PARBOABOA, Jakarta - Isu sekaligus usul pembentukan Dewan Media Sosial terus berhembus belakangan.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi memberi sinyal positif terkait realisasinya nanti.
Kata dia, usul tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan rekomendasi langsung dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO.
"Dewan Media Sosial ini rekomendasi dari UNESCO, dimana usulan itu diberikan kepada kita bahkan naskah akademik 160 halaman," kata Budi saat menghadiri 'Acara Google AI Untuk Indonesia Emas' di Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
Budi mengatakan, melalui pembentukan media sosial, UNESCO bersama pemerintah Indonesia merasa perlu membentuk ruang digital yang aman dan nyaman bagi anak-anak terutama untuk menghindari perundungan dan kekerasan.
Menurutnya, saat ini banyak anak-anak yang menjadi korban bullying di dunia nyata, seperti di sekolah berawal dari caci maki dan saling olok-olokan di media sosial.
"Di media sosial ada anak dibully di sekolahnya. Jadi ini kan harus dilindungi," tegasnya.
Ia juga menampik pembentukan media sosial untuk membungkam kebebasan berekspresi masyarakat. Sama seperti Dewan Pers, Dewan Media Sosial tegasnya, berbentuk jejaring independen.
Organisasi ini tidak berada dibawah naungan pemerintah dan beranggotakan perwakilan organisasi masyarakat, akademisi, pers, komunitas, praktisi, ahli, hingga pelaku industri.
Ia menambahkan, pembentukan Dewan Media Sosial selaras dengan komitmen Pemerintah pada awal 2024 untuk melaksanakan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam keterangan terpisah, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) periode 2024-2027, Nani Afrida belum menemukan titik urgensi pembentukan Dewan Media Sosial.
Terlebih, terang Afrida, tak ada kejelasan mengenai UU yang menjadi dasar pembentukannya. Lantas, ia mempertanyakan, bagaimana mungkin membentuk sebuah lembaga tanpa ada UU dan peraturannya.
"Membentuk Dewan Media Sosial ini maksudnya seperti apa? Ada undang-undangnya? Kalau katanya seperti Dewan Pers, kan ada cantolannya yaitu UU Pers No 40/1999," kata Afrida kepada Parboaboa, Rabu (5/6/2024).
Tak hanya itu, Afrida juga mempertanyakan independensi para anggota Dewan Media Sosial. Dalam hal tidak ada UU yang mengaturnya tegas dia, orang akan bertanya-tanya siapa-siapa saja yang mengisi dewan itu dan siapa yang memilih dewan tersebut.
AJI sendiri mengaku sangat sedikit mendapatkan informasi tentang Dewan Media Sosial, karenanya masih menunggu tambahan informasi sehingga bisa menelisik lebih jauh.
Tetapi AJI tegas dia, berpendapat lebih baik dibuat UU Digital dulu baru bicara soal Dewan Media Soasial.
Karena, kalau sekarang membentuk dewan medsos jangan-jangan memakai UU ITE, sehingga "nanti isinya orang pemerintah semua," katanya.
Afrida mengingatkan, kalau Dewan Media Sosial tetap dibentuk, anggotanya harus beranggotakan perwakilan masyarakat dan stakeholder, juga asosiasi jasa internet seperti APJII.
Intinya demikian ia menegaskan, jangan sampai Dewan ini justru membungkam kebebasan berpendapat masyarakat melalui media sosial. Apalagi, tidak ada peraturan khusus yang melandasinya.
Sebelumnya, organisasi masyarakat sipil Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), khawatir apabila Dewan Media Sosial berada di bawah kontrol pemerintah dalam hal ini Kominfo.
Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar mengatakan kalau dibentuk, lembaga ini bisa saja menjadi alat oleh Kominfo untuk memutus akses konten.
Selain itu, Dewan Media Sosial ini kata dia, berpotensi mengurangi peran Dewan Pers untuk mengawasi konten-konten jurnalistik yang disebar melalui media sosial.
Jika tetap dibentuk, Wahyudi menyarankan agar perlu ada kejelasan mengenai konten apa saja yang dibatasi. Pengaturan itu harus diatur dalam level UU untuk menghindari overlapping kewenangan.
Editor: Gregorius Agung