PARBOABOA, Jakarta – Dunia menetapkan stunting sebagai masalah prioritas yang harus diselesaikan. Demikian pun dengan pemerintahan Indonesia.
Beberapa alasan yang menguat sehingga stunting menjadi perhatian pemerintah dan organisasi internasional. Di antaranya dampak jangka panjang stunting terhadap kesehatan dan produktivitas.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto memaparkan tiga pendekatan utama dalam usaha Percepatan Penurunan Stunting (PPS) .
Ketiga pendekatan tersebut, antara lain makanan, ukuran ideal badan, dan kondisi lingkungan, sanitasi, jamban, hingga rumah yang bersih.
Persoalan stunting ini kemudian mendapat perhatian khusus dari Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin. Perhatiannya ia ungkapkan saat membuka Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Penurunan Stunting, di Jakarta, Kamis (25/04/2024).
Wapres berharap partisipasi dan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pembangunan sumber daya manusia Indonesia.
Ia mengatakan, dengan jumlah penduduk usia produktif diproyeksikan mendekati 70% dari total populasi, bisa dikatakan bahwa modal besar menuju Indonesia Emas 2045 sebetulnya sudah ada.
Walau demikian pekerjaan mendesak selanjutnya adalah memastikan potensi bonus demografi bisa terkelola dengan baik.
Negara tentu menginginkan adanya sumber daya manusia yang betul-betul berkualitas sebagai aset dan kekuatan bangsa.
Lebih lanjut Wapres berharap, dihadapan dinamika dan tantangan dunia yang sangat rumit, perlu diantisipasi, strategi dan kebijakan pembangunan manusia yang tepat dan komprehensif.
Diketahui untuk dua dekade mendatang, diperkirakan penduduk dunia akan tembus angka lebih dari 9 miliar jiwa. Kondisi terjadi peningkatan penduduk usia lanjut, termasuk urbanisasi dan arus migrasi.
Sementara kenyataan lain memperlihatkan bahwa sumber daya alam semakin menipis. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat.
Selain itu, hal ini diperparah juga oleh pemanasan global, trend perkembangan teknologi, dan perubahan geopolitik.
Berdasarkan kenyataan tersebut, Wapres berharap Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting, dapat menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang bisa menjawab berbagai tantangan yang dimaksud.
Ia tegaskan, demi menghadirkan generasi penerus bangsa yang sehat, unggul, berdaya saing, serta terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, program ini haruslah responsif dan adaptif terhadap kebutuhan sumber daya manusia.
Dengan demikian, program tersebut mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun keluarga dan masyarakat Indonesia yang sehat, terdidik, berakhlak, makmur, dan sejahtera.
Menyadari daya saing bangsa bertumpu pada mutu sumber daya manusianya, pemerintah pun menentukan percepatan penurunan stunting menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional.
Demi terwujud program tersebut, Pemerintah Pusat dan daerah terus bersinergi untuk memastikan ketersediaan layanan kesehatan bagi keluarga-keluarga di Indonesia dengan kualitas yang semakin baik.
Pada tahun ini, seluruh target dalam RPJMN 2020-2024 akan dievaluasi, termasuk target prevalensi stunting 14% tahun 2024, seperti harapan Wapres berikut ini.
Pertama, harus ada evaluasi keseluruhan terhadap program yang sudah dilaksanakan, baik terkait capaian, pembelajaran, maupun rekomendasi. Sehingga berujung pada rekomendasi apakah dapat berlanjut dan menjadi prioritas pemerintahan selanjutnya.
Kedua, Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab penurunan stunting semakin melambat dalam dua tahun terakhir ini.
Kemudian menentukan fokuskan strategi dan pendekatan pada pencegahan terjadinya stunting baru yang tidak mengurangi intervensi pada anak stunting.
Ketiga, pengarahan berbagai intervensi kebijakan terkait hal-hal yang mempunyai daya dorong untuk mempercepat penurunan stunting.
Menyambut Indonesia Emas 2045
Sementara kepala BKKBN, dokter Hasto, menyampaikan bahwa tema Rakernas tahun 2024 senada dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden untuk menyiapkan kualitas SDM dengan sebaik-baiknya.
