PARBOABOA, Pematangsiantar - Semenjak melancarkan invasi terhadap Ukraina pada 24 Februari lalu, Rusia telah kehilangan lebih dari 21.000 prajuritnya.
Dilansir Daily Mail, Selasa (25/4/2022), dari statistik terbaru yang dirilis oleh Angkatan Darat Ukraina, tercatat 21.800 tentara Rusia tewas dalam pertempuran. Namun demikian, jumlah ini masih belum dapat diverifikasi secara independen oleh Daily Mail.
Sedangkan Angkatan Darat Ukraina sendiri juga menanggung kerugian yang tak kalah besarnya akibat persenjataan Rusia.
Selain korban jiwa, Rusia juga kehilangan 873 tank, 2.238 kendaraan lapis baja, 179 pesawat terbang, 154 helikopter, dan 408 peralatan artileri. Belum lagi kapal penjelajah beratnya, Moskwa, yang karam dihantam rudal Ukraina di Laut Hitam.
Dua bulan yang lalu Presiden Rusia Vladimir Putin mengerahkan pasukannya dari utara, timur, dan selatan guna menduduki ibu kota Kyiv.
Akan tetapi, karena gigihnya perlawanan petempur Ukraina, Moskow pada akhir Maret terpaksa menarik dan mengalihkan pasukannya merebut Donbas, wilayah perindustrian penting di timur Ukraina.
Kekuatan besar pasukan Rusia seolah tak berarti akibat lemahnya keputusan taktis yang diambil oleh para pimpinan militer mereka. Belum lagi petinggi-petinggi di Kremlin yang meremehkan kemampuan tempur angkatan bersenjata Ukraina.
Di awal perang, kekuatan militer Ukraina seperti tak ada artinya jika dibandingkan dengan kekuatan militer Rusia. Hal itu membuat banyak pihak percaya bahwa invasi itu akan berjalan mulus dan selesai dalam waktu singkat.
Sebagai perbandingan, pada 24 Februari, pasukan Rusia terdiri dari 280.000 prajurit angkatan darat aktif, sementara Ukraina hanya 126.600.
Akan tetapi, menurut Profesor Michael Clarke dari King's College Inggris, Moskow butuh nyaris satu juta prajurit untuk menduduki dan mengontrol Ukraina sepenuhnya.
Clarke merupakan profesor dari departemen pengkajian perang di London. Ia mengatakan jika Rusia telah dengan ceroboh menyepelekan jumlah kekuatan yang dibutuhkan guna memerangi negara tetangganya itu sampai takluk.
Sementara kekuatan tempur Ukraina semakin bertambah karena banyak sekali sukarelawan yang mendaftar beberapa pekan sebelum dilakukannya invasi. Belum lagi pejuang asing yang merasa terpanggil untuk perang membela Ukraina.
Sebaliknya, mendapat perlawanan gigih dalam pertempuran sengit, moral tentara Rusia melempem, bahkan sebelum diterjunkan ke medan perang. Itu karena mereka tak siap, tak cukup terlatih, serta memiliki peralatan individu yang tidak memadai.
Masalah ini terus menghantui prajurit Rusia yang saat ini telah memusatkan perhatiannya di Donbas.
Para ahli percaya jika perang ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan menahun. Itu karena militer Ukraina dengan gigih memberikan perlawanan keras.
Sedangkan negara-negara Barat terus mengucurkan bantuan keuangan dan pengiriman persenjataan kepada Ukraina.