PARBOABOA, Jakarta - Mengawal ambulans menembus kemacetan Jakarta telah menjadi bagian dari keseharian Angga Bagus, seorang karyawan swasta asal Kota Depok, Jawa Barat. Ia tak segan mengambil alih jalanan ibu kota dengan sepeda motornya untuk mengawal ambulans yang berisi pasien dari Kota Depok ke sejumlah rumah sakit di Jakarta.
Terkadang, ia terpaksa meniup peluit sebagai tanda kepada pengguna jalan lain, jika di belakangnya ada ambulans yang berisi pasien.
“Ya kadang teriak juga, ‘Pak selamat siang mohon izin minta jalur tengahnya karena di belakang ada kendaraan prioritas’. Buat ngasih tahu kalau ada ambulans di belakang,” kata Angga yang menceritakan pengalamannya menjadi pengawal atau patwal ambulans kepada PARBOABOA.
Kebiasaan menjadi pengawal ambulans selalu dilakukan Angga, setiap ia mendengar suara dari kendaraan prioritas itu, meskipun dari kejauhan.
"Kalau dengar suara ambulans dari jauh, saya langsung siap-siap buat buka jalanan," katanya.
Kepekaan Angga menjadi relawan ambulans ini tak muncul begitu saja. Ia mengaku pernah mengalami susahnya menembus kemacetan Jakarta saat hendak membawa anggota keluarganya berobat ke rumah sakit.
Saat itu, keluarganya yang terbaring sakit di ambulans dan harus segera mendapatkan perawatan di rumah sakit terjebak di kemacetan Jakarta.
"Keluarga lagi ada yang dibawa ambulans. Cuma karena kejebak macet jadi lama, saya yang di dalam ambulans juga ikut gregetan," katanya.
Dari pengalaman itu lah, Angga bertekad untuk terus mengawal ambulans semampunya.
Ia bahkan bergabung dalam Relawan Pengawal Ambulans Indonesia (RPAI) Kota Depok. Di Depok, RPAI berdiri sejak 2 Februari 2019 dengan total anggota saat ini 18 orang.
RPAI merupakan komunitas relawan pengawal ambulans yang tersebar di hampir penjuru Indonesia. Dalam mengawal ambulans, RPAI mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang harus dipatuhi. Seperti selalu memperhatikan keselamatan, menggunakan sepatu, celana panjang, jaket atau baju lengan panjang, sarung tangan, kondisi motor prima dan membawa SIM serta STNK.
Anggota RPAI juga tak boleh berbicara kasar dan arogan, serta melakukan kekerasan dalam mengawal ambulans di jalan. Mereka juga tidak diizinkan mengawal dengan jumlah motor lebih dari lima. Anggota RPAI dilarang menggunakan strobo dan aksesoris mirip polisi lainnya di motor.
Saat melakukan pengawalan ambulans, RPAI membentuk formasi tiga kendaran di depan bertugas membuka jalan dan dua di belakang bertugas menghalau kendaraan lain yang menguntit.
Kendala Mengawal Ambulans
Kendala terbesar yang dihadapi RPAI selain kemacetan yaitu minimnya kesadaran masyarakat memberi jalan kepada ambulans. Angga menyebut, alih-alih dibukakan jalan, ia pernah dibentak pengendara lain karena dianggap menghalangi laju kendaraan mereka.
“Kalo pagi kan banyak yang mau buru-buru ya, tiba-tiba ada yang menyerobot jalan. Kita tahan nih, dia malah marah. 'Udah lu jalan aja maju, ngapain dihalang-halangi gitu',” ujar Angga menirukan kemarahan pengendara saat ini mengawal ambulans.
“Kita suka kasih tahu, ini kendaraan prioritas jangan dihalangi, saya di sini membantu,” tambah Angga.
