PARBOABOA, Simalungun – Sidang lanjutan pengadaan saksi atas tuduhan pengrusakan hutan yang melibatkan keturunan Ompu Umbak Siallagan, Sorbatua Siallagan, ditunda mendadak.
Sidang yang seharusnya dilaksanakan pada Rabu (19/06/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Simalungun ini harus batal lantaran kabar duka dari keluarga besar majelis hakim yang menangani kasus tersebut.
Perwakilan PN Simalungun menyampaikan bahwa orang tua (mertua) dari ketua majelis hakim dikabarkan meninggal dunia.
Hal ini secara langsung mempengaruhi kelancaran proses peradilan. Massa aksi dari Masyarakat Adat Desa Dolok Parmonangan yang berkumpul di depan PN Simalungun tampak terkejut dengan berita tersebut.
Sejak pagi, puluhan massa aksi yang terdiri dari Masyarakat Adat Dolok Parmonangan serta Masyarakat Adat Sihaporas menghadiri pengadilan dengan membawa iring-iringan ritual adat.
Mereka memulai dengan menabur bunga di pelataran pengadilan, yang kemudian dilanjutkan dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh tokoh-tokoh masyarakat adat.
Setelahnya, massa aksi manortor, tarian budaya batak, dengan mengitari pelataran pengadilan. Tarian diiringi dengan alat musik tradisional seperti gendang, gong dan sarune.
Masyarakat adat yang hadir langsung menari dan menunjukkan eksistensi bahwa sejatinya mereka adalah masyarakat yang masih berpegang teguh pada adat istiadat.
Bonar Siallagan, salah seorang tokoh adat yang turut memimpin tarian, menyampaikan bahwa kegiatan ini dilakukan sebagai wujud perasaan masyarakat adat, khususnya Dolok Parmonangan.
Mengingat salah seorang tetua adat, lanjut Bonar, mendapatkan diskriminasi keadilan yang dituduh sebagai perusak hutan.
“Tarian ini adalah ekspresi kami untuk menunjukkan bahwa kami tetap memegang teguh adat istiadat kami, di tengah-tengah segala persoalan yang sedang kami hadapi,” ujar Bonar Siallagan kepada PARBOABOA, Rabu (19/06/2024).
“Menabur bunga kami lakukan sebagai bentuk rasa kekecewaan masyarakat bahwa keadilan telah mati di pengadilan ini,” tambahnya.
Namun, ketika kabar meninggalnya orang tua ketua majelis hakim tersiar, suasana menjadi hening.
Pada akhirnya, perwakilan pengadilan memutuskan untuk menunda proses peradilan hingga Senin mendatang, tanpa memberikan pemberitahuan sebelumnya kepada massa aksi yang telah datang dari jauh.
“Masyarakat adat merasa kecewa karena kami sudah menempuh perjalanan selama satu jam untuk hadir di pengadilan hari ini,” ungkap Bonar.
Penasehat Hukum, Nurleli Sihotang menyampaikan bahwa pengadilan ditunda dan akan dijadwalkan kembali pada Senin depan.
Adapun yang menjadi alasan penundaan dikarenakan orang tua (mertua) dari ketua majelis hakim meninggal dunia.
“Kita sebagai masyarakat adat tetap menghargai bahwa ketua majelis sedang berduka,” ujar Nurleli kepada massa aksi.
Sidang lanjutan ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sengketa atas pengelolaan hutan yang dianggap penting bagi keberlangsungan adat dan lingkungan di daerah tersebut.
Meskipun ditunda, harapan untuk mendapatkan kejelasan dalam proses peradilan tetap tinggi di kalangan masyarakat adat yang menanti keputusan dari PN Simalungun.