PARBOABOA, Medan – Hamas akhirnya sepakat dengan perjanjian gencatan senjata yang ditawarkan Qatar dan Mesir sebagai negara yang memediasi konfliknya dengan Israel. Keputusan ini membuat warga Palestina di Gaza menyambut gembira.
Inti dari kesepakatan itu adalah jeda pertempuran selama beberapa pekan dan pembebasan sejumlah sandera yang ditahan oleh Hamas.
Wakil Pemimpin Hamas di Gaza mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa persyaratan gencatan senjata yang disetujui mencakup pertukaran tahanan Israel-Palestina dalam tiga tahap.
Pertama, mencakup periode gencatan senjata selama 42 hari. Hamas akan membebaskan 33 sandera sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina dari beberapa penjara Israel.
Kesepakatan ini juga akan melibatkan penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza. Hal ini akan memungkinkan warga Palestina untuk bergerak bebas dari selatan ke utara.
Kedua, melibatkan periode gencatan senjata selama 42 hari. “Ketenangan berkelanjutan” akan dipulihkan di Gaza dan pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya.
Hamas juga akan membebaskan tentara cadangan Israel dan beberapa tentara yang disandera sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina dari penjara.
Ketiga, pertukaran jenazah akan selesai dan dimulainya rekonstruksi sesuai dengan rencana yang diawasi oleh Qatar, Mesir dan PBB. Hal ini juga akan mengakhiri blokade penuh jalur Gaza.
Dilansir dari Associated Press, Rabu (08/05/2024) perjanjian yang disepakati oleh Hamas itu tidak sesuai dengan keinginan Israel. Oleh karena itu, Israel tetap melanjutkan misinya melakukan serangan di Rafah pada Senin (06/05/2024) waktu setempat.
Israel Defence Forces (IDF) mengatakan serangan yang dilakukan menargetkan Hamas di Rafah Timur. Tank-tank Israel terlihat menuju Rafah pada rute yang sangat dekat dengan perbatasan Gaza dan Mesir.
Walaupun serangan terus dilakukan di Rafah, namun Israel mengaku pihaknya berencana mengirimkan perwakilan untuk mendiskusikan perjanjian gencatan senjata lebih lanjut.
Meskipun Israel mengatakan bahwa perjanjian yang telah disepakati Hamas sebelumnya masih jauh dari apa yang diinginkan Israel.
Saat ini, perbatasan antara Palestina dan Mesir yaitu Rafah ditutup setelah tank Israel masuk ke wilayah selatan Palestina itu pada Selasa (07/05/2024).
Wael Abu Omar, Juru Bicara Otoritas Umum Perbatasan dan Penyeberangan Mesir mengatakan dampak dari penutupan tersebut adalah pengiriman bantuan ke Gaza terpaksa dihentikan.
Dari laporan yang diterima, tank Israel mulai memasuki Rafah, kota di selatan jalur Gaza Palestina itu pada Selasa dini hari.
Dikutip dari BBC News, seiring dengan serangan yang masih berlanjut di Rafah, IDF telah meminta warga Palestina meninggalkan kota itu.
Juru Bicara IDF, Daniel Hargari mengatakan, pihaknya telah mengimbau kepada warga yang tinggal di wilayah tertentu melalui berbagai cara seperti radio, media, internet dan selebaran di Rafah timur untuk pergi dari tempat itu.
Israel juga telah mendesak sekitar 100 ribu orang di bagian timur Rafah, yaitu bagian selatan Gaza untuk pindah ke wilayah kemanusiaan yang diperluas di wilayah al-Mawasi dan Khan Younis yang berada sekitar 10 km ke utara Rafah.
Israel menggambarkan aksi mereka sebagai evakuasi warga sipil “terbatas dan sementara.” Saat ini populasi Rafah bertambah menjadi 1,4 juta orang. Hal ini dikarenakan banyaknya warga Gaza yang mencari perlindungan di sana.
Sementara itu, pengungsi Palestina di Rafah, Abu Ahmed mempertanyakan perintah evakuasi Israel. Menurutnya, Rafah adalah daerah paling aman bagi ia dan keluarganya.
“Sebelumnya mereka memberitahu kami bahwa ini adalah daerah yang aman. Sekarang mereka menyuruh kami keluar dari Rafah. Kemana orang-orang akan pergi? Haruskah mereka pergi ke laut?” ungkapnya.
“Saat ini hujan deras dan kami tak tahu harus pergi ke mana. Saya sekarang harus mencari tahu kemana saya bisa membawa keluarga saya,” tambahnya.
Pengungsi Palestina lainnya, Aminah Adwan mengatakan ia mendapatkan perintah evakuasi di pagi hari. Ketika hujan deras turun dan menggenangi tendanya.
“Kami bangun di pagi hari dan mendapati hujan deras. Kami tergenang dalam hujan. Kami juga mendapat berita yang jauh lebih buruk, seruan untuk mengevakuasi Rafah,” ujarnya.
Diketahui, agresi Israel di Jalur Gaza sampai saat ini telah menewaskan lebih dari 34.700 orang. Mayoritas korban dari agresi ini adalah anak-anak dan perempuan.