PARBOABOA, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR) Hidayat Nur Wahid meminta agar majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk taat Konstitusi.
Ia meminta hakim PN Jakpus menolak gugatan Partai Berkarya yang meminta agar Komisi Pemiliha Umum (KPU) menunda seluruh tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Gugatan tersebut bukan hanya tidak pada tempatnya, melainkan juga bertentangan dengan konstitusi, karena UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali,” kata Hidayat dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (19/04/2023).
HNW sapaan akrabnya membantah argumen Partai Berkarya yang merujuk kepada penundaan Pemilu di era Orde Baru pada Tahun 1976, yang kemudian ditunda ke Tahun 1977.
Ia mengatakan bahwa memang bukan hanya penundaan, pada era Presiden Habibie, Pemilu juga pernah dimajukan pelaksanaan dari mestinya tahun 2003 menjadi tahun 1999. Tetapi aturan konstitusi yang berlaku ketika itu sudah berbeda dengan konstitusi yang berlaku setelah amandemen UUD 45.
“Keduanya, baik penundaan di era Presiden Soeharto dan percepatan di era Presiden Habibie, itu terjadi karena memang UUD 1945 yang asli, yang berlaku pada era itu, tidak mengatur soal Pemilu dan pelaksanaan Pemilu setiap 5 tahun sekali,” ucapnya.
“Setelah hadirnya era Reformasi, sesuai tuntutan Reformasi, terjadilah amandemen terhadap UUD 1945, yang menghadirkan ketentuan baru terkait Pemilu. Aturan “baru” itu dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945,” sambungnya.
Hidayat menuturkan bahwa Indonesia saat ini tidak lagi menggunakan UUD 1945 yang berlaku pada era Soeharto maupun BJ Habibie, namun memakai UUD NRI 1945 pasca amandemen.
Di mana, lanjutnya, secara definitif membuat aturan baru terkait pemilu yang dilakukan setiap lima tahun sekali, tidak lebih atau tidak kurang.
Oleh karena itu, Wakil Ketua MPR menilai bahwa jika apa yang dilakukan oleh Partai Berkarya dengan meminta menunda pemilu merupajan tindakan yang bertentangan dengan UUD NRI 1945.
“Jadi, apabila ada yang meminta penundaan pemilu atau menyetop tahapan pemilu, maka permintaan itu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan harusnya ditolak oleh pengadilan,” tandasnya.