PARBOABOA, Jakarta - Liburan biasanya dianggap sebagai waktu untuk beristirahat dan kesempatan mengisi ulang energi setelah rutinitas yang padat dan stres pekerjaan.
Selain itu, liburan juga sering dimanfaatkan untuk menemani keluarga, khususnya anak-anak, menikmati musim libur sekolah.
Namun, seringkali seseorang justru merasa lebih lelah, stres, dan tidak termotivasi ketika kembali dari liburan.
Adapun fenomena ini dikenal sebagai burnout pasca liburan.
Memahami Burnout Pasca Liburan
Burnout pasca liburan adalah keadaan di mana seseorang mengalami kelelahan fisik dan mental setelah kembali dari masa liburan.
Meskipun liburan seharusnya menjadi kesempatan untuk bersantai dan mengisi kembali energi, beberapa orang malah merasa lebih stres, kelelahan, dan kurang termotivasi saat kembali menjalani rutinitas harian mereka.
Dilansir dari psychologytoday, burnout digambarkan sebagai kelelahan yang sebagian besar disebabkan oleh pekerjaan, meskipun hal ini juga berlaku pada bidang lain.
Burnout menyebabkan kelelahan emosional seperti pengurasan emosi, kelelahan fisik, dan kelelahan kognitif yang mencakup kesulitan dalam berkonsentrasi pada tugas-tugas yang sebelumnya mudah diselesaikan.
Mengutip CNA Lifestyle, Psikolog dari NYU Langone Health, Thea Gallagher, menyatakan bahwa burnout berasal dari perasaan seperti Anda tidak memiliki kendali atas pekerjaan Anda.
Dia menjelaskan bahwa orang-orang mungkin merasa takut dengan pekerjaan mereka, dan mengalami perasaan klasik seperti "saya kewalahan, saya lelah, hari Minggu menakutkan."
Sementara menurut psikolog Angela Neal-Barnett, burnout dapat meresap ke dalam berbagai aspek kehidupan Anda.
Biasanya, Anda merasa tidak memiliki energi untuk melakukan apa pun selain menjalani rutinitas harian.
Tanggung jawab terhadap keluarga, teman, dan hobi juga bisa terabaikan, meskipun Anda memiliki waktu untuk beraktivitas di luar pekerjaan.
Anda mungkin terlalu lelah atau merasa apatis terhadap aktivitas tersebut.
Walaupun dalam konteks kasus tertentu, mengambil libur dapat meredakan burnout.
Orang pulih kembali untuk bekerja dengan semangat baru dan lebih efektif mengelola tugas mereka.
Namun, ketika stres sudah sangat tinggi, liburan lebih mirip seperti plester.
Mereka mungkin merasa lebih baik saat pergi, tetapi begitu tiba waktunya untuk kembali, kecemasan kembali muncul.
Gejala Burnout
Dikutip dari Intellect, burnout ditandai dengan periode stres kronis yang berkepanjangan dan tingkat stres yang lebih tinggi dari biasanya, yang dapat menyebabkan penyakit fisik.
Burnout lebih dari sekedar pekan yang buruk. Ini adalah perasaan tidak tertarik, lelah, dan sinis yang terus-menerus terhadap pekerjaan, yang mengakibatkan ketidakefisienan dan kinerja buruk di tempat kerja.
Burnout juga dapat ditandai dengan gejala lain, termasuk kesulitan fokus, kelelahan, dan kurang motivasi.
Gangguan ini membuat seseorang menjadi mudah marah atau merasa terganggu oleh hal-hal kecil.
Tiga Tipe Burnout
Berikut adalah tiga jenis burnout dengan pendekatan penanganan yang berbeda untuk setiap jenisnya:
1. Overload burnout
Menurut hbr.org, overload burnout terjadi ketika seseorang bekerja lebih keras dan lebih panik untuk mencapai kesuksesan, seringkali merugikan kesehatan dan kehidupan pribadi mereka.
Jenis kelelahan ini adalah yang paling dikenal oleh banyak orang dan juga yang paling umum terjadi.
Overload burnout umumnya mempengaruhi karyawan yang sangat berdedikasi dan merasa harus bekerja dengan kecepatan yang tidak bisa dipertahankan.
Akibatnya, mereka memaksakan diri hingga mengalami kelelahan fisik dan mental.
Para peneliti mencatat bahwa terdapat dua cara untuk mengatasi overload burnout.
Pertama, penting untuk mengembangkan keterampilan pengaturan emosi yang lebih kuat, seperti menamai dan memproses emosi serta menyusun ulang pembicaraan negatif pada diri sendiri.
Kedua, penting untuk memisahkan harga diri dari pekerjaan.
2. Under-challenged burnout
Menurut laporan dari PsychCentral, individu yang mengalami burnout karena kurang tantangan merasa kurang diakui dan bosan.
Mereka juga menjadi frustasi karena pekerjaan tidak memberikan kesempatan belajar dan ruang untuk menjadi profesional.
Orang-orang yang tidak mendapat tantangan yang cukup tidak akan merasa termotivasi atau menikmati pekerjaan mereka.
Biasanya mereka mengatasinya dengan menjauhkan diri dari pekerjaan mereka.
Tidak memperhatikan ini mengarah pada sikap sinis, menghindari tanggung jawab, dan menolak pekerjaan mereka.
Jika Anda mengalami under-challenged burnout, langkah awal yang harus Anda ambil adalah mencari aktivitas yang membangkitkan minat Anda.
Ketika semangat Anda rendah, sulit untuk menemukan motivasi untuk melakukan banyak hal, dan mengembalikan semangat hidup bisa menjadi tantangan.
Mengalokasikan waktu untuk introspeksi dapat membuka peluang bagi minat baru yang ingin Anda telusuri.
3. Neglect burnout
Menurut webmd.com, neglect burnout terjadi ketika Anda merasa tidak berdaya.
Jika semua tidak berjalan lancar, mungkin Anda merasa kurang kompeten atau tidak mampu memenuhi tanggung jawab Anda.
Kelelahan semacam ini dapat sangat terkait dengan imposter syndrome, yaitu pola psikologis di mana Anda meragukan kemampuan, bakat, atau pencapaian Anda.
Coba cari cara untuk mengambil kembali kendali atas peran Anda dalam mengatasi masalah ini.
Mulailah dengan membuat daftar hal yang perlu dihindari. Cari tahu kewajiban yang harus Anda tolak dengan tegas dan perbaiki kemampuan Anda dalam menetapkan batasan yang lebih kokoh.
Langkah yang terbaik adalah dengan mengidentifikasi situasi di mana Anda merasakan kebencian yang kuat.
Editor: Norben Syukur