PARBOABOA, Jakarta - Debat pertama untuk pemilihan presiden (Pilpres) pada Rabu (12/12/2023) dinilai belum cukup membahas substansi, alias lebih banyak saling kritik bersifat personal.
Seperti diketahui debat pertama tersebut yaitu terkait dengan Pemerintahan, Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik dan Kerumunan Warga.
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, menilai bahwa tiga pasangan capres dinilai lebih banyak menjawab pertanyaan debat dengan yang menyerang kekurangan kinerja masing-masing.
Selain itu, respons tiga capres juga dinilai jauh dari jawaban bersifat gagasan atau strategi secara komprehensif.
"Secara umum semua punya titik kelebihan dan punya kelemahan masing-masing, tapi secara umum ya debatnya kurang substansif, jadi yang diperdebatkan itu masalah-masalah keseharian saja, isu-isu yang selama ini muncul, tidak berdebat secara substantif,” katanya kepada PARBOABOA, Rabu (13/12/2023).
Misalnya kata Ujang, debat terkait pemberantasan korupsi, termasuk penegakan hukum, HAM, hingga pemerintahan sejatinya mendebatkan ke arah visi-misi masa depan.
“Misalnya mau berbuat apa, strateginya seperti apa, dan anggarannya berapa, hasilnya berapa, mestinya seperti itu, tapi yang terjadi, ya perdebatan umum saja, belum mengarah pada substansi,” tuturnya.
Debat pertama menurut Ujang semestinya menjadi hal penting bagi tiga pasangan capres untuk lebih menguasai tentang materi yang dibahas.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga semestinya memformulasikan debat capres dengan menyediakan podium, alias tidak mempersilakan tiga pasangan capres berdiri dan berdebat.
“Saya mengkritik KPU maksudnya formatnya ya harusnya pakai podiumlah, lalu juga pembawaannya juga berdiri yakan seolah-olah capresnya dihakimi oleh moderator, jadi terkesan debat yang seadanya, belum substantif,” tandasnya.
Diwarnai dengan Sindiran Personal
Seperti halnya capres urutan nomor 1 Anies Baswedan sempat menyinggung tentang fenomena Orang Dalam “Ordal” yang dianggapnya cukup menganggu tatanan dan meritokrasi.
Fenomena ordal kata dia terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti pendaftaran sekolah, pembelian tiket konser, dan lainnya.
Kondisi itu juga membuat meritokrasi kemudian tidak berjalan dengan baik dan mengakibatkan hilangnya etika.
Contohnya kata Anies, guru-guru di suatu tempat mengalami pengangkatan berdasarkan ordal. Menurutnya, tanpa adanya ordal, seseorang tidak bisa diangkat menjadi guru.
Pernyataan Anies tersebut kemudian mendapatkan bantahan dari capres urutan nomo 2 Prabowo Subianto, bahwa tidak ada kaitannya dengan posisi pasangannya, dan putusan Mahkamah Konstitusi juga sudah tidak bisa diubah.
Tidak hanya itu, Prabowo juga merespons Anies dengan serangan pernyataan yang mengingatkan jabatan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta pada enam tahun yang lalu.
Hal itu bermula ketika Anies menyebut saat ini rakyat tidak percaya dengan demokrasi di Indonesia, karena ruang kebebasan berbicara yang mulai sempit.
Prabowo kemudian merespons bahwa apa yang disampaikan Anies cukup berlebihan. Anies juga disinggung terkait jabatan sebagai Gubernur DKI jakarta karena Prabowo yang mengusungnya.
“Saya yang usung Bapak,” papar Prabowo.
Serangan debat terhadap ditujukan Prabowo dengan menyinggung bahwa tidak mungkin Anies menjadi Gubernur DKI Jakarta jika Presiden Joko Widodo seorang diktator.
Seperti diketahui bahwa pada saat itu, Gerindra merupakan oposisi yang melawan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari PDI-P.
“Kalau Jokowi diktator tidak mungkin jadi Gubernur, saya waktu itu oposisi mas Anies, anda ke rumah saya, anda oposisi anda terpilih,” tuturnya.
Anies pun menanggapi bahwa Prabowo tidak kuat menjadi sosok oposisi pemerintah Jokowi. Kondisi itu bagi Anies menganggap Prabowo yang tidak nyaman berada pada kekuasaan.
“Seperti disampaikan Pak Prabowo, Pak Prabowo tidak tahan menjadi oposisi,” papar Anies.
Tidak hanya itu, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo juga menyinggung Prabowo terkait kebijakan pupuk untuk petani di Jawa Tengah.
Prabowo sebelumnya mengklaim telah menampung keluhan para petani akan langkanya pupuk, dan mendapatkan informasi bahwa petani dipersulit akibat kebijakan Ganjar ketika menjabat sebagai gubernur.
Ganjar kemudian menyindir balik Prabowo dan mengatakan bahwa Prabowo justru selama dua periode pernah menjadi ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Bahkan Ganjar juga menekankan bahwa kelangkaan pupuk tidak hanya terjadi di Jawa Tengah, melainkan wilayah lain seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga Kalimantan Timur.
Ganjar juga membela diri bahwa saat kelangkaan pupuk, ia langsung menghubungi Wakil Presiden Maruf Amin.
“Pak Wapres, please, kasih tambahan, kalau tidak, tidak cukup dan ini terjadi di seluruh Indonesia, ini yang mesti kita kerjakan nanti,” papar Ganjar.
Diketahui debat berlangsung di Kantor KPU, Jakarta Pusat. Debat berlangsung sejak pukul 19.00. KPU juga menunjuk 11 panelis yang berlatarbelakang dari akademisi dari sejumlah perguruan tinggi Indonesia.
Dua moderator berlatarbelakang sebagai jurnalis juga memandu acara tersebut, yakni Ardianto Wijaya dan Valerina Dahniel.