PARBOABOA, Jakarta - Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dilanda banjir hebat. Sebanyak 68 rukun tetangga (RT) di 18 kelurahan daratannya tertutup air.
Salah satu warga RT 005 Kampung Dalam Kelurahan Cawang, Jakarta Timur, Yana (41) mengatakan, di tempat tinggalnya banjir mulai terjadi pada Senin (10/10) pukul 4 dini hari. Debit air yang berasal dari Sungai Ciliwung tumpah menggenangi lingkungannya hingga setinggi lantai dua rumahnya.
“Dari jam 4 pagi airnya datang. Barang-barang langsung saya bawa ke lantai dua. Tapi tetap saja kena, jadi saya taruh di atas loteng. Jadi yang di lantai satu itu full air semua. Kalau di lantai dua ada sebetis,” katanya kepada PARBOABOA, Senin, (10/10).
Yana menjelaskan, RT 005 merupakan daerah langganan banjir di setiap tahunnya, karena kondisi tanah yang rendah dan jaraknya dekat dengan Sungai Ciliwung.
“Iya, memang tiap tahun banjir di sini. Apalagi kan ini musim hujan ya. Jadi ini banjir pertama di tahun ini,” jelas Yana.
Air Kiriman
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Isnawa Adji menyebut, ada 68 RT di Jakarta yang terendam banjir, terparah berada di Kelurahan Bidara Cina, dengan tinggi muka airnya mencapai 270 centimeter (cm).
Hujan dengan intensitas ekstrim 168,8 milimeter (mm) perhari di kawasan Bogor sejak, Minggu (09/10) memicu ketinggian muka air di Bendung Katulampa hingga 220 cm (siaga 1/bahaya).
Kondisi ini diikuti kenaikan tinggi muka air di Pos Pantau Depok menjadi 270 cm (Siaga 2/Siaga) pada pukul 21.35 WIB dan Pintu Air Manggarai menjadi 760 cm (siaga 3/waspada) pada Senin (10/10) pukul 05.00 WIB. Beberapa wilayah yang berada di aliran Sungai Ciliwung akhirnya terdampak banjir.
"Di Kelurahan Bidara Cina jumlahnya 15 RT. Ketinggiannya (terendah) 40 centimeter, sampai (yang terdalam) 270 centimeter," kata dia.
3 Remaja Meninggal
BNPB menyebut, tiga remaja sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 19 Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan meninggal dunia pada Kamis, (6/10) karena tertimpa tembok pembatas bangunan yang roboh akibat tidak mampu menahan luapan sungai yang terus naik oleh hujan deras mengguyur wilayah DKI Jakarta sejak pukul 14.00 WIB.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, faktor lain yang diduga menjadi penyebab terjadinya genangan di lokasi kejadian adalah buruknya sistem drainase, menyebabkan air gorong-gorong meluap.
“Di samping itu, posisi sekolah juga berada di dataran rendah yang di sekitarnya terdapat saluran penghubung (PHB) Pinang Kalijati dan di belakang sekolah terdapat aliran sungai,” jelasnya.
Banjir Bukan Lagi Kiriman
BNPB mengingatkan pemerintah daerah dan masyarakat bahwa fenomena banjir yang terjadi di wilayah DKI Jakarta sudah tidak bisa dianggap lagi sebagai banjir kiriman dari hulu.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, hujan lokal dengan intensitas tinggi sudah bisa membuat Ibu Kota banjir, karena dipicu persoalan teknis saluran pembuangan air atau drainase.
Abdul mencontohkan banjir yang bukan disebabkan kiriman air dari hulu ke hilir Jakarta, yakni banjir di kawasan Latuharhari pada 2013 dan di wilayah Halim pada 2020 lalu.
"Kita harus ingat bahwa banjir di Jakarta bukan lagi banjir tradisional yang dulu kita selalu dengar ini banjir kiriman, sekarang sudah tidak seperti itu," kata Abdul menjelaskan secara daring, Senin (10/10).
Kendati demikian, ia menyebut banjir di Ibu Kota di sepanjang Sungai Ciliwung yang terjadi dalam rentang waktu sepekan terakhir akibat peningkatan debit air dari hulu. Sepanjang periode 3-9 Oktober, wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodetabek) dilanda tujuh kejadian bencana banjir.
Paling menjadi sorotan, banjir di Jakarta Selatan yang mengakibatkan tiga jiwa meninggal dan empat orang luka-luka. Sementara banjir di Kota Tangerang Selatan merendam 1.507 rumah dan 13.795 jiwa di antaranya terdampak dan harus mengungsi.
