PARBOABOA, Moskow - Pemimpin kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner Group, Yevgeny Prigozhin, tewas dalam insiden jatuhnya jet pribadinya akibat tembakan sistem pertahanan udara di wilayah Tver, Rusia pada Rabu (23/8/2023) malam. Bersama dengan Prigozhin, jet tersebut juga membawa Dmitry Utkin, pemimpin bayangan dan pengelola operasi Wagner.
Setelah kematian Prigozhin, pertanyaan muncul mengenai masa depan kelompok ini, nasib para tentara bayaran yang beroperasi di luar Rusia, serta jaringan operasi militer dan ekonomi yang telah terbentuk.
Sehari sebelum kecelakaan tersebut, Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Yunus-Bek Yevkurov, bertemu dengan komandan Libya timur, Khalifa Haftar. Kunjungan ini dilakukan untuk meyakinkan Haftar bahwa kehadiran pejuang Wagner di Libya akan tetap berlanjut dengan kendali Moskow.
Hal ini menandakan bahwa meski Prigozhin telah tiada, Rusia tampaknya tidak berniat untuk melepaskan jaringan global yang telah dibangun oleh kelompok tentara bayaran tersebut.
Wagner Group memiliki sejarah partisipasi besar dalam berbagai pertempuran di Ukraina, perang saudara, dan konflik di Suriah, Libya, Republik Afrika Tengah, serta Mali. Selain itu, kelompok ini juga memiliki kontrol atas tambang emas dan ladang minyak di beberapa negara.
Para analis meyakini bahwa setelah kepergian Prigozhin, situasi di negara-negara tempat Wagner beroperasi berdasarkan perjanjian resmi dengan Moskow, kemungkinan tidak akan banyak berubah melalui
Di Afrika, Wagner diperkirakan akan tetap beroperasi di bawah manajemen baru atau diintegrasikan ke dalam kelompok tentara bayaran Rusia lainnya.
Seperti di Republik Afrika Tengah, Wagner dianggap telah membantu menyelamatkan demokrasi dengan membantu pemerintah dalam perang saudara.
Penasihat politik Presiden Faustin-Archange Touadera, Fidele Gouandjika menjelaskan, Wagner hadir melalui perjanjian tingkat negara bagian dengan Rusia. Maka kemunginan tidak ada yang akan mempengaruhi kehadiran tentara bayaran itu.
Namun, kemampuan Wagner untuk beroperasi di daerah-daerah tempat Moskow tidak memiliki kehadiran formal atau hukum akan menjadikannya alat penting dalam kebijakan luar negeri Kremlin.
Salah satu contohnya di Libya di mana Rusia tidak memiliki peran militer resmi dengan negara itu.
Rusia tidak dapat melakukan intervensi secara langsung tanpa melanggar embargo senjata PBB. Maka Kremlin harus melalui Wagner atau lembaga serupa jika ingin terlibat.
Sejak 2019, sekitar 2.000 anggota Wagner telah mendukung faksi Khalifa Haftar di Libya, terutama dalam serangan mereka di Tripoli hingga gencatan senjata pada 2020. Kelompok ini juga terlibat dalam menjaga instalasi militer dan minyak di Libya.
Nasib Aset Ekonomi Wagner Group juga Jadi Perhatian
Setelah kepergian Prigozhin, nasib perusahaan seperti Evro Polis yang diduga dimiliki oleh Wagner dan memiliki aset minyak di Suriah masih belum jelas. Kendati sedikit informasi yang tersedia mengenai pendapatan perusahaan ini dari bisnis pertambangan dan penebangan kayu di Republik Afrika Tengah dan negara-negara Afrika lainnya, mengalihkan atau menyerahkan aset-aset ini ke pihak lain akan menjadi tantangan sulit.
Analis politik dari Burkina Faso, Ousmane Pare menekankan, ketidakpastian ini dapat menimbulkan risiko di Afrika.