Ia menjelaskan bahwa Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 menjadi akhir dari SDGs dan menjadi batu loncatan menuju Indonesia Emas 2045. Karenanya, ia berharap masyarakat Indonesia harus bebas dari kemiskinan ekstrem, kelaparan, di mana stunting juga menjadi bagian di dałamnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tugas BKKBN sangat simpel, “menjaga Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) dan menciptakan keluarga berkualitas.
Untuk menjaga pertumbuhan penduduk seimbang jelasnya, BKKBN menggunakan indikator Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran total rata-rata. Pada tahun1971 di Indonesia, TFRnya sebesar 5 bahkan ada yang melahirkan 6 hingga 10 anak.
Ia menjelaskan, pada zaman keluarga-keluarga memiliki banyak anak. Namun dengan program pemerintah dengan jargon "Dua Anak Cukup", angka rata-rata perempuan melahirkan ditargetkan 2,1 tercapai di 2024.
Walau masih ada perbedaan seperti daerah yang TFR-nya sudah 2,1, berada di Jawa, Bali, DI Yogyakarta , DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur. Sementara secara keseluruhan frekuensi kehamilan yang masih memprihatinkan, berada di wilayah NTT dan Papua. "Kesenjangan ini harus bisa dikurangi," tandasnya.
Puncak Bonus Demografi
Turunnya TFR mengakibatkan dependency ratio antara penduduk yang bekerja dan tidak bekerja serta konsumtif semakin turun.
Hal ini terbukti, pada tahun 2020 dependency ratio menembus angka 44,33. Ini berarti bahwa dari total 100 penduduk yang bekerja menanggung hanya 44 penduduk yang tidak produktif.
Hasto menjelaskan, puncak bonus demografi ini sesungguhnya sudah terjadi di 2020, Ia mengatakan bahwa ada penilaian bahwa negara ini tengah memasuki bonus demografi.
Tetapi secara nasional sebetulnya sudah pelan-pelan meninggalkan "window opportunity" bonus demografi. Walaupun tidak merata di setiap provinsinya.
Menurut Hasto, bonus demografi maju karena TFR nya turun. Penurunan ini juga terjadi karena persentase orang nikah menurun signifikan.
Saat ini angka pernikahan menyentuh 1,5 juta per tahun dibandingkan sepuluh tahun lalu angka pernikahan terjadi sebanyak 2 juta per tahun.
Adapun tahap bonus demografi di setiap provinsi belum merata. NTT menjadi provinsi belum bisa diramal kapan bonus demografinya dicapai.
Khusus NTT jelasnya, harus mempunyai perencanaan yang betul-betul mempertimbangkan Grand Design Pembangunan Kependudukan.
Sebab, secara teoritis puncak bonus demografi bisa dimundurkan dengan cara melakukan pengereman atas TFR.
Selain itu, mesti ada keharusan untuk meningkatkan kualitas SDM. Ketika kualitas meningkat, bonus demografi pun akan dicapai.
Soal Stunting
Ihwal stunting dari tahun ke tahun prevalensi stunting mengalami penurunan signifikan. Meskipun penurunan tersebut tidak sesuai harapan, namun kenyataan saat ini jumlah keluarga berisiko stunting (KRS) mengalami penurunan signifikan.
Saat ini, jumlah keluarga yang tidak punya air bersih, jambannya tidak standar, rumah kumuh, mengalami penurunan yang signifikan.
Data BKKBN menunjukkan, tahun 2023 jumlah KRS sebanyak 11.896.367 keluarga, turun dari 13.123.418 keluarga di 2022.
Ia menjelaskan bahwa setiap tahun, terjadi 1,7 juta pernikahan di Indonesia. Banyak calon pengantin (Catin) pada setiap pernikahan tidak melakukan persiapan menghadapi kehamilan. Perhatian mereka terhadap prakonsepsi sangat rendah.
Adapun komitmen pada tahun 2024, BKKBN harus bergerak lebih cepat. Hal tersebut ditandai dengan diluncurkannya program Akselerasi dalam Percepatan Penurunan Stunting (SIDAK Stunting).