PARBOABOA, Jakarta - Sebuah gedung berlantai tiga milik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) beralamat di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (07/04/2024) dilahap 'si jago merah'.
Menurut keterangan saksi bernama Wasiatun, kejadian berlangsung sekitar pukul 22.00 WIB. Mulanya, ia mendengar dentuman bunyi pendingin ruangan diikuti percikan api dari lantai dua ruangan.
Api kemudian merambat ke lantai tiga dan empat. Petugas damkar baru tiba di lokasi lima belas menit kemudian. Enam mobil pemadam kebakaran diturunkan untuk memadamkan api.
Dalam peristiwa itu, demikian ungkap Ketua YLBHI Muhammad Isnur, Senin (08/04/2024), ada empat ruangan yang terbakar, antara lain ruang tata usaha, ruang diskusi, ruang peneliti, dan ruangan Ketua YLBHI.
Seorang petugas damkar atas nama Samsul Triatmoko juga meninggal dunia. Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta Satriadi Gunawan mengkonfirmasi, Samsul meninggal dunia pasca menjalankan tugas.
Saat itu, ia bersama para petugas damkar tengah beristirahat di area gedung. Secara tiba-tiba, ia jatuh ke tanah. Dalam perjalanan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), nyawa Samsul tak tertolong. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di atas mobil ambulance.
Pihak LBH-YLBHI turut menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya salah seorang petugas damkar tersebut. Belasungkawa serupa disampaikan oleh Satgas Gulkarmat melalui unggahan di akun Instagram @humasjakfire.
Momentum Peringatan
Peristiwa naas terbakarnya gedung LBH-YLBHI bukan hanya sebuah fenomena kecelakaan biasa.
Ketua Lembaga Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI), Baldunius Ventura menyebutkan, kebakaran itu merupakan momentum peringatan akan gerakan koalisi masyarakat sipil.
"Saya justru melihat peristiwa kemarin (red: kebakaran) sebagai suatu refleksi soal gerakan masyarakat sipil saat ini. Masih solidkah gerakan itu? Atau sudah mati?" kata Ventura kepada PARBOABOA, Selasa (09/04/2024).
Menurut Ventura, selama satu dekade terakhir, gerakan masyarakat sipil tidak terkonsolidasi dengan baik. Semua orang seperti berjalan sendiri-sendiri. Kepentingan parsial diutamakan, sementara urusan publik disepelekan.
"Kita seperti tidak memiliki sense bersama untuk fokus ke satu isu. Masing-masing orang seperti berjuang untuk kepentingan mereka sendiri," ungkap Ventura.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Kanjuruhan Malang itu menyinggung, kasus-kasus yang melibatkan masyarakat adat masih menjadi tugas sekelompok orang di daerah. Sementara masyarakat dari daerah lain tampak abai.
Baginya, tugas kritik seharusnya menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Organisasi masyarakat sipil (NGO) dan civitas academica harus bahu-membahu dalam membangun soliditas dan gerakan bersama.
Potret mengenai keterpisahan gerakan masyarakat sipil tampak jelas dalam sejumlah kasus. Terakhir, kasus mengenai pemakzulan Jokowi masih menjadi tugas sekelompok civitas academica.
Masyarakat sipil yang terkooptasi kepentingan pemerintah merasa abai dengan tanggung jawab untuk menyuarakan kebenaran.
Ia mengharapkan, masyarakat sipil dan seluruh civitas academica harus bersatu untuk membangun kekuatan dalam melawan hegemoni pemerintah yang oligarkis.
Peristiwa kebakaran gedung LBH-YLBHI, demikian singgung Ventura, seharusnya menjadi alarm pengingat matinya soliditas dan kebersatuan seluruh elemen masyarakat.
"Peristiwa kemarin (red: kebakaran) harus membangkitkan aktivisme masyarakat sipil. Mereka harus lebih waspada dan tetap kritis dalam menyuarakan kebenaran dan keadilan. Masa depan rakyat hari ini ada di tangan mereka," tutup Ventura.
Menoreh Kerja LBH-YLBHI
LBH-YLBHI adalah sebuah lembaga yang bertugas memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang mengharapkan keadilan. Dua lembaga ini dibentuk berdasarkan amanat UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum.
Keberadaan LBH-YLBHI memberikan dukungan yang sangat besar bagi masyarakat untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang adil, demokratis dan patuh pada HAM.
Namun demikian, menurut Isnur, kedua lembaga ini menghadapi tantangan serius dari kaum oligarki. Kerja keadilan mendapat hambatan karena pemerintah cenderung berdiri sebagai aktor di balik sejumlah kasus yang terjadi.
Salah satu kasus yang berhasil ditangani oleh LBH-YLBHI adalah kasus “Lord Luhut” yang menyeret nama Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti (Fatiah-Haris), Senin (21/03/2022).
Keduanya dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan.
Setelah diusut, hakim akhirnya memvonis bebas kedua tersangka. Kuasa hukum dan perwakilan LBH-YLBHI, Isnur mengungkapkan, tuntutan agar kliennya segera ditahan tersebut tidak benar.
Perjuangan lain juga tampak dalam advokasi terhadap kasus yang menyeret nama Daniel Fritz. Diketahui, Fritz adalah seorang Aktivis Lingkungan Hidup yang giat menyuarakan kerusakan lingkungan di Karimunjawa akibat konservasi laut untuk kebutuhan tambak udang.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jepara, Kamis (04/04/2024), hakim memutus Fritz bersalah dan divonis 7 bulan penjara. Ia dijerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 27 ayat 3 tentang ujaran kebencian terhadap suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).
Selain dua kasus di atas, ada pula kasus lain yang melibatkan kerja advokasi LBH-YLBHI. Kehadiran dua lembaga bantuan hukum ini memberi pengaruh signifikan bagi terciptanya keadilan dan tegaknya nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Editor: Defri Ngo