PARBOABOA, Jakarta - Presiden RI, Joko Widodo resmi menandatangani UU Nomor 3 Tahun 2024 sebagai perubahan kedua atas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Melansir salinan lembaran UU yang diunggah pada laman resmi Sekretariat Negara, Kamis (2/5/2024), UU hasil revisi ini memuat beberapa ketentuan baru tentang tata kelola desa.
Salah satu poin penting yang mendapat perhatian adalah soal perpanjangan masa jabatan Kepala Desa (Kades) menjadi 8 tahun dalam satu periode - dan dapat dipilih kembali di periode kedua.
Sebelumnya, dalam UU lama, jabatan Kades hanya 6 tahun dalam satu periode meski dapat dipilih Kembali pada periode berikutnya.
Sebagai perbandingan, dalam hal seseorang terpilih dalam dua periode berturut-turut, akan terdapat perbedaan yang cukup mencolok lama masa jabatannya antara UU lama dan UU yang baru.
Jika UU lama membutuhkan Waktu hanya 12 tahun, maka dengan UU yang baru orang yang terpilih selama dua periode tersebut bisa memimpin selama 16 tahun.
Kalau ditilik ke belakang, perpanjangan masa jabatan ini merupakan jawaban atas aspirasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang menuntut perpanjangan masa jabatan di awal tahun 2023.
Menurut mereka, masa jabatan selama 6 tahun terlalu singkat untuk membangun tata kelola desa dengan seluruh kompleksitas persoalannya.
Juga dengan perpanjangan, eskalasi konflik akibat perbedaan pilihan politik di tengah-tengah masyarakat dapat diredam dengan memperpanjang periodisasi pemilihan.
Stefanus Hadur, Kepala Desa Orong di Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT mengklaim adanya hubungan antara efektivitas tata kelola desa dengan perpanjangan masa jabatan.
Kepada Parboaboa belum lama ini, Stefanus menerangkan, kebijakan ini sangat membantu untuk "menciptakan pembangunan yang berkelanjutan" di tingkat desa.
Dari aspek politik tegas dia, juga akan sangat membantu mencegah konflik akibat perbedaan pilihan.
Menurut Stefanus, potensi konflik karena perbedaan pilihan politik di desa jauh lebih dahsyat ketimbang pemilu "DPR, DPRD, Gubernur, Bupati dan DPRD."
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas mengungkapkan argumentasi yang sama.
Ia mengungkapkan usulan perpanjangan masa jabatan kades diterima berdasarkan pertimbangan untuk menjaga stabilitas desa.
Karena jika stabilitas desa terganggu, akan menimbulkan terganggunya pula pembangunan sebagai ujung tombak dari pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pihaknya tidak ingin "terjadinya gesekan antar-masyarakat" yang mengganggu stabilitas desa dan berdampak pada terhambatnya pembangunan.
Dalam keterangan terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Armand Suparman mengatakan mengukur kinerja pembangunan desa tidak ada hubungannya dengan perpanjangan masa jabatan.
Menurut dia, kualitas tata kelola desa sangat ditentukan oleh proses perencanaan, penganggaran dan penyusunan kebijakan pelayanan publik.
Dari ketiga dimensi tersebut, yang dilihat adalah faktor transparansi dan partisipasi, seperti transparansi dan partisipasi perencanaan, anggaran serta pelayan publik di level desa.
"Kalau lihat indikator seperti ini kan kita tidak punya justifikasi terkait dengan masa jabatan," Kata Armand kepada Parboaboa, Jumat (3/5/2024).
Artinya demikian Armand menambahkan, "masa jabatan itu bukan faktor yang mendeterminasi kualitas tata Kelola desa."
Ia mengatakan, perpanjangan masa jabatan Kades dari 6 menjadi 8 tahun justru tidak punya pendasaran yang kuat.
Kalaupun alasan pemerintah, mengacu pada naskah akademik "untuk rekonsiliasi konflik" karena ada fiksi dan fragmentasi, itu tegas Arman "adalah alasan yang mengada-ada."
Arman menerangkan argumentasi tersebut di atas, nantinya justru menjadi preseden buruk karena potensi konflik bukan saja karena Pilkades, tetapi juga Pilbub dan Pilgub.
"Kabupaten/kota dan provinsi kan hal yang sama yang dihadapi, bahkan di DKI Jakarta sendiri. Apakah dengan itu kita usulkan penambahan masa jabatan Kepala Daerah."
Alih-alih mencapai tata Kelola desa yang berkualitas, KPPOD kata Armand justru melihat kebijakan perpanjangan masa jabatan Kades "kontra produktif dengan upaya melakukan penguatan di level desa.
Ia menegaskan, sebenarnya, perpanjangan masa jabatan Kades tidak harus dengan mengubah UU tetapi cukup dengan memperbaiki kualitas kerja sebagai pemimpin.
Karena itu UU lama sebenarnya tetap relevan, hanya jika ingin dipilih Kembali untuk dua bahkan tiga periode tinggal menunjukkan "kualitas kinerja."
Arman juga tidak menampik perpanjangan masa jabatan Kades bebas dari kepentingan politik, mengingat UU ini disahkan jelang Pilkada serentak November nanti.
Menurut dia, kemungkinan ini bisa saja terjadi di mana kepala daerah, terutama bupati petahana akan memobilisasi seluruh kades meraih kemenangan.
"Di lapangan itu kepala-kepala desa itu kan punya chemistry tertentu dengan kepala daerah. Itu akan sangat riskan," tutup Armand.