PARBOABOA, Jakarta - Polemik penolakan uji formil Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 yang diajukan sejumlah serikat buruh oleh Mahkamah Konstitusi terus bergulir.
Salah satunya datang dari Presiden Partai Buruh, Said Iqbal yang menyoroti inkonsistensi para Hakim MK dalam memberikan putusannya.
Menurutnya, putusan sidang pada 2 Oktober 2023 seakan menganulir keputusan MK No.91/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Hakim MK juga diibaratkan telah menjilat ludahnya sendiri, karena mengubah putusannya sendiri menjadi konstitusional. Ini berarti Hakim MK inkonsisten," katanya saat dihubungi PARBOABOA, Kamis (5/10/2023).
Said Iqbal menegaskan, Partai Buruh akan melayangkan gugatan uji materil, pascauji formil UU Cipta Kerja ditolak.
Dengan pengajuan uji materil, maka yang akan menggugat adalah serikat dan organisasi yang ada dalam Partai Buruh.
Di antaranya 4 konfederasi, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea (AGN), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
"Serta 60 federasi serikat buruh tingkat nasional, serikat petani, serikat nelayan, perempuan, pemuda, mahasiswa, disabilitas dan lainnya," kata Said Iqbal.
Uji materil yang akan dilakukan Partai Buruh, kata Said Iqbal, dilakukan dengan membedah pasal demi pasal, yang menjadi persoalan bagi para buruh, petani dan kelas pekerja lainnya.
Iqbal menyebut, dalam klaster ketenagakerjaan, ada 9 poin yang akan dibedah. Yaitu terkait upah minimum yang kembali pada konsep upah murah, outsourcing seumur hidup, kontrak kerja yang berulang-ulang, pesangon murah, PHK yang dipermudah, pengaturan jam kerja dan pengaturan cuti, Tenaga Kerja Asing (TKA) unskill worker yang dapat bekerja dahulu sembari menunggu administrasi yang dapat mempersempit lapangan kerja bagi pekerja dalam negeri.
"Dan dihapusnya beberapa sanksi pidana yang sebelumnya tercantum dalam UU No.13/2003," kata Said Iqbal.
Untuk petani, kata Said Iqbal, ada klaster terkait impor pangan yang dipermudah sebab larangan impor di musim panen dihapus, pembentukan bank tanah untuk kepentingan investasi dan pembangunan yang mendistorsi pelaksanaan reforma agraria di Indonesia.
"Kemudian lahirnya hak pengelolaan untuk memfasilitasi izin usaha bagi perusahaan/korporasi, konversi lahan pangan ke non-pangan dengan dalih pembangunan/kepentingan umum, dll," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Partai Buruh juga menyerukan seluruh buruh di Indonesia untuk bersama turun ke jalan demi menuntut keadilan.
Aksi ini, lanjut Iqbal, akan terus dilakukan sampai dimenangkannya 2 tuntutan utama, yakni cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan naikkan upah minimum 15% di Tahun 2024.
"Aksi akan dipindahkan ke daerah-daerah, mulai Selasa, 10 Oktober 2023, dilakukan setiap hari dan berganti-gantian, di 38 provinsi, dan 300 kabupaten/kota industri. Sampai kapan, sampai kita menang, karena ini sudah memasuki tahun politik, kalau perlu kita akan melakukan aksi sampai Pemilu," imbuh Said Iqbal.
Selain Partai Buruh, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) juga tengah menyiapkan mogok nasional, merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Ketua Umum KASBI, Sunarno, MK sudah menjadi bagian dari rezim oligarki.
"MK telah melakukan skandal, melakukan penetapan Undang-Undang Cipta Kerja yang merugikan masyarakat kecil," katanya saat dihubungi PARBOABOA, Selasa (03/10/2023).
Dalam aksi mogok nasional ini, kata Sunarno, KASBI akan berkolaborasi lintas sektor dengan organisasi buruh lain, gerakan masyarakat sipil dan mahasiswa.
Kolaborasi penting agar UU Cipta Kerja tidak diberlakukan di Indonesia.
“Yang terakhir itu masyarakat adat di Rempang. Ya, mereka itu sebenarnya terdampak dari pemberlakuan UU Ciptaker dan mereka yang paling menonjol karena ada perlawanan kelompok masyarakat," jelas Sunarno.
KASBI, lanjut dia, akan mendorong konsolidasi lebih matang antarkaum buruh.
"Makanya kami mengingatkan teman-teman buruh di berbagai sektor untuk melakukan konsolidasi. Kita meminta dukungan untuk menjalankan pemogokan nasional," imbuh Sunarno.
Senin (2/10/2023), Mahkamah Konstitusi menolak lima gugatan uji formil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang diajukan sejumlah serikat pekerja.
Dengan ditolaknya gugatan uji formil tersebut, MK menyatakan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 yang disahkan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja 'tetap memiliki kekuatan hukum mengikat', yang artinya Undang-Undang ini tetap berlaku.
Kelima gugatan uji formil itu mempermasalahkan proses pembuatan Undang-Undang 6 tahun 2023 yang dinilai cacat formil dan tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dari sembilan hakim yang memutus perkara ini, empat hakim yang memiliki pendapat berbeda, keempat hakim itu yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo.
PARBOABOA pun berupaya menghubungi Hakim Wahiduddin Adams melalui sambungan telepon untuk memitai keterangan lebih lanjut. Namun hingga berita ini diterbitkan, tidak ada respons dari yang bersangkutan.
Editor: Kurniati