PARBOABOA - Awal tahun 2022 KPK telah melakukan 4 operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 3 kepala daerah dan 1 hakim. Sejumlah orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Namun yang menjadi sorotan yakni peristiwa usai penangkapan Bupati Langkat, Sumatera Utara. Masyarakat kabupaten Langkat dihebohkan dengan temuan penjara manusia, disinyalir sebagai perbudakan modern yang dilakukan oleh kepala daerah mereka.
Usai terkena OTT KPK, berbagai fakta terkait temuan kerangkeng atau penjara manusia ini pun terungkap.
Penemuan ini bermula saat lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant Care, mengungkap bahwa sang bupati turut terlibat dalam praktik perbudakan modern. Migrant Care menyebut kerangkeng manusia itu terletak di bagian belakang rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.
Rumah yang digeledah KPK tersebut berlokasi di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Usai temuan tersebut, Migrant Care melaporkan semua hasil temuan mereka ke Komnas HAM pada Senin, 24 Januari 2022.
40 orang pernah ditahan
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, mengungkapkan setidaknya lebih dari 40 orang pernah ditahan di penjara milik Terbit Rencana Peranginangin, tepatnya sebanyak 48 orang namun sebagian sudah dipulangkan sehingga tersisa 30 orang saja.
Kerangkeng tersebut terdiri atas dua sel besar yang dilengkapi dengan gembok.
"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ungkap Anis, Senin (24/1/2022).
Ia juga menjelaskan bahwa para tahanan tersebut dipekerjakan di lahan sawit, bekerja selama 10 jam mulai dari jam 08.00 hingga 18.00 tanpa digaji. Selain itu, para tahanan juga sering mendapatkan perlakuan yang tak mengenakkan.
“Para pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya, sering menerima penyiksaan, dipukuli sampai lembam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka,” ujar Anis Hidayah.
Setelah bekerja, para tahanan langsung dimasukkan ke dalam kerangkeng dan tidak memiliki akses kemana-mana. Selain itu, para tahanan juga hanya mendapatkan 2 kali makan sehari.
Beroperasi 10 tahun lebih
Usut punya usut, penjara manusia tersebut didirikan dan dimiliki oleh Terbit Rencana Peranginangin dengan dalih sebagai tempat pembinaan bagi pecandu narkotika.
Faktanya, penjara tersebut tak memiliki izin dan telah beroperasi lebih dari 10 tahun.
Saat pertama kali ditemukan aparat, terdapat 4 orang yang masih terkurung di dalam kerangkeng tersebut. Ketakutan tampak menghiasi wajah mereka.
Di dalam kerangkeng, terdapat meja lebar yang digunakan sebagai tempat duduk. Selain itu, tampak pula pakaian dan handuk yang menggantung di langit-langit kerangkeng.
Kerangkeng tersebut dilengkapi 10 ventilasi udara. Di bagian luar, terdapat sebuah papan pengumuman yang tertempel di dinding. Pengumuman tersebut berisi jadwal dan waktu bertamu.
Merespon temuan kerangkeng tersebut, Terbit mengklaim telah bekerja sama dengan puskesmas setempat dan dinas kabupaten.
Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak menilai niat yang dilakukan Terbit itu baik, apabila melakukan langkah tersebut secara resmi.
"Hal ini saya dorong, sebenarnya niatnya baik, tetapi harus difasilitasi untuk secara resmi melakukan rehabilitasi tersebut. Itu gambaran hasil pemeriksaan kita, ini masih terus kita dorong, BNNP untuk bisa memfasilitasi itu. Teman-teman sudah berkoordinasi kemarin kepada BNNP supaya diajak, dibina. Yang begini harus terus, kita tahu teman-teman Sumut tempat nomor 1, dan ini jadi concern kita," kata Panca.
Mengutip wawancara ekslusif bersama Bupati Langkat dalam kanal Youtube Info Langkat, Terbit Rencana Peranginangin menyebutkan telah mengeluarkan kurang lebih 2000 hingga 3000 orang dalam jangka 10 tahun.
"Kurang lebih, pasien yang telah kami bina itu kurang lebih 2 ribu sampai 3 ribu orang lah, yang sudah keluar dari sini," ucap Terbit.
