PARBOABOA, Jakarta - Konsep Smart City atau kota pintar terus menjadi perhatian utama dalam era urbanisasi yang kian pesat.
Kota-kota di seluruh dunia berlomba-lomba untuk mengintegrasikan teknologi mutakhir demi meningkatkan efisiensi, kualitas hidup, dan keberlanjutan lingkungan.
Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) menjadi dua pilar utama dalam mewujudkan Smart City yang tidak hanya modern tetapi juga tanggap terhadap kebutuhan warganya.
Menghubungkan Kota dalam Satu Jaringan
IoT adalah fondasi dari pengembangan Smart City, dikarenakan teknologi ini memungkinkan perangkat-perangkat terhubung untuk saling bertukar data melalui jaringan internet.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh McKinsey Global Institute, penggunaan IoT dalam tata kelola kota dapat meningkatkan efisiensi hingga 30% di berbagai sektor seperti transportasi, energi, dan pengelolaan limbah.
Contoh nyata penerapan IoT adalah sistem transportasi pintar yang memanfaatkan sensor lalu lintas untuk mengoptimalkan alur kendaraan.
Sebuah studi dari International Journal of Transportation Science and Technology mencatat bahwa pengelolaan lalu lintas berbasis IoT mampu mengurangi kemacetan hingga 25%, sekaligus mengurangi emisi karbon.
Di Jakarta, misalnya, sistem berbasis IoT telah digunakan untuk memantau volume kendaraan secara real-time serta memberikan informasi kepada pengemudi melalui aplikasi navigasi.
Selain di bidang transportasi, pengelolaan sampah berbasis IoT juga sudah mulai diimplementasikan.
Sensor yang dipasang pada tempat sampah mampu mendeteksi tingkat kepenuhan, sehingga petugas kebersihan hanya mengambil sampah di lokasi yang diperlukan.
Inovasi ini tidak hanya mampu menekan biaya operasional, tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Menganalisis Data untuk Keputusan Cerdas
IoT tanpa dukungan AI hanyalah pengumpul data tanpa makna. AI menghadirkan kemampuan analisis yang mendalam terhadap data yang terkumpul, memungkinkan kota untuk mengambil keputusan dengan lebih cepat dan tepat.
Seperti yang dijelaskan oleh World Economic Forum, AI dapat digunakan untuk memprediksi kebutuhan energi, memantau kualitas udara, dan mengidentifikasi potensi bahaya sebelum terjadi.
Salah satu penerapan AI yang menarik perhatian adalah teknologi pengenalan wajah untuk meningkatkan keamanan kota.
Beberapa kota besar di Cina, teknologi ini digunakan untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan dengan cepat.
Studi oleh Harvard Kennedy School menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam sistem keamanan dapat meningkatkan respons terhadap insiden hingga 40%.
Di Indonesia, AI juga mulai diterapkan dalam manajemen bencana. Sebagai negara yang rawan gempa dan banjir, teknologi ini digunakan untuk memantau tanda-tanda bencana, seperti pergerakan tanah atau curah hujan ekstrem.
Data ini pun juga digunakan untuk menyampaikan informasi tentang peringatan dini kepada masyarakat.
Manfaat dan Tantangan
Penggunaan IoT dan AI dalam Smart City memberikan banyak manfaat nyata.
Menurut laporan Cisco Systems, Smart City dapat mengurangi konsumsi energi hingga 20%, meningkatkan efisiensi transportasi hingga 15%, dan menurunkan angka kriminalitas hingga 30%.
Selain itu, integrasi teknologi ini juga memungkinkan pemerintah untuk memberikan layanan publik yang lebih transparan dan mudah diakses.
Namun, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Seperti yang diungkapkan oleh Gartner Research, masalah keamanan data menjadi perhatian utama dalam implementasi teknologi IoT dan AI.
Data yang dikumpulkan melalui sensor dan perangkat terhubung sering kali bersifat sensitif, sehingga rentan terhadap serangan siber.
Pemerintah dan penyedia teknologi harus bekerja sama untuk memperkuat sistem keamanan data demi melindungi privasi warga.
Selain itu, biaya implementasi juga menjadi kendala. Menurut Deloitte, pembangunan infrastruktur IoT dan AI membutuhkan investasi awal yang sangat besar, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia.
Namun, keuntungan jangka panjang dari efisiensi operasional dan peningkatan kualitas hidup warga menjadikan investasi ini layak dipertimbangkan.
Di Indonesia, konsep Smart City mulai diwujudkan melalui program “Gerakan Menuju 100 Smart City” yang telah diluncurkan sejak 2017.
Menurut laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta telah memanfaatkan teknologi IoT untuk meningkatkan layanan publik.
Di Surabaya, misalnya, penggunaan aplikasi Surabaya Single Window memungkinkan warga melaporkan masalah kota secara langsung kepada pemerintah.
Sementara itu, Bandung telah menerapkan sistem pencahayaan pintar yang menyesuaikan intensitas lampu jalan berdasarkan kondisi lalu lintas dan waktu.
Namun, perjalanan menuju Smart City yang ideal masih sangat panjang. Konektivitas internet yang tidak merata di beberapa daerah pun menjadi hambatan utama.
Seperti yang dijelaskan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hanya sekitar 73% wilayah di Indonesia yang memiliki akses internet memadai.
Hal ini menunjukkan betapa perlunya peningkatan infrastruktur digital agar konsep Smart City dapat diterapkan secara merata.
Pengembangan Smart City pun tak hanya berfokus pada teknologi saja, tetapi juga berfokus pada keterlibatan warga.
Dengan menggunakan aplikasi Smart City, warga dapat berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan, memberikan umpan balik, dan bahkan memantau proyek-proyek pembangunan secara transparan.
Seperti yang dikatakan oleh UN Habitat, keberhasilan Smart City sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Oleh karena itu, penting untuk menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan demi mencapai visi Smart City yang aman, efisien, dan tanggap terhadap kebutuhan masa depan.
Dengan terus berkembangnya IoT dan AI, konsep Smart City akan menjadi solusi utama dalam menghadapi tantangan urbanisasi.
Di masa depan, kota-kota tidak hanya akan menjadi tempat tinggal, tetapi juga ekosistem cerdas yang mendukung kesejahteraan warganya secara menyeluruh.