIPlah.
Optimisme mendekatkan dunia pendidikan dengan teknologi pun terus bertumbuh di setiap lembaga pendidikan, termasuk sekolah-sekolah di Pematang Siantar, Sumatra Utara (Sumut).
Dua sekolah yang dikunjungi PARBOABOA, mengungkapkan optimismenya mencapai digitalisasi pendidikan dengan menyediakan sejumlah platform-platform pendukung.
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Pematang Siantar, melalui Pembantu Kepala Sekolah (PKS) bidang Humas, Dahnizar Nasution, mengatakan, sekolahnya telah berencana menuju digitalisasi pendidikan, meski sejauh ini sistem belajar masih cenderung manual.
"Karena guru sekarang harus melek digitalisasi, ini sudah zamannya teknologi," kata Dahnizar kepada PARBOABOA, Rabu (30/11/2023).
Semenjak era pandemi, kata Dahnizar, SMPN 4 telah memaksa para guru untuk memikirkan solusi terkait pembelajaran.
Dahnizar berujar, meskipun belum semua guru menerapkan platform digital, waktu itu, pihaknya, memilih Platform Merdeka Mengajar (PMM) sebagai langkah awal.
Sementara itu, saat ini, SMPN 4 berencana menambah fasilitas pendukung program belajar digital sehingga guru dan siswa semakin terlatih menggunakan perangkat-perangkat teknologi dalam pembelajaran.
"Fasilitas pendukung digitalisasi saat ini masih terbatas pada lab komputer, namun ada rencana untuk memperluas fasilitas, seperti laptop untuk setiap guru," jelasnya.
Sekolah Swasta Kartika Pematang Siantar, melalui pembantu Kepala Sekolah 1 Bidang Kurikulum, Moranida Munthe, juga mengungkapkan langkah-langkah yang diambil sekolahnya untuk mengadopsi digitalisasi pendidikan.
Namun demikian, ia mengingatkan, penerapannya harus beradaptasi dengan kemampuan para guru saat ini.
"Saya sangat mendukung digitalisasi pendidikan, namun perubahannya harus perlahan. Ada guru yang masih gagap teknologi, jadi harus belajar lagi, tidak bisa langsung berubah secara drastis," kata Moranida.
Meskipun sistem belajar mengajar masih cenderung manual, Moranida mengatakan, sekolah Swasta Kartika sudah mulai mengarah ke digitalisasi.
"Kami sudah mulai melengkapinya, ada smart TV di tiap kelas untuk presentasi," katanya.
Ia mengatakan, adaptasi ke digitalisasi pendidikan di Swasta Kartika menjadi penting, mengigat status sekolah yang merupakan sekolah swasta.
Dengan kondisi gaji guru yang bergantung pada siswa, maka adaptasi dengan perkembangan zaman, mutlak dilakukan.
"Gaji guru sekolah swasta itukan dari siswa, jadi sekolah harus tetap mau beradaptasi dengan perkembangan zaman. Kalau masih seperti dulu, ya gaji guru segitu-gitu saja," ungkapnya.
Sama seperti SMPN 4, sekolah Swasta Kartika menggunakan PPM untuk mendukung digitalisasi pendidikan di sekolah.
Selain telah memiliki smart TV di masing-masing kelas, keunggulan sekolah Swasta Kartika ditunjang oleh kebijakan sekolah yang menyediakan laptop bagi guru-guru yang belum memiliki perangkat sendiri.
"Manfaatnya itu terasa bagi siswa dan guru. Anak-anak bisa mendapatkan informasi lebih dalam, dan guru dapat menilai hasil ujian tanpa proses manual yang melelahkan," katanya.
Butuh Paradigma yang Baru
Pengamat Pendidikan, Ari S. Widodo Poespodihardjo, menekankan peran digitalisasi sebagai alat bantu dalam proses pendidikan. Ia menegaskan, digitalisasi telah menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan saat ini.
"Meskipun memiliki kekurangan, teknologi digital telah membantu jutaan siswa di seluruh dunia untuk terus belajar selama masa pandemi," kata Ari kepada PARBOABOA.
Menurut Ari, efektivitas digitalisasi pendidikan bisa diukur dari tercapainya tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Namun, ia mengingatkan, pembelajaran dengan teknologi digital tidak dapat disamakan dengan pembelajaran konvensional.
Oleh karena itu, katanya, diperlukan paradigma pendidikan baru yang disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran melalui teknologi.
Ari mengungkapkan kendala-kendala dalam digitalisasi pendidikan, meliputi akses terhadap teknologi yang terkendala oleh dana sekolah, orang tua siswa dan penyedia jasa platform pendidikan.
"Selain itu, kemampuan dan penguasaan teknologi di kalangan sekolah dan siswa juga menjadi kendala yang signifikan, terutama yang sangat terlihat saat masa pandemi," tambahnya.
Karena itu, ia mengatakan, kesulitan dalam menetapkan standar teknologi menjadi pilihan utama dalam setiap kebijakan sekolah, sebab banyaknya variasi teknologi berdampak signifikan pada sistem pembelajaran.
"Perlu pertimbangan matang untuk melanjutkan penggunaan teknologi dalam kurikulum setelah masa pandemi," ungkapnya.
Ia menawarkan solusi yang terfokus pada kajian yang matang dan penilaian yang tenang dalam menerapkan teknologi sebagai bagian baru dalam sistem pendidikan.
Menurutnya, penggunaan teknologi sebagai sistem baru tidak boleh dilakukan tergesa-gesa, kecuali dalam situasi darurat seperti yang dialami masa pandemi.
"Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempertimbangkan dengan cermat, memperhatikan kemampuan dan kebutuhan di setiap wilayah. Bagi daerah yang belum siap, pendidikan harus tetap memberikan pencapaian positif kepada anak didik, sambil memperhatikan kegembiraan mereka," ungkapnya.
Ari berharap, digitalisasi pendidikan di Indonesia, harus merujuk pada roadmap yang telah disusun oleh Prof. Paulina Pane, seorang arsitek pendidikan jarak jauh di Indonesia.
Melalui peta jalan ini, digitalisasi dalam pendidikan umum haruslah hasil dari perencanaan yang dipikirkan matang dan tenang, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada.
"Pada akhirnya, digitalisasi proses pendidikan adalah bagian dari proses perubahan jaman. Namun jangan sampai ini dipaksakan melebihi kemampuan yang ada, kecuali saat darurat di mana kita tidak memiliki pilihan," tutupnya.