PARBOABOA, Pematangsiantar – Sebanyak 5 Pegawai Negeri Sipil (PNS) batal diangkat ke posisi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) pada Rabu (03/04/2024) lalu.
Pengumuman tersebut tertuang dalam Keputusan Walikota Pematangsiantar Nomor 800/615/IV/2024, yang ditandatangani tanggal 2 April 2024.
Pada hari yang sama, promosi dan mutasi 79 PNS ke dalam jabatan administrasi melalui Keputusan Nomor 800/616/IV/2024, juga dibatalkan.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pematangsiantar, Timbul Hamonangan Simanjuntak, menjelaskan dalam keterangan tertulisnya bahwa pembatalan tersebut merupakan tindak lanjut Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nomor 100.2.1.3/1575/SJ pada 29 Maret 2024.
SE ini membatasi kewenangan kepala daerah dalam pengangkatan pejabat selama periode pemilihan kepala daerah, menuntut koordinasi dengan Plh. Direktorat Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Kemendagri.
Kepala daerah hanya dapat melakukan pergantian pejabat jika sudah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
Dengan demikian, semua pejabat yang telah dilantik pada 22 Maret 2024 lalu akan kembali ke posisi sebelumnya, dan semua konsekuensi hukum dari pengangkatan tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi pasca pembatalan.
Keputusan Terukur
Akademisi Universitas Simalungun, Muldri P.J. Pasaribu, menanggapi pembatalan pengangkatan tersebut dengan menyoroti salah satu pertimbangan yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Walikota tersebut.
Diketahui, dalam SK tersebut, pada huruf a diterangkan adanya kesalahan prosedur dalam pelantikan PNS yang tidak sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Muldri menjelaskan, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mensyaratkan pembatalan dapat dilakukan berdasarkan tiga alasan diantaranya, kesalahan prosedur, wewenang, dan substansi.
Karena itu, ia mengingatkan supaya Pemkot Pematangsiantar untuk berhati-hati menetapkan pertimbangan tersebut.
“Penegasan kesalahan prosedur dapat membuka ruang gugatan melalui PTUN oleh PNS yang terdampak,” jelasnya kepada PARBOABOA, Senin (8/04/2024).
Lebih lanjut, ia menilai bahwa DPRD dalam kapasitasnya sebagai pengawasan berhak meminta keterangan walikota melalui angket terkait penggunaan anggaran keuangan negara dan kebijakan walikota untuk tahapan seleksi sampai pelantikan.
"Jika Pemko mengakui adanya kesalahan prosedur, itu berbahaya dan ibarat memercik air ke wajah sendiri," ujarnya.
Untuk itu, Pemkot Pematangsiantar harus memiliki dasar hukum pembatalan secara tertulis dari Mendagri agar penggunaan keuangan negara untuk keseluruhan proses seleksi dan pelantikan menjadi akuntabel.
"Ini bukan suatu keputusan yang mudah dan ringan, karena menyangkut kehidupan orang banyak. PNS diangkat dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja pelayanan masyarakat," tandasnya.
Editor: Norben Syukur