PARBOABOA, Medan - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai, memorandum yang dikeluarkan Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanudin mengangkangi Undang-Undang.
Apalagi memorandum tersebut, menurut Wakil Direktur LBH Medan Alinafiah Matondang, berpotensi meloloskan eks Bupati Samosir, Rapidin Simbolon dari jeratan tindakan pidana korupsi (tipikor) anggaran penanganan COVID-19.
Ali mengatakan, tidak semestinya penegak hukum mengeluarkan memorandum seperti itu sebab berdasarkan ketentuan, posisi undang-undang lebih dari memorandum.
"Ya tidak bisa. Itu Memorandum Jaksa Agung itu tidak bisa, tidak akan lebih tinggi dengan yang namanya Undang-Undang di sistem konstitusi. Jadi ini sama dengan mengangkangi Undang-Undang," katanya.
Penegak hukum khususnya Kejaksaan, kata Ali, bisa saja segera memeriksa Rapidin Simbolon, karena dalam putusan Mahkamah Agung (MA) sudah ada temuan awal terhadap dugaan penyelewengan anggaran COVID-19.
"Ya kalau memang sudah ada bukti permulaan berdasarkan putusan Mahkamah Agung, ya harus diproses," tegasnya.
Ali juga menilai, memorandum Jaksa Agung keliru, terutama untuk Rapidin Simbolon. Apalagi putusan Mahkamah Agung (MA) sudah ada temuan awal terhadap dugaan penyelewengan anggaran COVID-19.
"Sudah ada putusan inkrah kan? Putusan inkrah itu bisa menjadi bukti permulaan untuk melakukan proses hukum terhadap Rapidin Simbolon. Nah ini kan proses hukum yang harus dilaksanakan, jangan dicampur aduk dengan yang namanya proses politik kan gitu," jelasnya.
Dalam hal ini, lanjut Ali, Kejagung terkesan seperti mencampuradukan proses hukum dengan politik. Ia menegaskan, Kejaksaan seharusnya memeriksa Rapidin Simbolon, agar hukum bisa tegak lurus.
"Nah ini yang tidak boleh, ini kan memang ada proses hukum ya silahkan diproses, kan begitu," katanya.
"Tidak boleh diabaikan begitu saja proses hukum itu, itu namanya tidak akan ada keadilan di tengah-tengah masyarakat. Ini yang namanya tajam ke bawah tumpul ke atas," kesal Ali.
Bahkan, LBH Medan menilai, Jaksa Agung sebaiknya mencabut memorandum untuk menunda pengusutan kasus korupsi kepada calon presiden hingga calon anggota legislatif menjelang Pemilu 2024, karena tidak mencerminkan keadilan.
"Memorandum seperti itu ya harus dicabut, karena memang itu tidak akan mencerminkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Ya kalau seumpamanya nanti dia jadi pejabat publik, akan merugikan negara," katanya.
Sebelumnya, Pengamat Politik dari Universitas Sumatra Utara (USU), Warjiyo menduga eks Bupati Samosir, Rapidin Simbolon akan lolos dari pemeriksaan Kejaksaan Tinggi Sumut terkait dugaan tindak pidana korupsi anggaran penanganan COVID-19.
Pasalnya, Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin dalam memorandumnya menginstruksikan jajarannya menunda proses hukum peserta Pemilu 2024, termasuk calon anggota legislatif, kepala daerah, calon presiden dan wakilnya.
Saat ini, Rapidin Simbolon merupakan salah seorang bacaleg dari PDI perjuangan.
Warjiyo juga menduga, ada kepentingan politik dari posisi yang dijabat oleh Jaksa Agung untuk mengamankan jabatannya saat ini.
Menurutnya, kebijakan yang dibuat Jaksa Agung tersebut dapat menyelamatkannya (Jaksa Agung) dari tekanan partai politik yang menjadi caleg maupun calon presiden yang diduga terlibat tindak pidana korupsi, termasuk yang menjerat eks Bupati Samosir, Rapidin Simbolon.
"Merasa terancam dia akan berusaha mencari strategi lain untuk menyelamatkan dirinya, apakah bergabung dengan kekuasaan yang ada atau mencari jalan yang lain yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkannya," jelas Warjiyo kepada PARBOABOA, Rabu (30/8/2023).
Kebijakan yang dibuat Jaksa Agung bisa menjadi sinyal dari parpol yang kadernya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Apalagi, kebijakan Jaksa Agung itu, bisa menyelamatkan Rapidin Simbolon.
"Saya kira itu menjadi satu sinyal kepada siapapun, kepada capres, caleg," ungkap Warjiyo.
Hanya saja, kebijakan yang dibuat Jaksa Agung itu akan sangat menurunkan kualitas Pemilu, seakan meloloskan mereka yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi, salah satunya Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, Rapidin Simbolon.
"Saya kira itu bertentangan dengan nilai-nilai kualitas pemilu yang baik dan berkualitas, dimana hak masyarakat untuk mendapatkan caleg atau pemimpin yang baik nanti dalam Pemilu 2024," kata Warjiyo.
Diketahui, eks Bupati Samosir yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, Rapidin Simbolon tak kunjung diperiksa Kejaksaan Tinggi provinsi itu. Padahal Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 439 K/Pid.Sus/2023 menyebutkan adanya keterlibatan Rapidin Simbolon dalam dana penanggulangan COVID-19.
Rapidin Simbolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Samosir terbukti memanfaatkan dan menikmati dana COVID-19 untuk kepentingan pribadi dengan cara memindahkan packing bantuan ke rumah dinas bupati dan menempelkan stiker bergambar Bupati Samosir Rapidin Simbolon dan wakil bupati pada setiap kantong paket bantuan.
Desakan pemeriksaan Rapidin Simbolon pun datang dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, aktivis hingga Ombudsman Sumut.
Editor: Kurniati