PARBOABOA, Jakarta - Eks Ketua Hakim Konstitusi, Anwar Usman kembali dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Advokat Perekat Nusantara Kamis, (23/11/2023).
Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara, Petrus Salestinus mengatakan, dasar pelaporan itu karena Anwar dinilai bermanuver dengan memfitnah Mahkamah Konstitusi (MK) dan hakim-hakim konstitusi lainnya.
Menurut Petrus, hal itu dilakukan Anwar Usman pasca dikeluarkannya putusan MKMK No.2/MKMK/L/10/2023 yang berisi pemberhentian dirinya dari Ketua MK.
"Pasca diberhentikan dari jabatan Ketua MK Anwar Usman terus melakukan manuver murahan yang semakin merusak marwah MK di mata publik," kata Petrus dalam keterangan tertulisnya kepada PARBOABOA, Jumat (24/11/2023).
Petrus bilang, "padahal Anwar Usman seharusnya tahu bahwa pasca Putusan MK No.90/PUU-XXI/ 2023, tanggal 16/11/2023, telah menyebabkan marwah MK berada di titik nadir kehancuran".
Lebih memprihatinkan, kata Petrus, Anwar melakukan sejumlah manuver di saat kolega-koleganya di MK, termasuk ia sendiri sedang memperbaiki citra lembaga yang telah rusak di mata publik akibat putusan kontroversial pengujian batas usia capres-cawapres.
Menurut Petrus, manuver itu ia lakukan dengan menebar 17 pernyataan sikap tanpa dasar dan keberatan atas pelantikan Ketua MK yang baru.
Dalam temuan TPDI dan Advokat Perekat Nusantara, terang Petrus, sehari setelah pembacaan putusan MKMK, tepatnya pada tanggal 8 November 2023, Anwar mengemukakan 17 butir pernyataan sikap tersebut.
17 pernyataan sikap itu isinya tidak saja sebagai bentuk pembelaan dirinya, tetapi juga sekaligus mendiskreditkan para mantan Ketua MK dan seluruh hakim konstitusi sejak kepemimpinan Jimly Asahiddiqie sampai dengan kepemimpinan Arief Hidayat.
Keperibadaian Ganda
Petrus Salestinus juga mengatakan, keputusan Anwar Usman untuk menolak jabatan yang hilang dan keberatan terhadap kepemimpinan Ketua MK Suhartoyo menimbulkan pertanyaan.
Meskipun Anwar sebelumnya berdalil bahwa jabatan itu hanya milik Allah SWT, namun saat yang bersamaan, ia ngotot menentang legitimasi Suhartoyo yang dipilih oleh 8 Hakim Konstitusi.
"Terlihat seperti mengalami 'kepribadian ganda' yang membuat sikapnya berubah-ubah, labil, dan cenderung tidak rasional," kata Petrus.
Selain berkepribadian ganda, Petrus menilai Anwar Usman tidak konsisten. Contoh nyata dari inkonsistensi Anwar kata Petrus terlihat pada 7 November 2023, saat MKMK membacakan Putusan Pemberhentian dirinya dari jabatan Ketua MK.
Seharusnya, sejak saat itu ia mengajukan banding dengan meminta disiapkan MK Banding. Namun Petrus berkata, "Anwar justru lebih memilih untuk mengumbar aib MK dan memfitnah koleganya melalui apa yang disebut Trial By The Press".
Atas dasar itulah TPDI dan Advokat Perekat Nusantara melaporkan kembali Anwar Usman ke MKMK. Mereka mendesak agar Anwar dinonaktifkan sementara hingga putusan MKMK definitif diberikan.
Anwar Usman dinilai melakukan pelanggaran kode etik dan pelanggaran perilaku hakim konstitusi yang terdiri dari pelanggaran terhadap beberapa prinsip berikut:
Pertama, independensi. TPDI dan Advokat Perekat Nusantara menilai, independensi menjadi landasan utama untuk memastikan keberlanjutan sistem peradilan yang adil dan bebas dari intervensi pihak luar, sehingga cita negara hukum tetap terjaga.
Kedua, ketakberpihakan. ketakberpihakan menjadi aspek krusial yang harus dimiliki oleh hakim konstitusi.
TPDI dan Avokat perekat Nusantara menilai, "Hakim konstitusi harus menunjukkan perilaku yang adil, baik di dalam maupun di luar pengadilan, guna menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat".
Sikap netral dan tidak berpihak pada pihak tertentu menjadi landasan untuk memastikan keadilan dalam setiap putusan yang diambil.
Ketiga, integritas. TPDI dan Advokat Perekat Nusantara juga menilai, integritas menjadi fondasi sikap batin hakim konstitusi. Mereka diharapkan mencerminkan keutuhan dan kesimbangan kepribadian baik sebagai individu maupun sebagai pejabat negara.
Kempat, kepantasan dan kesopanan. TPDI dan Advokat Perekat Nusantara mengatakan, kepantasan dan kesopanan menjadi nilai tambah yang harus dijunjung tinggi oleh hakim konstitusi.
Mereka harus menghindari perilaku dan citra yang tidak pantas dalam segala kegiatan, serta bersedia menerima pembatasan pribadi yang mungkin diperlukan demi martabat MK.
Kelima, Kesetaraan. TPDI dan Advokat Perekat Nusantara menekankan kesetaraan menjadi landasan perilaku hakim konstitusi. Mereka diharapkan menjamin perlakuan yang sama terhadap semua individu berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mereka meyakini, "prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum, tanpa memandang latar belakang atau status sosial".
Editor: Rian