PARBOABOA, Jakarta - Dua faksi politik utama di Palestina, Hamas dan Fatah, telah sepakat untuk menandatangani perjanjian rekonsiliasi demi mengakhiri persaingan politik yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Negosiasi ini berakhir pada Selasa, 23 Juli 2024, di Cina.
Menurut laporan dari CCTV, media nasional yang terafiliasi dengan pemerintah China, Deklarasi Beijing ditandatangani dalam upacara penutupan dialog rekonsiliasi yang berlangsung di Beijing dari 21 hingga 23 Juli 2024.
Hamas dan Fatah pertama kali bertemu di Beijing pada bulan April untuk membahas upaya rekonsiliasi guna mengakhiri persaingan politik selama 17 tahun terakhir.
Pejabat senior Hamas, Hussam Badran, menyatakan bahwa poin terpenting dari Deklarasi Beijing adalah pembentukan pemerintahan persatuan nasional Palestina untuk mengelola urusan Palestina.
Badran memuji upaya signifikan Cina dalam menjadi tuan rumah perundingan dan mencapai deklarasi tersebut.
Deklarasi ini, menurut Badran, datang pada saat yang penting karena rakyat Palestina menghadapi perang genosida, terutama di Jalur Gaza.
Ia menyebut perjanjian ini sebagai langkah positif menuju tercapainya persatuan nasional Palestina.
Hal ini, sambungnya, menciptakan penghalang yang kuat terhadap semua intervensi regional dan internasional.
Intervensi tersebut berusaha memaksakan kenyataan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat dalam mengelola urusan Palestina pasca perang.
Badran juga menyebut bahwa pemerintah persatuan nasional akan mengelola urusan warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat, mengawasi rekonstruksi, dan mempersiapkan kondisi untuk pemilihan umum.
Ini adalah posisi Hamas, yang telah mereka serukan dan usulkan sejak minggu-minggu pertama pertempuran.
Hal ini juga, menunjukkan keseriusan Cina dalam meningkatkan advokasi untuk Palestina di forum-forum internasional dalam beberapa bulan terakhir.
Cina terus menyerukan konferensi perdamaian Israel-Palestina yang lebih besar dan jadwal khusus untuk melaksanakan solusi dua negara.
Fatah
Menurut laman Aljazeera, Fatah adalah singkatan dari Harakat-al-Tahir al-Filistiniya, yang dalam bahasa Arab berarti Gerakan Pembebasan Nasional Palestina. Kata "Fatah" sendiri berarti "menaklukan".
Gerakan sekuler ini didirikan di Kuwait pada akhir 1950-an oleh diaspora warga Palestina setelah peristiwa Nakba pada tahun 1948, yang mengakibatkan pembersihan etnis Palestina oleh gerakan Zionis dengan tujuan menciptakan negara modern Yahudi di Palestina.
Fatah didirikan oleh beberapa tokoh, termasuk mendiang presiden Otoritas Palestina Yasser Arafat, serta para pembantunya Khalil al-Wazir, Salah Khalaf, dan Mahmoud Abbas.
Di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, dan setelah Perang Arab-Israel pada tahun 1967, Fatah menjadi partai dominan dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang terdiri dari banyak partai politik Palestina.
PLO didirikan pada tahun 1964 untuk memperjuangkan pembebasan Palestina, dan kini berfungsi sebagai wakil resmi rakyat Palestina di PBB.
Fatah awalnya merupakan gerakan bersenjata. Namun, setelah diusir dari Yordania dan Lebanon pada tahun 1970-an dan 1980-an, gerakan ini mengalami perubahan mendasar, memilih untuk bernegosiasi dengan Israel.
Pada tahun 1990-an, PLO yang dipimpin oleh Fatah secara resmi meninggalkan perlawanan bersenjata dan mendukung Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB.
Resolusi ini menyerukan pembentukan negara Palestina di perbatasan tahun 1967 (Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza), berdampingan dengan negara Israel.
Hamas
Sementara itu, Hamas adalah kependekan dari Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah, yang berarti Gerakan Perlawanan Islam.
Kata "Hamas" berarti semangat.
Gerakan ini didirikan di Gaza pada tahun 1987 oleh Imam Sheikh Ahmed Yasin dan ajudannya Abdul Aziz al-Rantissi tak lama setelah dimulainya Intifada pertama, yaitu pemberontakan Palestina melawan pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Awalnya, Hamas adalah cabang dari Ikhwanul Muslimin di Mesir dan kemudian membentuk sayap militer, Brigade Izz al-Din al-Qassam, untuk melakukan perjuangan bersenjata melawan Israel dengan tujuan membebaskan Palestina.
Selain itu, mereka juga memberikan program kesejahteraan sosial kepada warga Palestina yang menjadi korban pendudukan Israel.
Hamas mendefinisikan dirinya sebagai gerakan pembebasan dan perlawanan nasional Islam Palestina, dengan menjadikan Islam sebagai kerangka acuannya.
Kedua partai, Hamas dan Fatah, memiliki tujuan yang sama, yaitu membangun negara Palestina di wilayah yang diduduki Israel pada tahun 1967, yaitu Yerusalem Timur, Jalur Gaza, dan Tepi Barat.
Namun, dalam mencapai tujuan tersebut, keduanya memiliki pendekatan yang berbeda. Hamas menggunakan perlawanan bersenjata, sementara Fatah memilih jalur negosiasi.