PARBOABOA, Jakarta – Sejumlah pemangku kepentingan mulai menggalakan langkah-langkah dalam mengatasi polusi udara di Jabodetabek.
Pasalnya, dampak dari udara buruk ini dapat mengganggu aktivitas hingga kesehatan tubuh manusia. Salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
ISPA itu menjangkit siapa aja, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi tubuh kurang fit.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penderita ISPA telah mengalami peningkatan rata-rata hingga 200.000 kasus per bulannya.
Data ini dihimpun Kemenkes dari laporan petugas layanan di puskesmas maupun rumah sakit di Jabodetabek dalam periode satu bulan terakhir.
Respon cepat pun diambil oleh Kemenkes, yakni dengan membentuk Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara.
Komite tersebut nantinya akan menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) layaknya Kementerian Kesehatan RI.
Tugas itu di antaranya adalah memberikan edukasi kepada masyarakat soal bahayanya polusi udara bagi kesehatan tubuh, dan melakukan upaya pencegahan agar tidak terjaring penyakit akibat udara buruk.
Langkah selanjutnya yaitu dengan memberikan fasilitas kesehatan kepada sejumlah rumah sakit agar dapat menangani pasien yang mengalami pneumonia atau biasa disebut paru-paru basah.
Sebab, polusi udara juga menyumbang terjadinya peningkatan penderita paru-paru basah di Indonesia.
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menyatakan bahwa sebelum pandemi COVID-19, kasus tersebut ada sekitar 50.000 orang. Saat ini kasusnya naik tiga kali lipat menjadi 200.000.
Pneumonia ini dapat menjangkit siapapun, dan yang paling berisiko tinggi terkena adalah anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun serta lansia berusia di atas 65 tahun.
Bahkan, pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada anak-anak di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2019 terdapat sebanyak 740.180 anak-anak meninggal akibat penyakit tersebut.
PM2.5, PM10, dan SO2
Menurut Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara, peningkatan PM2.5, PM10, dan SO2 telah berkontribusi dalam hal meningkatnya kasus ISPA dan Pneumonia di Jakarta.
Particulate Matter (PM2.5) sendiri adalah partikel halus di udara yang ukurannya 2,5 mikron atau lebih kecil dari itu.
Berdasarkan keterangan dari IQAir (air quality index), partikel PM2.5 merupakan ancaman kesehatan terbesar dari seluruh tindakan polusi udara.
Dengan ukurannya yang kecil dan dapat tetap melayang di udara dalam waktu yang lama, PM2.5 bisa diserap jauh ke dalam aliran darah saat terhirup.
Sumber PM2.5 buatan manusia yaitu pembakaran motor, proses industri, pembakaran pembangkit tenaga listrik, asap dari kembang api dan roko, serta pembakaran kayu, kompor maupun perapian lainnya.
PM2.5 yang bersumber alami meliputi asap kebakaran hutan, kotoran, jelagam debu, spora tumbuhan, garam tertiup angin, dan serbuk dari.
Gejala jangka pendek dari PM2.5 adalah iritasi tenggorokan dan saluran udara, kesulitan bernapas, serta batuk.
Dampak apabila terpapar terlalu lama PM2.5 yakni dapat menimbulkan penyakit jantung dan paru-paru, empisema, bronkitis, detak jantung tak beratur, asma dan fkare-up yang lebih intens, serangan jantung tidak fatal, penurunan fungsi paru-paru hingga kematian dini.
Adapun untuk PM10 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron dan bersumber dari asap, debu, maupun kotoran dari jalan yang tidak diaspal.
Jika terpapar PM10 dalam jangka pendek, maka manusia akan mengalami kesulitan bernapas, batuk, iritasi (mata, hidung, tenggorokan), kelelahan, sesak/nyeri dada, dan ketidaknyamanan dalam bernapas.
Sementara itu, apabila terpapar dalam jangka waktu yang panjang, maka dapat menyebabkan kerusakan terhadap jaringan paru-paru, gagal jantung, asma, kanker, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), hasil kelahiran yang merugikan hingga kematian dini.
Sedangkan untuk SO2 (Sulfur Dioksida) merupakan salah satu spesies dari gas-gas oksida sulfur (SOx). Gas ini sangat mudah larut dalam air, memiliki bau tapi tidak berwarna.
SO2 dapat diserap oleh selaput lendir hidung dan saluran pernafasan yang dapat merusak paru-paru.
Dampaknya terhadap lingkungan yakni, selain menyebabkan hujan asam dan membahayakan tanaman, SO2 juga dapat mengurangi jarak pandang karena gas maupun partikel SO2 mampu menyerap cahaya sehingga menimbulkan kabut.
Editor: Maesa