Hal serupa juga pernah dialami Yati Rosita yang menyebut tak semua warga mengerti bahwa ambulans merupakan kendaraan prioritas yang harus didahulukan di jalanan. Padahal Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) disebutkan bahwa ambulans merupakan kendaraan prioritas kedua setelah mobil pemadam kebakaran (Damkar).
“Kurang kesadaran pengendara. Kadang kita udah ngasih tau baik-baik, pengendara malah ngajak berantem, sering kayak gitu,” ujar satu-satunya perempuan di RPAI Depok itu.
Relawan Patwal Tak Diakui
Kehadiran relawan patwal ambulans bukanlah fenomena baru. Mereka sudah tersebar di kota-kota besar yang memiliki tingkat kemacetan tinggi di Indonesia.
Hanya saja saat ini keberadaan relawan patwal ambulans belum diakui secara hukum positif Indonesia. Sebab, aktivitas pengawalan ambulans oleh sipil menyalahi aturan. Berdasarkan Pasal 12 UU 22/2009 tentang LLAJ, hanya Kepolisian yang berwenang melakukan pengawalan kepada mobil ambulans.
Tidak hanya itu, relawan patwal ambulans yang menggunakan sirine dan lampu strobo juga terancam pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 59 dan Pasal 287 ayat 4 UU LLAJ.
Adanya aturan itu tidak bisa membuat relawan patwal ambulans berbuat banyak. Beberapa relawan seperti Angga akhirnya menyiasati dengan menggunakan peluit saat mengawal ambulans ke rumah sakit.
“Mangkanya kita sekarang itu kebanyakan mengawalnya pakai peluit dan mulut, jadi nyampe rumah sakit bibir kita pada dower,” katanya sembari terkekeh.
Meski banyaknya aturan yang membatasi relawan patwal ambulans, namun banyak pihak mengaku terbantu dengan pengawalan relawan ini.
Salah satunya Bahri, pengemudi ambulans yang mengaku sangat terbantu dengan hadirnya relawan patwal.
Pria yang bekerja sejak 2018 di RS Universitas Indonesia (UI) Depok ini menyebut, kondisi jalanan Jakarta yang padat menyulitkan ambulans melaju dengan cepat membawa pasien gawat darurat.
“Setiap pagi pasti macet, sedangkan pasien butuh transportasi cepat untuk pindah rumah sakit. Sekarang kalau kondisinya seperti itu apakah ambulans bisa bergerak leluasa? Enggak kan,” ujar Bahri kepada Parboaboa.
“Di situlah peran relawan yang kita butuhkan. Kita sangat butuh mereka. Karena untuk memperlancar jalan kita. Ini sangat penting, karena hitungan detik taruhannya nyawa,” sambungnya.
Bahri menjelaskan, keberadaan relawan patwal sangat krusial apalagi mereka telah mengerti suara sirine ambulans yang memberikan kode kondisi pasien di dalam mobil.
“Kalo suaranya makin cepat dia (relawan) tahu nih ada apa di dalam. Enaknya gitu kalo dikawal relawan. Mereka tahu kondisi pasien di dalam kayak gimana,” ungkapnya.
Bahri lantas membandingkan estimasi waktu sampai ambulans dari RS UI ke RSCM bisa memerlukan waktu lebih dari 1 jam. Sementara jika dikawal relawan, dalam waktu 30 menit bisa sampai di RSCM.
Bahri juga mengaku tak pernah dikawal polisi saat membawa pasien gawat darurat, terutama saat jalanan Jakarta sedang macet-macetnya. Padahal dalam Undang-Undang disebutkan pengawalan ambulans merupakan tugas dan wewenang kepolisian.
“Walaupun itu tugas mereka (Polisi), tapi selama saya jalan itu enggak pernah saya dikawal polisi,” jelasnya.
Bahri juga menyayangkan pelarangan relawan mengawal ambulans di jalanan.
“Kenapa dilarang? Tapi kalau dilarang seharusnya mereka (polisi) menggantikan peran itu, melaksanakan perannya,” imbuh dia.