PARBOABOA, Jakarta – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, setuju untuk mengizinkan Swedia menjadi anggota NATO.
Hal ini diumumkan pada Senin, (23/10/2023) malam waktu setempat setelah Erdogan melakukan negosiasi tertutup dengan Ketua NATO, Jens Stoltenberg, dan pemimpin negara Swedia.
Dilansir dari Aljazeera, dalam negosiasi itu, terdapat sejumlah hal yang membuat Erdogan berubah sikap.
Hal pertama yakni, Erdogan meminta Swedia untuk menjadi anggota kelompok bersenjata terlarang Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah ditetapkan sebagai “organisasi teroris” oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Permintaan itu pun disetujui oleh NATO dan Swedia yang akan menunjuk seorang asisten sekretaris jenderal untuk mengatasi upaya pemberantasan tersebut.
Kemudian, perubahan sikap Erdogan turut dipengaruhi oleh perizinan dari Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang membiarkan Turki membeli 40 jet tempur F-16 baru dan peralatan yang lebih modern.
Selain itu, Erdogan juga menerima jaminan dari Swedia untuk membantu menghidupkan kembali upaya Turki agar bergabung dengan Uni Eropa (UE).
Oleh karena itu, Erdogan pun menyatakan akan mengajukan undang-undang tentang usulan parlemen Swedia di NATO ke Turki.
Menanganggapi kabar baik ini, Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, mengaku berharap negaranya benar-benar dapat menjadi anggota NATO.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengatakan dirinya menantikan pemungutan suara yang cepat di parlemen Turki.
Penolakan Turki terhadap Swedia
Setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 lalu, Finlandia dan Swedia meninggalkan status non-blok yang telah lama mereka miliki dan berkeinginan untuk bergabung ke NATO pada Mei 2022.
Permintaan keanggotaan Finlandia pun disetujui oleh semua anggota, termasuk Turki dan telah resmi bergabung dengan NATO pada April 2023 lalu.
Namun, berbeda dengan Finlandia, upaya Swedia untuk menjadi anggota NATO justru ditolak oleh Turki dan Hongaria.
Penolakan ini terjadi karena Erdogan menilai Swedia terlalu lunak dalam mengatasi PKK dan kelompok lainnya yang menganggap Turki sebagai ancaman keamanan bagi negaranya.
Selain itu, Turki juga merah atas tindakan warga Swedia yang melakukan pembakaran terhadap Al-Qur'an beberapa waktu lalu.
Kementerian Luar Negeri, (Kemlu) Turki menyebut peristiwa itu sebagai serangan tercela dan dengan tegas meminta Swedia untuk mencegah kejahatan rasial tersebut.
Kemudian, pada bulan Juli 2023, Mahkamah Agung Swedia turut menolak permintaan Turki untuk mengekstradisi dua pria yang menjadi anggota gerakan ulama Muslim Fethullah Gulen dan bertanggung jawab atas upaya kudeta pada tahun 2016 lalu.
Editor: Maesa