Motif Bupati Langkat membuat kerangkeng manusia
Kasus keberadaan kerangkeng manusia di pekarangan rumah Bupati nonaktif Langkat saat ini tengah ditangani Mabes Polri.
Menurut Brigjen Ahmad Ramadhan, kerangkeng itu dimaksudkan sebagai panti rehabilitasi pecandu narkoba dan dipakai untuk menampung rejama-remaja nakal yang ada di sekitar daerah Langkat.
Selain itu, mayoritas orang yang menghuni kerangkeng diserahkan sendiri oleh keluarganya. Pihak keluarga menganggap jika fasilitas milik sang bupati tersebut dapat membina anak mereka dari kenakalan dan narkotika.
Terlebih, sang bupati sangat disegani oleh warga Langkat perihal statusnya sebagai pengurus Ormas Pemuda Pancasila sekaligus aktif di Golkar.
Terbit Rencana mengakui jika dirinya menyuruh para berandalan yang ada di kerangkeng untuk bekerja di ladang sawit miliknya tanpa diupah. Ia berdalih pekerjaan tersebut dimaksudkan agar para remaja nakal ini memiliki keahlian dalam bekerja saat keluar dari rehab.
Terpisah, Migrant Care selaku LSM yang turut memantau dan melaporkan sang Bupati ke Komnas HAM, beranggapan jika dalih Bupati nonaktif Langkat membina para pecandu narkoba tidak bisa dibenarkan.
Hal itu karena puluhan orang diduga dipaksa untuk menjadi buruh, namun tak mendapatkan hak yang semestinya. Selain itu, pihak Migrant Care juga mendorong Komnas HAM untuk menyelidiki dugaan potensi pelanggaran HAM yang terjadi di kerangkeng tersebut.
Tak adanya penganiayaan
Beredarnya sebuah video yang memperlihatkan kondisi orang-orang dalam kerangkeng manusia tersebut sontak membuat warganet kesal dan geram. Pasalnya, terlihat seorang pemuda yang mukanya lebam dan terluka di bagian sebelah kanan wajah.
Berbagai pihak berspekulasi jika para tahanan tersebut disiksa. Sayangnya, anggapan tersebut dibantah oleh pihak kepolisian.
Kapolda Sumatera Utara, Irjen Panca Putra memastikan bahwa orang-orang yang direhab di rumah Terbit itu tidak mengalami tindak kekerasan. Luka yang diterima pemuda yang terlihat dalam video tersebut diperoleh akibat perlawanan saat direhab.
"Tidak ada. Luka-luka itu saya tanya ini terus berproses, kita akan dalami terus. Kemarin itu saya tanya, masalahnya apa kok bisa agak memar-memar itu, saya tanya sama anggota di lapangan. Itu akibat dari, karena biasanya dia melawan. Kemarin itu melawan seperti itu dan dia baru masuk dua hari. Kita akan terus dalami. Yang saya liat ada memar, ini sedang kita periksa. Dan orangnya nggak sadar juga, sudah kita periksa itu masih tes urinenya positif," ujar Panca.
Polisi diminta mengusut tuntas
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi mendesak polisi mengusut tuntas peristiwa kerangkeng manusia tersebut.
Menurut Edy, jika kerangkeng digunakan untuk menghukum orang, maka itu adalah perbuatan yang salah. Edy menyebut jika kerangkeng di penjara baru bisa digunakan untuk orang-orang yang terbukti bersalah.
"Kalau itu untuk menghakimi orang, kan nggak boleh itu. Penjara saja sebelum keputusan hakim inkrah nggak boleh menahan orang dalam kerangkeng, itu yang sah, apalagi rumah begini ada kerangkeng," ucapnya.
Menyikapi tuntutan tersebut, tim gabungan kepolisan bersama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) setempat saat ini sedang mendalami kasus tersebut.
Temuan Sejumlah Satwa Langka
Selain memiliki kerangkeng manusia, rumah Terbit Rencana Perangin-angin juga terdapat satwa langka yang dilindungi negara.
Hal itu ditemukan saat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara mendapat informasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menggeledah rumah Bupati nonaktif Langkat tersebut.
Satwa yang ditemukan yakni seekor Orang Utan berusia 15 tahun di dalam kerangkeng, Burung Jalak Bali, Burung Rangkong dan hewan lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, pihak BBKSDA pun menyita satwa tersebut karena masuk dalam kategori hewan yang dilindungi.