Gugatan Izin Lingkungan PT IAL dan Pemprov Papua, Ini Harapan Masyarakat Adat Awyu Boven Digoel

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa, Pemuda, dan Rakyat (Ampera) Papua melakukan aksi damai di depan PTUN Jayapura. (Foto: Greenpeace)

PARBOABOA, Jakarta - Masyarakat Adat Awyu di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan ingin agar gugatan mereka atas Pemerintah Provinsi Papua yang mengeluarkan izin lingkungan hidup milik perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL) dikabulkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.

Saat ini, gugatan masyarakat adat Awyu terkait izin lingkungan hidup milik perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL) tengah bergulir di PTUN Jayapura.

Menurut salah seorang perwakilan Suku Awyu, Hendrikus Franky Woro, masyarakat tak ingin ada perusahaan yang merusak hutan adat mereka. Apalagi bagi Suku Awyu, hutan sangat berarti bagi kelangsungan hidup mereka.

“Kami tidak ingin ada perusahaan-perusahaan mana pun yang masuk dan merusak hutan kami. Hutan itu sangat penting bagi kami masyarakat adat. Kami mau makan, mau minum, mau ambil kayu, semua tergantung kepada alam,” ungkap Franky Woro kepada PARBOABOA, Jumat (7/6/2023).

Gugatan masyarakat adat Awyu di Papua dilayangkan pada 13 Maret 2023 ke PTUN Jayapura. Gugatan itu terkait izin lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu (PTSP) Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT IAL.

Sebagai pemilik wilayah adat, Suku Awyu tidak pernah mendapatkan informasi tentang rencana aktivitas perusahaan. Mereka juga tidak dilibatkan saat penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) PT IAL oleh Pemprov Papua.

Tidak hanya itu, gugatan dilayangkan lantaran Pemprov Papua diduga menutup informasi tentang izin lingkungan PT IAL, yang konsesinya diduga akan mencaplok wilayah adat masyarakat Awyu. 

Pada Juli 2022, perwakilan masyarakat adat Awyu bersama komunitas Cinta Tanah Adat telah mengajukan permohonan informasi publik kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Papua terkait perizinan PT IAL dan hingga saat ini tidak direspons Pemprov Papua.

Kemarin, Kuasa Hukum Masyarakat Adat Awyu Papua mengajukan 50 dokumen pembuktian dalam sidang gugatan lanjutan terkait izin lingkungan hidup perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.

Dokumen yang diajukan, antara lain surat penolakan terhadap PT IAL oleh masyarakat adat Boven Digoel nomor 06/LM-BD/XI/2018 tanggal 8 November yang ditujukan kepada Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop.

Menurut salah seorang kuasa hukum masyarakat Awyu, Tigor Gemdita Hutapea, berkas dokumen tersebut membuktikan Pemprov Papua, melalui Dinas Penanaman Modal telah melakukan kesalahan dalam penerbitan izin PT IAL.

“Dokumen yang kami ajukan menunjukkan bahwa izin yang diterbitkan akan berdampak kepada hilangnya hutan adat masyarakat Awyu, menyebabkan kerusakan lingkungan dan memperparah perubahan iklim, juga melanggar hak-hak penggugat sebagai masyarakat adat,” tegasnya, Kamis (6/7/2023).

Setelah penyerahan dokumen pembuktian, Majelis Hakim PTUN Jayapura memutuskan sidang gugatan dilanjutkan pekan depan, Kamis 13 Juli 2023.

Greenpeace Ingatkan Pemerintah Lindungi dan Penuhi Hak Masyarakat Adat

Mahasiswa melakukan aksi damai di depan PTUN Jayapura. (Foto: Greenpeace) 


Di tengah bergulirnya gugatan masyarakat Suku Awyu di Papua akan hutan adat mereka, LSM lingkungan, Greenpeace Indonesia mengingatkan pemerintah berbagai tingkatan mulai pusat, provinsi hingga kabupaten untuk melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat adat.

Menurut juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji, perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat ini bagian dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang harus dijalankan pemerintah.

“Pemerintah harusnya menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 dengan turut menegakkan penghormatan, perlindungan, pemenuhan hak-hak masyarakat adat dalam bentuk penegasan hutan adat merupakan hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi bagian dari hutan negara," katanya kepada PARBOABOA, Jumat (7/6/2023).

Sekar mengingatkan, Putusan MK seharusnya memberi kepastian hukum atas hak masyarakat adat, bukan malah memberikan izin tanpa menghargai hak masyarakat adat. Seperti yang terjadi di hutan adat milik Suku Awyu.

“Jika terus menerus begini maka hutan adat Suku Awyu bisa hancur dan masyarakat adat Awyu mungkin akan ikut punah,” imbuhnya. 

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS