PARBOABOA, Jakarta – Seorang pengamat politik dari Universitas Jember Dr. Muhammad Iqbal menanggapi wacana terkait pengembalian pemilihan kepala daerah (pilkada) kepada DPRD.
Iqbal beranggapan bahwa keputusan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap agenda reformasi total.
"Salah satunya adalah spirit dan prinsip desentralisasi, bukan sentralisasi pada masa 32 tahun pemerintahan orde baru," kata Iqbal, Rabu (12/10/2022).
Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) mewacanakan pilkada dikembalikan ke DPRD. Wacana itu dibahas pada pertemuan di Kompleks Parlemen, Senayan, jakarta, Senin (10/10/2022).
Menurutnya, pilkada adalah implementasi dari spirit otonomi daerah seluas-luasnya. Maraknya praktik korupsi bukan karena prinsip pilkadanya, melainkan pada komitmen dan tegasnya penegakan hukum pemberantasan korupsi politik.
"Salah satunya adalah spirit dan prinsip desentralisasi, bukan sentralisasi pada masa 32 tahun pemerintahan orde baru," ujarnya.
Selanjutnya, Iqbal menjelaskan bahwa budaya korupsi cukup sulit dibuktikan langsung secara empiris. Hal itu dikarenakan banyaknya lapisan dan aktor yang bermain di ruang gelap kekuasaan dan kewenangan politik yang tidak transparan dan akuntabel.
"Publik tahunya ketika di antara aktor korupsi politik ini saling sandera dan ungkap kasusnya maka yang diperlukan sejatinya bukanlah kajian terkait demokrasi, melainkan secara serius dan menyeluruh atas sistem pemberantasan budaya korupsi politik," jelasnya.
Berdasarkan laporan International Institute for Management Development (IMD) terkait World Competitiveness Ranking tahun 2022, Indonesia menempati posisi ke-44 dari 63 negara yang disurvey dengan menggunakan empat indikator, yakni economic performance, government efficiency, business efficiency, dan infrastructure.
"Artinya, tata kelola pemerintah Indonesia seharusnya dibersihkan dari faktor-faktor tidak efisiennya penyelenggaraan pemerintah akibat korupsi politik," pungkasnya.