PARBOABOA – Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan Hindu yang berkuasa pada abad ke-13. Pusat pemerintahannya berada di Singasari, Malang, Jawa Timur.
Mengutip dari buku berjudul Mengenal Kerajaan Kerajaan Besar Nusantara karya Mahadewa Adi Seta, pendiri kerajaan Singasari adalah Ken Arok dan kemudian mengalami masa kejayaan di masa kepemimpinan Raja Kerta negara (1272-1292 M).
Namun, di tangan Kertanegara pula kerajaan ini runtuh. Meski sudah runtuh ratusan tahun, ada banyak peninggalan Kerajaan Singasari yang masih bisa ditemukan hingga saat ini.
Peninggalan-peninggalan tersebut juga cukup beragam, mulai dari candi, arca, hingga prasasti yang kemudian dimanfaatkan sebagai sarana edukasi sejarah.
Lantas, apa saja peninggalan Kerajaan Singasari yang masih ada dan dapat ditemui hingga saat ini? Yuk, simak ulasan selengkapnya yang telah Parboaboa rangkum berikut ini!
1. Candi Singasari
Peninggalan Kerajaan Singasari pertama adalah Candi Singasari. Candi ini merupakan situs candi Hindu yang berlokasi di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Candi Singasari memiliki signifikansi sejarah sebagai tempat pendharmaan bagi raja terakhir Singasari, yaitu Kertanegara, yang meninggal pada tahun 1292 M.
Terletak di lembah antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuno, candi ini berdiri di ketinggian 512 meter di atas permukaan laut. Struktur Candi Singasari didominasi oleh batuan andesit dan menghadap ke barat.
2. Candi Jawi
Candi Jawi adalah salah satu peninggalan sejarah Kerajaan Singasari yang diperkirakan dibangun pada abad ke-13 di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan.
Candi Jawi merupakan bukti nyata dari pengaruh kuat agama Hindu-Buddha pada masa Kerajaan Singasari. Kitab Negarakertagama mencatat bahwa Raja Kertanegara memerintahkan pembangunan Candi Jawi sebagai tempat ibadah bagi umat Siwa-Buddha.
Peninggalan kerajaan Singasari ini mencerminkan arsitektur yang khas pada periode tersebut dan menjadi situs bersejarah yang penting dalam mewakili budaya agama Hindu-Buddha.
3. Candi Sumberawan
Candi Sumberawan terletak di Desa Toyomarto, Kecamatan Singasari, Malang. Peninggalan Singasari ini memiliki bentuk yang menyerupai stupa, dengan kaki dan badan yang berbeda dari struktur candi pada umumnya, serta tidak dilengkapi dengan tangga.
Candi sumberawan merupakan contoh penting dari seni arsitektur Hindu-Buddha pada masa Kerajaan Singasari.
Peninggalan bersejarah ini menciptakan gambaran arsitektur yang khas dan memberikan wawasan tentang praktik keagamaan pada masa itu.
4. Candi Jago
Candi jago merupakan salah satu peninggalan kerajaan Singasari terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Malang.
Candi ini adalah hasil dari perintah Raja Kertanegara, yang membangunnya sebagai penghormatan kepada ayahnya, yaitu Sri Jaya Wisnuwardhana alias Ranggawuni.
Candi peninggalan Kerajaan Singasari menjadi contoh kongkrit dari kekayaan sejarah dan budaya Kerajaan Singasari.
Arsitektur candi ini mencerminkan pengaruh kuat agama Hindu-Buddha pada masa itu dan menjadi bukti penting tentang kejayaan dan warisan Kerajaan Singasari.
5. Candi Kidal
Candi Kidal adalah salah satu peninggalan penting dari Kerajaan Singasari yang masih terawat dengan baik hingga saat ini.
Dibangun untuk menghormati Anusapati, raja kedua Kerajaan Singasari, candi ini terletak di lembah di lereng barat Pegunungan Tengger, yang termasuk dalam wilayah Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Jawa Timur.
Candi Kidal dibangun pada tahun 1248 M dan baru selesai dipugar kembali pada tahun 1990-an. Sekeliling candi terdapat pohon-pohon besar yang rindang, menciptakan lingkungan yang asri dan damai.
6. Prasasti Wurare
Tak hanya candi, kerajaan Singasari juga memiliki peninggalan berupa prasasti yang dikenal dengan prasasti wirare.
Benda bersejarah ini berisikan ungkapkan penghormatan terhadap Raja Kertanegara dan pengakuan atas derajat Jina alias Budha Agung yang berhasil dicapai oleh keturunannya.
Prasasti wirare merupakan dokumen sejarah yang memberikan wawasan tentang agama dan budaya pada masa pemerintahan Kertanegara, serta menggambarkan pentingnya penghormatan terhadap agama Hindu-Buddha dalam Kerajaan Singasari.
7. Prasasti Mula Malurung
Prasasti mula malurung atau dikenal dengan prasasti malurung adalah prasasti peninggalan kerajaan singasari yang menjadi saksi bisu peradaban Kerajaan Singasari.
Prasasti malurung merupakan sebuah dokumen penting yang mengabadikan peristiwa pemberian hak atas desa Mula dan Malurung.
Prasasti Mula Malurung terdiri dari sepuluh lempengan tembaga yang tersebar pada tahun 1975, ditemukan di dekat Kota Kediri, Jawa Timur, Indonesia.
8. Arca Joko Dolog
Arca Jiko Dolog adalah salah satu peninggalan bersejarah yang memegang peranan penting dalam merenungkan pengaruh agama dan kebudayaan.
Terletak di Jawa Timur, Indonesia, arca ini dianggap sebagai perwujudan dari Raja Kertanegara yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Singasari.
Sebagai situs bersejarah yang kaya akan makna, arca joko dolog tidak hanya menjadi sebuah simbol peninggalan keagungan zaman dahulu, tetapi juga sebuah tempat ibadah yang masih digunakan oleh beberapa umat Budha hingga saat ini.
9. Prasasti Singasari
Prasasti Singasari adalah sebuah artefak sejarah yang memiliki kekayaan informasi tentang masa lalu, terutama tentang periode Singasari. Prasasti ini ditemukan di wilayah Singasari, Malang, dan diperkirakan dibuat pada tahun 1352 Masehi.
Prasasti Singasari memainkan peran penting dalam merekam sejarah dan budaya kerajaan ini serta memberikan wawasan mendalam tentang norma-norma sosial dan agama yang ada pada masa itu.
Salah satu hal utama yang ditonjolkan oleh Prasasti Singasari ialah penghormatan yang diberikan kepada leluhur dan tradisi agama Hindu-Buddha.
Prasasti ini menyatakan secara tegas bahwa pembangunan candi pemakaman pada masa pemerintahan Gajah Mada merupakan sebuah tindakan yang sangat penting.
Nah, itulah beberapa peninggalan Kerajaan Singasari yang masih ada dan dapat ditemui hingga saat ini. Pelestarian benda-benda bersejarah ini merupakan langkah penting dalam menyampaikan pemahaman tentang sejarah masa lalu kepada generasi mendatang.
Editor: Juni