PARBOABOA, Jakarta - Kasus mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kesulitan membayar kuliah tunggal (UKT), sedang ramai dibicarakan di media sosial.
Mereka yang gagal membayar UKT semester ini berisiko tidak dapat mengikuti perkuliahan semester berikutnya.
Kasus itu lalu memanas, lantaran pihak rektorat menawari pinjaman fintech peer to peer lending di salah satu penyedia jasa pinjaman online (pinjol) bernama Danacita.
Dalam unggahan X atau twitter @ITBfess, pinjaman itu mengharuskan mahasiswa membayar bunga 1,75 persen per bulan dan biaya persetujuan 3 persen.
Dengan asumsi, peminjaman 12,5 juta untuk 12 bulan, mereka harus membayar Rp 1.291.667 setiap bulan.
Maka total uang yang harus dibayar kembali setelah 12 bulan adalah Rp 15.500.004.
Kepala Biro Komunikasi dan Humas ITB Naomi Haswanto menyatakan, kerja sama ITB dengan Danacita telah dimulai sejak Agustus 2023 lalu.
Ia menyebut, kerja sama itu lantaran tidak semua mahasiswa dapat mengakses pinjaman bank atau fasilitas kartu kredit.
Sehingga, mahasiswa dapat memilih sistem keuangan teknologi sesuai dengan kemampuan mereka
Akibat polemik itu, mahasiswa ITB dengan rektorat melakukan audiensi pada Senin (29/1/2024) untuk menuntut diselesaikannya kasus ini.
Namun, pembicaraan antara mahasiswa da rektorat berakhir deadlock sehingga mahasiswa memutuskan untuk menggelar aksi tuntutan.
Pengamat Nilai Pemerintah Perlu Turun Tangan
Pengamat pendidikan, Darmaningtyas melihat kasus ini sebagai masalah yang harus segera diselesaikan.
Ia menyebut, apabila student loan mahasiswa dilakukan melalui pinjol, maka akan memperparah kondisi mahasiswa.
“Kalau ke pinjol saya kira itu kekeliruan yang amat besar karena sama sama mengantarkan mahasiswa ke jurang kesengsaraan. Sudah susah ditambahi susah dengan pinjol,” ujarnya ketika dihubungi PARBOABOA, Selasa (30/1/2024).
Kendati demikian, soal pinjaman mahasiswa menurutnya, apabila dikelola oleh pemerintah maka menjadi hal yang sah.
“Student loan kalau yang menyelenggarakan pemerintah, misalnya melalui Bank BUMN dengan bunga amat kecil atau bahkan tidak dikenakan bunga karena diambilkan dari CSR sih tidak apa,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah perlu membuat kebijakan untuk mengatasi kesulitan pendidikan mahasiswa.
“Pemerintah perlu mendorong agar CSR bank-bank BUMN dikelola untuk memberikan kredit mahasiswa,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani menyebut pihaknya sedang membahas di dewan pengawas LPDP untuk mengembangkan student loan.
Sri Mulyani mengungkap, saat ini LPDP sudah berkomunikasi dengan pihak perbankan tentang kemungkinan tersebut.
Namun, perlu kewaspadaan mengingat penerapan student loan di Amerika Serikat justru menimbulkan masalah.
Ia menyebut, nantinya LPDP akan merumuskan bagaimana keterjangkauan pinjaman itu sehingga tidak memberatkan mahasiswa.