PARBOABOA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2021.
Dari hasil audit, BPK kemudian memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan DKI Jakarta.
Ini merupakan kelima kalinya DKI Jakarta mendapat opini WTP atas laporan keuangan tahunan sejak tahun 2017-2021, yang merupakan masa kepemimpinan Anies Baswedan.
Sayangnya dibalik hasil WTP tersebut, BPK mengungkap sederet masalah dalam laporan keuangan tersebut.
Temuan BPK tersebut diungkap Kepala Perwakilan BPK DKI Jakarta Dede Sukarjo dalam rapat paripurna penyerahan LHP BPK RI Perwakilan DKI Jakarta di DPRD DKI Jakarta, Selasa (31/5).
Berikut masalah-masalah yang ditemukan BPK dalam laporan keuangan DKI Jakarta:
Yang pertama, dalam laporan keuangan Pemprov DKI 2021, BPK menemukan adanya kelebihan bayar gaji, tunjangan kerja daerah dan TPP sebesar Rp 4,17 miliar.
Kedua, ada juga temuan kelebihan bayar belanja barang dan jasa Rp 3,13 miliar, serta kelebihan pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak sebesar Rp 3,52 miliar.
Ketiga, BPK menemukan permasalahan kekurangan pemenuhan kewajiban koefisien lantai bangunan atau KLB sebesar Rp 2,17 miliar, pencatatan aset ganda atau aset tetap belum ditetapkan statusnya.
Kemudian BPK mengungkap adanya 3.110 bidang tanah yang belum bersertifikat serta pemanfaatan aset tetap oleh pihak ketiga tidak didukung dengan perjanjian kerja sama.
Selanjutnya, BPK juga mengungkap lemahnya pendataan, penetapan, serta pemungutan pajak daerah, yang menyebabkan pajak daerah yang diterima DKI Jakarta menjadi berkurang.
Dalam hal ini ada 303 wajib pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan (BPHTB) yang telah selesai melakukan balik nama sertifikat kepemilikan tanah atau bangunan.
Namun BPHTB-nya kurang ditetapkan sebesar Rp141,63 miliar. Hal tersebut terjadi karena pengesahan atau validasi bukti pembayaran BPHTB dilakukan sebelum proses verifikasi dan validasi perhitungan ketetapan BPHTB.
Sedangkan dari hasil pemeriksaan laporan hasil kinerja upaya penanggulangan kemiskinan tahun 2021, kinerja atas efektivitas pengelolaan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) Tahun Anggaran 2021 serta ikhtisar pemerintahan daerah 2021, BPK mencatat keberhasilan DKI Jakarta mendukung penyelenggaraan program wajib belajar 12 tahun.
Namun, BPK menemukan jumlah dana KJP plus dan KJMU masih mengendap di rekening penampungan sebesar Rp 82,97 miliar, serta mengendap di rekening penerima akibat gagal salur sebesar Rp 112,29 miliar.
Sehingga BPK merekomendasikan supaya Pemprov DKI segera memindahbukukan dana yang terdapat di rekening penampungan ke rekening kas daerah. Hal ini dilakukan demi menghindari permasalahan dalam penggunaan rekening kas dan rekening penampungan yang tak memiliki dasar hukum.
Atas temuan-temuan tersebut, BPK meminta Pemprov DKI Jakarta memberikan penjelasan maksimal 60 hari setelah laporan diterima.