PARBOABOA,Jakarta - Desas-desus pertemuan antara Prabowo dengan Megawati Soekarnoputri terus menguat di hari raya Idul Fitri.
Adapun wacana pertemuan ini pertama kali dihembuskan oleh pihak PDIP. Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, mengkonfirmasi adanya rencana tersebut. Meskipun tak menyebut tanggal pasti, Puan memastikan Megawati dan Prabowo akan bertemu.
"Insyaallah, lebaran dulu lah," kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024 lalu.
Demikian pula pihak Gerindra yang akhirnya buka suara soal rencana pertemuan itu. Gerindra mengakui pertemuan dua tokoh politik itu disebut untuk silaturahmi Idul Fitri 2024.
Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan rencana pertemuan tersebut tengah dibicarakan. Walaupun tidak merincikan kapan pertemuan itu akan dilaksanakan, tetapi ia berjanji waktunya akan diumumkan saat waktunya tiba.
Ia mengakui jika pihaknya saat ini sedang berkomunikasi tentang waktu yang tepat untuk melangsungkan rencana tersebut.
Silaturahmi Idul Fitri sesama anak bangsa sebagai orang timur itu biasa. "Pasti media akan mendengar dan kemudian akan dikabari kalau memang sudah waktunya," kata Dasco pada wartawan di Kertanegara, Jakarta, Kamis (11/4/2024).
Sementara Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, pada hari yang sama memilih untuk irit bicara saat ditanya soal rencana pertemuannya dengan Megawati. Prabowo hanya tersenyum.
Seiring dengan menguatnya wacana ini, masyarakat kemudian bertanya tentang posisi Jokowi selaku ayah biologis Gibran dan ‘pendukung’ paslon 02.
Diketahui perseteruan politik antara Jokowi dan Megawati yang mencuat pada tahun 2023 menjadi dinamika politik yang paling disoroti publik.
Konflik di antara keduanya memberikan dampak cukup signifikan terhadap dinamika perpolitikan tanah air, khususnya Pilpres 2024 lalu.
Jokowi dan Megawati sejatinya sama-sama bernaung di bawah atap PDIP. Kondisi ini tentu menjadi sebuah ironi karena relasi politik Megawati-Jokowi selama lebih dari satu dekade terakhir sudah menghadirkan simbiosis mutualisme di antara keduanya.
Megawati dan PDIP telah berjasa untuk Jokowi sehingga bisa muncul sebagai wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta, hingga presiden dua periode.
Sementara PDIP dan Megawati dengan kehadiran Jokowi bisa memenangi Pemilu dua periode berturut-turut (2014 dan 2019).
Namun, pilihan politik yang berbeda terkait Pilpres 2024 diduga kuat menjadi pemicu keduanya tak lagi sejalan.
Faktor utamanya adalah Jokowi lebih memilih mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka.
Padahal, sebagai kader PDIP, seharusnya ia tegak lurus mendukung pasangan capres-cawapres yang diusung partainya, yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Sikap Jokowi ini menuai kontroversi dari internal PDIP. Dalam beberapa kampanye paslon Ganjar-Mahfud, pihak partai bahkan memojokan Jokowi yang sudah menempuh jalan lain.
Perselisihan antara Jokowi dan PDIP berlangsung hingga kini. Keduanya belum mencapai titik temu untuk membangun kembali komunikasi dan komitmen bersama.
Gerindra Gandeng Megawati, Kemanakah Jokowi?
Analis politik Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menilai rencana pertemuan presiden terpilih Prabowo Subianto dengan Megawati bisa mengusik posisi Jokowi.
"Rencana besar terkait pertemuan Prabowo dengan Megawati bisa mengubah konstelasi politik Indonesia ke depan, termasuk mengganggu kenyamanan posisi Jokowi," kata Ginting kepada PARBOABOA, Rabu (10/4/2024).
Apalagi, jelas Ginting, jika Prabowo mampu menarik masuk PDIP ke dalam pemerintahan yang akan dinakhodainya. Situasi tentu semakin menyulitkan posisi Jokowi.
Lebih lanjut menjelaskan, apabila Prabowo berhasil menggandeng Megawati (PDIP) masuk dalam kabinet Indonesia Maju, maka secara otomatis menjadi dilema bagi posisi Jokowi.
Sebab besar peluangnya, Prabowo akan mendapat dukungan penuh dari PDIP jika hasil pertemuan itu berbuah manis. Hal inilah kemudian yang bisa mengubah peta politik nasional ke depan.
"Letupan politik yang sangat tinggi akan terjadi jika Prabowo dan Megawati bersedia bergandeng tangan," terangnya.
Jika hal tersebut menemukan titik terang, maka nasib Jokowi hanya bisa mengandalkan Golkar sebagai partai politik nomor dua terbesar dari hasil pemilu legislatif 2024 untuk percaturan politik selanjutnya.