"Jabodetabek sebagai suatu kawasan mungkin sudah bukan metropolitan tapi megapolitan dengan urbanisasi yang begitu cepat dinamikanya. Kita memang harus membuat revolusi atau perubahan signifikan dalam konteks drainase dan infrastruktur ke airan kita," sebutnya.
Abdul juga menyampaikan, Kabupaten Bogor menjadi daerah dengan frekuensi bencana hidrometeorologi paling tinggi di Indonesia, selain Jakarta, Depok dan Bekasi. Dalam rentang 2012-2022, wilayah ini telah mengalami 181 kejadian bencana banjir.
"Frekuensi kejadian banjir di Kabupaten Bogor itu benar-benar agak luar biasa, lebih dari dua kali lipat dari kabupaten/kota lainnya," katanya.
Benahi Sungai Jakarta
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menyebut bahwa banjir yang melanda DKI Jakarta beberapa hari ini merupakan banjir kiriman yang diakibatkan luapan air sungai yg membanjiri permukiman di sekitar bantaran sungai, kemudian banjir lokal, akibat buruknya sistem drainase kota seperti yang terjadi di Jalan TB Simatupang, Fatmawati dan Kemang Raya.
Nirwono mengusulkan agar pemerintah melakukan pembenahan sungai dan merevitalisasi situ, danau, embung dan waduk (SDEW).
“Maka solusinya sdh jelas yakni pembenahan sungai (dikeruk diperdalam diperluas dihijaukan dan direlokasi permukiman warga), didukung dengan revitalisasi situ/danau/embung/waduk (SDEW sbg daerah tangkapan air) dan memperluas RTH baru (sbg daerah resapan air),” jelasnya lewat pesan singkat, Selasa (11/10).
Nirwono juga mengatakan, banjir rob bisa diatasi jika Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta merestorasi kawasan pesisir berupa membebaskan pantai 500 meter ke arah daratan.
“Juga perlu merelokasi permukiman pantai ke rusunawa terdekat dari pantai, serta mereforestasi hutan mangrove sebagai benteng alami meredam banjir rob (mencegah ancaman tenggelam), mencegah abrasi pantai, meredam terjangan tsunami,” ujarnya.
Siaga Cuaca Esktrim
Kepala BNPB, Suharyanto meminta seluruh pemangku kebijakan di daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi cuaca ekstrem, yang diprakirakan masih akan melanda wilayah tanah air sepekan ke depan atau sampai Sabtu (15/10).
Dia menekankan penanggulangan bencana banjir, banjir bandang, angin kencang dan tanah longsor. sudah menjadi standar pelayanan minimum pemerintah daerah dan harus segera melaksanakan apel kesiapsiagaan untuk mengecek kesiapan alat, perangkat dan personil.
Menurut data BNPB, kejadian bencana yang dipicu oleh faktor cuaca seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor mendominasi sejak 1 Januari hingga 9 Oktober 2022. Bencana banjir terjadi sebanyak 1.083 kali peristiwa, cuaca ekstrem 867 dan tanah longsor 483 kejadian.
Selain itu disusul bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebanyak 239 kejadian, gempabumi dan gunungapi 21, gelombang pasang atau abrasi 21 dan kekeringan 4 kejadian.
Akibat dari rentetan bencana tersebut, sebanyak 160 jiwa meninggal dunia, 28 hilang, 790 luka-luka dan 3.193.001 terdampak bencana. Kerugian yang ditimbulkan atas bencana selama 10 bulan ini meliputi 31.170 rumah rusak, 882 fasilitas rusak, 501 fasilitas pendidikan rusak, 306 rumah ibadah rusak, 75 fasilitas kesehatan rusak, 137 kantor rusak dan 137 jembatan rusak.
Lebih mengerucut, Kepala BNPB menerangkan bahwa selama sepekan terakhir, atau tepatnya sejak tanggal 3 sampai 9 Oktober 2022, telah terjadi 66 kejadian bencana hidrometerologi basah yang meliputi 35 kejadian bajir, 16 tanah longsor dan 15 cuaca ekstrem. Dari seluruh kejadian itu, ada sebanya 9 jiwa meninggal dunia, 1 hilang dan 151.156 warga terdampak.
Atas dasar dari seluruh rangkaian bencana tersebut, Kepala BNPB mengingatkan kembali kepada pemerintah daerah agar segera menerbitkan status tanggap darurat apabila terjadi bencana.
"Tanggap darurat ini dilakukan secapat mungkin, agar warga yang tedampak bencana segera dapat terbantu," kata Suharyanto.