PARBOABOA, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani peraturan baru yang menetapkan kenaikan upah minimum pada tahun depan.
Kebijakan ini diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan pekerja di berbagai sektor.
Adapun kebijakan terbaru terkait pengupahan tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 mengenai Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Dalam peraturan ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan kenaikan upah bagi pekerja sebagai bentuk apresiasi terhadap kontribusi mereka dalam pembangunan ekonomi.
Ida menjelaskan bahwa kenaikan upah minimum dipastikan melalui penerapan Formula Upah Minimum dalam PP Nomor 51 Tahun 2023, mencakup variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Indeks tersebut ditentukan oleh Dewan Pengupahan Daerah, dengan mempertimbangkan penyerapan tenaga kerja dan rata-rata/median upah, serta faktor-faktor ketenagakerjaan lainnya.
Menurutnya, dengan ketentuan ini, peran Dewan Pengupahan Daerah diperkuat untuk memberikan saran kepada Kepala Daerah, menciptakan kepastian berusaha, dan mewujudkan sistem pengupahan yang adil di perusahaan.
Selain itu, kenaikan upah diharapkan mendorong daya beli masyarakat, membuka lapangan kerja baru, dan menciptakan kepastian hukum bagi dunia usaha.
Tidak hanya itu, penerapan struktur dan skala upah diharapkan meningkatkan produktivitas pekerja.
Ida menekankan bahwa PP Nomor 51 Tahun 2023 juga bertujuan mencegah disparitas upah antar wilayah.
Dia menyatakan bahwa regulasi ini lebih baik daripada yang sebelumnya, dan dengan diterbitkannya pada Hari Pahlawan, menjadi dasar penetapan Upah Minimum tahun 2024 dan seterusnya.
Untuk itu, pemerintah meminta para pemangku kepentingan agar menjalankan tugas sesuai amanat peraturan ini, dengan penetapan Upah Minimum Provinsi paling lambat tanggal 21 November dan Upah Minimum Kabupaten/Kota tanggal 30 November.
Sementara, pandangan dari kelompok buruh menunjukkan kekhawatiran terhadap perhitungan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024.
Elly Rosita Silaban, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), mengungkapkan kebingungan terkait komponen indeks tertentu (alfa) yang digunakan dalam perhitungan.
"Perhitungan baru ini membingungkan karena tidak pernah ada sebelumnya," ujar Elly dalam pernyataan yang dikutip PARBOABOA, Sabtu (11/11/2023).
Elly membandingkan perhitungan tersebut dengan formula sebelumnya yang diatur dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2022, yang menentukan kenaikan upah berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikali indeks tertentu.
Dia juga mencatat kekhawatiran terkait penggunaan inflasi tingkat provinsi untuk menghitung Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK).
Ia berpendapat, hal ini dapat menyebabkan disparitas di antara daerah dengan dan tanpa inflasi.
Selain itu, Elly menilai rentang 0,1-0,3 untuk indeks tertentu dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terlalu rendah, sementara ia menyarankan rentang ideal antara 0,5-1 untuk mendorong daya beli.
Kemudian, dalam RPP ada satu poin yang ditolak serikat pekerja yang tergabung dalam Dewan Pengupahan Nasional (Depenas).
Poin tersebut ialah ketentuan dalam Pasal 26A. Yakni, daerah yang memiliki konsumsi rumah tangga diatas upah minimun, akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi dikalikan alpha, sehingga kenaikan hanya dikisaran 1-2 persen.
Oleh karena itu, Elly menyimpulkan bahwa kenaikan kemungkinan akan lebih kecil dari hitungan buruh.
Jika penghitungan menggunakan formula yang ada di PP Nomor 36 Tahun 2021, artinya kenaikan upah tahun depan tidak akan lebih dari 6-7 persen.
Editor: Wenti Ayu