PARBOABOA, Jakarta - Permasalahan truk over load over dimension (ODOL) masih menjadi sorotan di jalan raya Indonesia.
Keberadaan truk ODOL memiliki beberapa dampak serius, seperti kerusakan infrastruktur jalan dan meningkatnya risiko kecelakaan.
Ade Surya, pakar transportasi sekaligus Kepala Lembaga Pengembangan Transportasi dan Logistik Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti, Jumat (25/10/2024) membenarkan kenyataan ini.
“Selama ini penyelesaian ODOL cenderung mengutamakan aspek keselamatan, tetapi mengabaikan sisi ekonomi. Hal ini membuat masalah ODOL sulit diselesaikan,” ujar Ade.
Menurutnya, perlu diambil jalan tengah dalam menyelesaikan masalah ini. Tantangannya, perbedaan kepentingan antar kementerian membuat solusi semakin kompleks.
Ade menjelaskan bahwa penyelesaian masalah ODOL melibatkan berbagai kementerian. Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, yang berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, lebih fokus pada sisi ekonomi.
Sementara itu, Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR, di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, memprioritaskan keselamatan dan pengelolaan infrastruktur.
"Koordinator antara kedua pihak ini berbeda, sehingga diperlukan keterlibatan Presiden atau lembaga resmi yang ditugaskan untuk menyatukan kepentingan," katanya.
Ade juga menyoroti bahwa penerapan kebijakan Zero ODOL berpotensi meningkatkan biaya logistik. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah truk yang dibutuhkan, sehingga biaya operasional naik dan kemungkinan besar dibebankan kepada konsumen.
"Bagi para pemilik truk atau barang, penggunaan truk Zero ODOL sebenarnya bukanlah kendala. Namun, konsumenlah yang akan terdampak karena harus menanggung kenaikan biaya logistik,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi kenaikan biaya tersebut, Ade menyarankan pemerintah memberikan insentif.
"Pemerintah harus menemukan solusi untuk memastikan biaya logistik tetap terjangkau, sehingga kebijakan ini tidak memicu keresahan di masyarakat," ujarnya.
Lebih jauh, Ade juga mendorong pemerintah untuk mengoptimalkan moda transportasi alternatif seperti kereta api dan tol laut.
Menurutnya, truk hanya ideal untuk jarak pendek hingga 100 kilometer. Untuk jarak lebih jauh, barang seharusnya dipindahkan ke moda transportasi lain yang lebih efisien.
“Pemerintah perlu memikirkan infrastruktur dan integrasi moda transportasi agar perpindahan barang bisa dilakukan dengan baik tanpa menambah biaya logistik,” pungkasnya.
Solusi terhadap masalah ODOL tidak hanya memerlukan koordinasi antar kementerian, tetapi juga kebijakan yang memperhatikan keseimbangan antara efisiensi ekonomi dan keselamatan publik.
Zero ODOL
Zero ODOL adalah kebijakan yang dikeluarkan kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada awal 2023 untuk membatasi dan mencegah penggunaan truk bermuatan lebih.
Dalam upaya mewujudkannya, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan telah melaksanakan berbagai langkah strategis sejak peluncuran Rencana Aksi ODOL Tahun 2017-2023.
Langkah-langkah tersebut meliputi sosialisasi hingga penegakan hukum. Meski demikian, implementasinya menemui berbagai kendala yang kompleks.
Pradhana W. Nariendra (2024) menilai, kendala pertama terkait faktor ekonomi. Normalisasi dimensi dan muatan truk memerlukan investasi waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Selain itu, kebijakan ini berpotensi meningkatkan biaya logistik, yang pada gilirannya dapat menurunkan daya saing nasional dan berdampak negatif pada perekonomian.
Faktor lain adalah soal kebijakan. Ketiadaan dasar hukum yang kokoh menjadi tantangan lain dalam upaya menegakkan aturan ODOL.
Undang-undang yang berlaku saat ini belum secara eksplisit mengatur sanksi bagi pelanggaran ODOL, sehingga kebijakan yang ada belum mampu mengatur publik secara menyeluruh. Hal ini mengurangi efektivitas implementasi Zero ODOL.
Lebih jauh, permasalahan ODOL tidak hanya disebabkan aspek ekonomi dan kebijakan, tetapi juga melibatkan faktor manusia, kendaraan, prasarana, serta regulasi.
Para pengemudi truk, pemilik kendaraan, pemilik barang, dan petugas Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) turut berperan dalam menciptakan dan menangani persoalan ODOL.
Karena itu, Nariendra menyarankan beberapa rekomendasi penting agar kebijakan zero ODOL efektif. Hal-hal tersebut, antara lain terkait
peninjauan ulang kebijakan tata kelola angkutan barang.
Pemerintah, sebutnya, perlu "memperketat pengawasan dengan memberikan sanksi tegas kepada pelanggar ODOL, khususnya pemilik barang."
Selain itu, mereka perlu memberlakukan KIR amnesti untuk kendaraan produksi tahun 2017 ke bawah guna mengatasi masalah kendaraan bekas impor yang tidak sesuai standar.
Pemberian insentif selama proses normalisasi dimensi truk untuk meringankan beban ekonomi para pengusaha truk juga disebut perlu dilakukan untuk mendukung penerapan zero ODOL.
Rekomendasi lain seperti penggelontoran subsidi biaya pembuatan SRUT dan SKRB, pengaturan tarif angkutan barang, penerapan teknologi digital, dan pembinaan SDM sangat penting dilakukan.
Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, kebijakan ini diharapkan mampu membawa dampak positif bagi transportasi dan perekonomian nasional.