PARBOABOA, Jakarta -Kelompok remaja di Indonesia tengah menjadi sorotan luas akibat konsumsi Obat-Daftar-G .
Di Depok, misalnya, sejumlah pelajar berhasil diamankan pihak kepolisian karena mengonsumsi obat-obatan Daftar G berjenis Tramadol, Alprazolam, dan Riklona.
Sub Koordinator P2M Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Depok, Purwoko Nugroho, menjelaskan tren pendukung narkotika kini didominasi penggunaan obat-obatan keras kategori Daftar G.
“Perubahan tren terjadi karena obat tersebut lebih murah dan mudah didapat,” jelas Purwoko pada tahun 2022 lalu.
Penggunaan obat-obatan kategori G, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 02396/A/SK/VIII/1989, hanya diperbolehkan jika pasien memiliki resep dokter.
Regulasi ini juga mengatur dosis, frekuensi, dan durasi penggunaan obat tersebut. Selain itu, pasien yang menggunakan obat keras harus menjalani pemantauan berkala oleh tenaga medis untuk memastikan penggunaan yang aman dan efektif.
Berdasarkan Laporan Hasil Pengukuran Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2023, pengguna obat-obatan Daftar G di Indonesia mencapai 3,49% dari total kasus penanganan narkotika.
Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2021 di mana jumlah pengguna obat-obatan kategori G mencapai 1,5%, dengan prevalensi sebanyak 5,372 juta orang atau 1,95% dari populasi.
Terpisah, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan bahwa obat-obatan dalam kategori Daftar G berpotensi menjadi narkotika jenis baru atau New Psychoactive Substances (NPS).
Jaringan sindikat diduga memanfaatkan celah hukum untuk menghindari sanksi berat terkait perlindungan narkotika, seperti yang sering terjadi di Indonesia.
BNN juga berhasil mengamankan sekitar 1,7 juta butir obat keras selama periode Oktober hingga Desember 2023.
Tren obat Daftar G diperkirakan meningkat di kalangan remaja. Fakta ini tentu saja tidak bisa dianggap sepele.
Perwakilan Kedeputian Bidang Penindakan Badan POM RI, Robby Nuzly, menjelaskan bahwa kandungan dalam obat Daftar G dapat mengganggu fungsi sistem saraf pusat di otak, sehingga menyebabkan halusinasi.
“Obat Daftar G bekerja langsung pada saraf pusat sehingga menyebabkan efek halusinasi pada penggunanya,” kata Robby.
Selain memicu halusinasi, konsumsi obat-obatan dalam kategori ini juga dapat mendorong anak muda untuk melakukan tindakan negatif, seperti terlibat dalam premanisme dan tawuran.
Jika dibiarkan, semakin banyak generasi muda yang akan terjerumus, sehingga mengancam masa depan mereka dan menjadikan bangsa Indonesia gagal dalam melindungi anak-anaknya.
Kenapa Marak?
Penggunaan obat Daftar G yang marak di kalangan remaja memang memiliki faktor pendukung yang sama seperti penggunaan narkoba.
Lestari (2001) dalam sebuah penelitian mengungkapkan setidaknya terdapat dua faktor kunci yang mendorong seseorang untuk menggunakan narkoba, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal berkaitan erat dengan individu seorang pengguna, termasuk dinamika psikologisnya. Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan pengaruh di luar diri individu.
Beberapa faktor internal yang diungkapkan Lestari, antara lain soal perasaan egois, keinginan ingin bebas, dan kegoncangan jiwa.
Pertama , soal perasaan egois. Lestari menyebut, sifat egois merupakan bagian yang dimiliki setiap individu dan sering kali mendominasi perilaku seseorang tanpa disadari.
Pada suatu titik, rasa egois dapat mendorong seseorang untuk menikmati narkoba dan obat-obatan terlarang, tanpa memikirkan dampak buruk yang ditimbulkan.
Kedua , keinginan ingin bebas. Dalam konteks narkoba, kebebasan tanpa kendali dapat mendorong remaja untuk terjerumus ke dalam perilaku kenakalan, termasuk menggunakan narkoba.
"Ketika keinginan untuk bebas tidak diimbangi dengan pemahaman dan kontrol diri yang mumpuni, risiko terjerumus ke dalam perilaku negatif seperti komunikasi narkoba jelas terbuka," tulis Lestari.
Ketiga , kegoncangan jiwa. Menurut Lestari, kegoncangan jiwa sering kali muncul karena individu tidak mampu beradaptasi dengan keadaan zaman yang semakin kompleks dan modern.
Ketidakmampuan untuk menghadapi perubahan dapat menyebabkan reaksi yang tidak sesuai, sehingga memicu perilaku negatif untuk mengonsumsi obat-obatan keras sebagai solusi sementara.
Sementara itu, faktor eksternal yang mencakup dua hal penting seperti keadaan ekonomi yang tidak diketahui dan lingkungan pergaulan yang memberi pengaruh negatif terhadap individu.
Dua faktor tersebut saling berkaitan dan memberi pengaruh terhadap seseorang dalam mengambil tindakan, teristimewa mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Riset lain yang dilakukan Siskandar (2010) menegaskan bahwa pengenalan narkoba seringkali dimulai dari rasa ingin tahu yang besar atau dorongan untuk menunjukkan keberanian.
Masa remaja sebagai masa transisi kerap membuat individu mudah terpengaruh dan cenderung mencoba hal-hal baru tanpa memikirkan akibat di masa depan.
Menurut BNN (2003), beberapa penyebab utama penularan narkoba pada remaja meliputi gaya hidup keluarga, kecenderungan terhadap alkohol, tekanan dari kelompok teman sebaya, kekacauan emosional, dan masalah psikologis serta emosional yang serius.
Meskipun tidak semua remaja terjerumus dalam teknologi narkoba, ada beberapa ciri perkembangan yang membuat mereka lebih rentan terhadap penggunaan zat adiktif.
Ciri-ciri tersebut, antara lain, perasaan galau, tekanan teman, pemberontakan, keingintahuan yang besar, perilaku dipahami, dan pemahaman yang salah.
Dengan kata lain, gangguan penggunaan narkoba dipengaruhi oleh interaksi antara individu ( host ), zat ( agent ), dan lingkungan sosial ( environment ).
Faktor ketiga tersebut saling berhubungan dengan kelindan dan menyebabkan seseorang dapat terjerumus dalam melakukan praktik negatif penggunaan narkoba, khususnya obat Daftar G.
Editor: Defri Ngo