PARBOABOA, Jakarta - Iran melaporkan bahwa Mahsa Amini (22) meninggal dunia bukan akibat siksaan polisi, tetapi karena kegagalan beberapa organ yang disebabkan oleh hipoksia serebral.
"Kematian Mahsa Amini bukan karena serangan di kepala dan organ vital dan anggota badan lainnya," demikian laporan Organisasi Forensik Iran yang dikutip AFP, Jumat (7/10/2022).
"Karena resusitasi jantung-pernapasan yang tidak efektif pada menit-menit kritis pertama, dia menderita hipoksia parah sehingga mengakibatkan kerusakan otak," lanjutnya.
Seperti yang diketahui, warga Iran saat ini tengah berdemo dimana mana guna memprotes kematian Amini yang diduga terjadi akibat tindakan represif pasukan keamanan Iran.
Tak tanggung-tanggung, gelombang protes dan kekerasan diketahui ini telah merenggut 130 nyawa dan sekitar 1.500 lainnya ditangkap.
Meninggalnya Mahsa Amini ini bermula ketika dia bersama keluarga melakukan perjalanan ke Teheran untuk mengunjungi kerabat, Selasa (13/09/2022) lalu.
Saat memasuki pintu masuk Jalan Raya Haqqani, dia malah ditangkap oleh patroli polisi moral. Amini ditangkap karena diduga melanggar aturan hijab. Tak lama kemudian, dia dilarikan ke rumah sakit karena mengalami koma.
Media setempat, Iran International melaporkan bahwa Amini menderita beberapa pukulan di kepala. Pihak keluarga juga mengatakan petugas memukulinya di mobil polisi setelah penangkapan terjadi.
Di sisi lain, polisi malah membantah tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa Amini dibawa ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Padahal, keluarganya mengatakan dia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
“Keadaan yang mengarah pada kematian mencurigakan dalam tahanan wanita muda berusia 22 tahun Mahsa Amini, yang mencakup tuduhan penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya dalam tahanan, harus diselidiki secara pidana," kata kelompok hak asasi manusia, Amnesty International.
Insiden inilah yang kemudian menyulut gelombang aksi demonstrasi di Iran. Para pengunjuk rasa mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh patroli polisi moral Iran.