PARBOABOA, Jakarta - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta 2024 semakin memanas.
Tarik ulur figur calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) serta partai pengusung masih terus bergulir.
Koalisi partai untuk mendukung figur tertentu juga terus berkembang. Baru-baru ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengaku telah berkomunikasi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengenai kemungkinan koalisi.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, komunikasi dengan PKS dan PKB menjadi salah satu strategi soal peluang koalisi di Pilkada Jakarta 2024.
"Melihat tantangan geopolitik, tantangan terhadap kemiskinan ekstrim, persoalan pangan, maka PDI Perjuangan melakukan suatu strategi merangkul," katanya di Jakarta, pekan lalu.
Diketahui, PKS dan PKB sudah terlebih dahulu mengumumkan akan mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur di Pilkada Jakarta 2024.
PKS, bahkan telah mengumumkan kadernya, Mohammad Sohibul Iman sebagai wakil Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024.
"Jika ingin bersama PKS, harus membawa Mohamad Sohibul Iman," kata Presiden PKS, Ahmad Syaikhu dalam keterangan resminya.
Sementara PKB, masih enggan menyetujui paket pasangan Anies-Sohibul.
Di sisi lain, PDIP memiliki kader mereka sendiri untuk diajukan sebagai calon wakil gubernur. Seperti Ketua DPP PDIP Puan Maharani, mantan Panglima TNI, Andika Perkasa, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Menteri Sosial Tri Rismaharini, hingga Ketua DPP PDIP, Eriko Sotarduga.
Oleh karenanya, komunikasi politik diperlukan karena koalisi ini memerlukan 21 kursi DPRD untuk mengusung cagub dan cawagub di Pilkada Jakarta.
Saat ini PKS memperoleh 18 kursi dan PKB 10 kursi. Sementara PDIP memiliki 15 kursi dan Partai Nasdem 11 kursi di DPRD DKI Jakarta.
Partai-partai ini tentu harus berkoalisi untuk mengusung calon mereka di Pilkada Jakarta.
Pengamat Akui Koalisi PKS-PKB-PDIP Sulit Terwujud
Sementara itu, pengamat politik, Ujang Komarudin menilai, koalisi antara PKS, PKB dan PDIP di Pilkada Jakarta untuk mengusung Anies Baswedan sulit terjadi.
Alasannya, PKS sudah mengunci kandidat wakil gubernur yang harus berasal dari partai mereka, termasuk figur Anies yang identik dengan PKS. Alasan lainnya, PKB dan PDIP tentunya memiliki kader atau pihak yang mereka endorse untuk diajukan sebagai calon wakil gubernur.
"Jadi membuat PDIP dan PKB sulit untuk bergabung," katanya saat dihubungi PARBOABOA, Senin (8/7/2024).
Ujang memprediksi, kalaupun koalisi ketiga partai ini terjadi, maka calon wakil gubernur dari PKS, seperti Sohibul Iman, kemungkinan harus diubah. Namun, selama calon tersebut masih dari PKS, koalisi ini akan sulit terwujud.
"Kecuali kalau wakil gubernurnya diubah bukan Sohibul Iman, dikompromikan lagi, dibicarakan lagi, diubah, baru mungkin terjadi koalisi itu," katanya.
Namun, lanjut Ujang, koalisi antara PDIP dan PKB untuk mendukung Anies-Sohibul Iman masih mungkin jika PKS memberikan kompensasi besar kepada kedua partai tersebut.
"Tapi kan, pasti akan besar. Apa mau PKS memberikan kompensasi yang besar itu," katanya.
Disinggung soal peluang koalisi antara PKS, PKB, dan PDIP dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang diproyeksikan sebagai penantang Anies, Ujang juga tidak menampik peluang terjadinya 2-3 koalisi dalam Pilkada Jakarta 2024.
"Mungkin saja ada 2-3 koalisi atau 2-3 pasangan calon di Pilkada Jakarta," kata Akademisi Universitas Al Azhar Jakarta ini.
Ujang mengingatkan, sebelum pendaftaran calon, kondisi politik di Pilkada Jakarta masih dinamis.
"Semuanya (partai) saling mengintip kekuatan masing-masing, semuanya sedang mencari figur cagub dan cawagub yang kuat, yang bagus," imbuhnya.
Editor: Kurniati