PARBOABOA, Jakarta – International Monetary Fund (IMF) menyebutkan bahwa ekonomi global berpotensi mengalami kerugian US$4 trilliun atau setara Rp6.100 triliun hingga 2026 imbas dari resesi.
Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva mengatakan bahwa keadaan perekonomian global akan menjadi lebih buruk di masa depan.
"Ketidakpastian yang tetap sangat tinggi setelah perang Rusia vs Ukraina dan pandemi Covid-19. Ini memperingatkan mungkin ada lebih banyak guncangan ekonomi," ujarnya di Washington DC, Amerika Serikat seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (10/10).
Kristalina mengatakan, hal tersebut menjelang pertemuan tahunan IMF yang akan berlangsung pada minggu ini. Dimana, para menteri keuangan dan gubernur bank berkumpul di ibu kota Amerika Serikat (AS) untuk mencari solusi tantangan ekonomi global.
IMF memprediksi, negara-negara yang menyumbang sekitar sepertiga dari ekonomi global bakal mengalami setidaknya dua kuartal berturut-tutut kontraksi tahun ini dan tahun depan.
“Bahkan ketika pertumbuhan positif, itu akan terasa seperti resesi karena pendapatan riil menyusut dan harga naik,” tambah Kristalina.
Sejauh ini, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya 3,2 persen pada 2022 dan 2,9 persen pada 2023. Kristalina mengatakan, perkiraan terakhir akan diumumkan pada minggu depan.
Kemudian, Kritalina juga meminta kepada para pembuat kebijakan untuk tetap berada di jalur demi menurunkan tekanan inflasi sebagai sarana untuk menstabilkan ekonomi.
“Meskipun menyakitkan, ini adalah hal yang benar untuk dilakukan. Bahkan jika ekonomi melambat sebagai hasilnya,” ucapnya.
IMF pun menyadari, otoritas moneter dunia saat ini dalam masa persimpangan. Pasalnya, ketidaktepatan kebijakan bank sentral dalam merespons indeks harga konsumen (IHK) makin berisiko menggerus ekonomi lebih dalam dan bersifat lebih panjang.
Namun begitu, pengetatan kebijakan moneter terlalu agresif dan cepat juga dapat mendorong banyak ekonomi dalam resesi yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, diperlukan penyatuian kebijakan yang tepat.
“Prioritasnya adalah menerapkan langkah-langkah fiskal sementara yang menargetkan rumah tangga berpenghasilan rendah, sambil mendukung pasar negara berkembang,” tutupnya.