KontraS Soal PHPU: Fasilitasi Pelanggar HAM Berkuasa

Potret Gedung MK RI. (Foto: PARBOABOA/Norben Syukur)

PARBOABOA, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menyayangkan putusan PHPU yang melegitimasi kemenangan pasangan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Menurut KontraS, ditetapkannya Prabowo sebagai Presiden agak problematik karena mantan danjen Kopassus itu merupakan terduga pelaku Pelanggaran HAM Berat pada peristiwa Penghilangan Paksa 1997-1998.

Lantas, mereka menilai, agenda-agenda reformasi telah dikhianati oleh sistem demokrasi itu sendiri termasuk oleh sistem Pemilu. KontraS mengatakan, Pemilu yang merupakan buah dari perjuangan demokrasi, "justru dijadikan oleh para pelanggar HAM untuk berkuasa."

Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya dalam rilis yang diterima Parboaboa, Jumat (26/4/2024) menerangkan, figur Prabowo yang seharusnya menghadapi penyidikan dan proses peradilan pelanggaran HAM Berat justru terpilih menjadi presiden.

Ia juga menyayangkan Presiden yang terpilih pasca-reformasi yakni Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo gagal menuntaskan kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat yang telah terjadi.

Kini, pasca Prabowo Subianto resmi terpilih menjadi Presiden kata dia, "nampaknya proses penuntasan kasus-kasus Pelanggaran HAM berat semakin jauh dari harapan."

Selain pelanggaran HAM Berat, nilai-nilai anti KKN yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi di awal-awal pemerintahannya dikhianati saat Gibran Rakabuming Raka, putranya sendiri terpilih sebagai Wakil Presiden melalui proses yang menyalahi etika di MK.

Padahal, kata Dimas, nepotisme telah didefinisikan secara tegas sebagai perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009.

Berangkat dari putusan MK yang menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden terpilih, KontraS, kata Dimas menilai era reformasi telah berakhir.

Ia menambahkan, dengan terpilihnya mantan menantu dari Soeharto dan suburnya praktik KKN, Indonesia telah kembali sepenuhnya ke 'jurang' rezim orde baru.

Walau ada pemilu sebagai saluran utama daulat rakyat tetapi "justru telah terselenggara dengan curang lewat berbagai manuver politik dan intervensi kekuasaan."

Begitupun agenda supremasi hukum, "tak berdaya untuk mengadili kesewenang-wenangan kekuasaan," tambahnya.

Isu pelanggaran HAM Berat ini sebenarnya telah ditepis oleh Prabowo sendiri pada debat kandidat presiden saat menjawab pertanyaan capres Ganjar Pranowo.

Ketua Umum Partai Gerindra ini menyampaikan, pelanggaran HAM yang selalu dikaitkan dengan dirinya merupakan isu politis yang tak pernah terbukti.

Justru sebaliknya kata Prabowo, dia adalah sosok yang sangat getol membela HAM, terbukti demikian ia menegaskan, "orang-orang yang dulu ditahan, yang katanya saya culik sekarang ada di pihak saya."

"Membela saya saudara sekalian," tambahnya.

Sementara itu, jauh sebelumnya lagi Waketum Gerindra, Habiburokhman menyampaikan 4 fakta hukum yang membuktikan tak ada kaitan Prabowo dengan peristiwa pelanggaran HAM Berat masa lalu.

Keempatnya yaitu, tidak ada satupun bukti mengenai keterlibatan Prabowo dalam persidangan Tim Mawar, kedua, Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira kepada Prabowo bukan keputusan yang mengikat melainkan sebagai sebuah saran.

Ketiga, Pemberhentian Prabowo oleh Presiden BJ Habibie dari Pangkostrad dilakukan secara terhormat dan yang terakhir telah lebih dari 16 tahun lamanya, Komnas HAM tidak bisa melengkapi hasil penyelidikan perkara pelanggaran HAM Berat. 

MK sendiri dalam perkara PHPU memutuskan Prabowo-Gibran sebagai Presiden terpilih 2024-2029. Dengan putusan ini, MK menolak permohonan paslon 01, AMIN dan Paslon 03, Ganjar-Mahfud untuk seluruhnya.

MK menilai, beberapa dalil pemohon yang menyebut ada intervensi Presiden Jokowi dalam pemenangan paslon 02 serta dugaan Nepotisme pencalonan Gibran tidak terbukti.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS