PARBOABOA, Jakarta - Kratom atau Mitragyna speciosa, tanaman asli Asia Tenggara, sedang menjadi sorotan publik akhir-akhir ini.
Perhatian ini dipicu oleh wacana potensinya untuk dimasukkan ke dalam kategori narkotika.
Bahkan isu ini dibahas secara khusus oleh Presiden Jokowi bersama sejumlah Menteri di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis (20/06/2024).
Kepala Staf Presiden Moeldoko mengungkapkan bahwa pembahasan tersebut mencakup tiga aspek utama, yaitu penggolongan, tata kelola, dan tata niaga tanaman ini.
"Ini sangat dinantikan oleh masyarakat," ujarnya di Jakarta.
Keputusan Bersama
Presiden Jokowi, kata Moeldoko, telah memerintahkan agar dilakukan riset lebih lanjut terhadap tanaman ini.
Moeldoko menambahkan, Kementerian Kesehatan, BRIN, dan BPOM diminta untuk melanjutkan riset ini dengan target penyelesaiannya pada Agustus 2024.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyarankan agar kratom tetap tidak digunakan secara luas oleh masyarakat selama periode riset, sesuai instruksi Jokowi, kecuali untuk kepentingan penelitian.
Komisaris BNN, Jenderal Marthinus Hukom menjelaskan bahwa kratom dapat memiliki efek samping berbahaya, terutama pada dosis tinggi.
Hingga saat ini, budi daya dan konsumsi kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika, sehingga BNN mengusulkan dilakukannya penelitian teknis lebih lanjut.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan akan ada pembatasan dalam penggunaan kratom sebagai obat di dalam negeri.
Aturan mengenai hal ini akan diatur oleh Kementerian Kesehatan bersama BPOM.
Di sisi lain, Kementerian Perdagangan akan mengatur tata niaga kratom, termasuk untuk ekspor.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa ekspor harus dilakukan oleh eksportir yang terdaftar, untuk menjaga standar mutu.
Pada kesempatan berbeda, Kementerian Pertanian mengakui masih menunggu regulasi tata kelola kratom agar proses budi daya dan produksi dapat diawasi dengan baik.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman optimis bahwa dengan regulasi yang jelas, budi daya kratom dapat berkembang pesat, mengingat potensi ekonominya yang besar.
Ia menambahkan, sebagai tanaman yang potensial untuk ekspor, terutama ke Amerika Serikat, regulasi yang tepat diharapkan dapat memastikan bahwa kualitas dan kuantitas kratom dapat terjamin.
Selain itu, sambungnya, dapat memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi masyarakat Indonesia.
Kratom Kategori Narkoba
Menurut WebMD, tanaman kratom menghasilkan daun yang mengandung mitragynine, senyawa yang memiliki efek mirip opioid seperti morfin, yang menyebabkan sifat psikoaktif.
Sementara menurut BNN yang merujuk pada United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), kratom telah diklasifikasikan sebagai New Psychoactive Substance (NPS) sejak 2013.
BNN merekomendasikan agar kratom dimasukkan ke dalam golongan narkotika golongan 1.
Efek untuk Kesehatan
Daun kratom mengandung berbagai jenis senyawa alkaloid yang memiliki potensi untuk tujuan pengobatan, seperti 7-hydroxymitragynine, speciogynine, dan paynantheine.
Senyawa 7-hydroxymitragynine dan speciogynine dikenal memiliki efek analgesik atau pereda rasa sakit.
Di lain sisi, paynantheine memiliki kemampuan untuk menghilangkan rasa nyeri.
Menurut laman WebMD, masyarakat Asia Tenggara telah lama menggunakan tanaman kratom sebagai obat tradisional untuk mengatasi beberapa masalah seperti kelelahan, nyeri, diare, dan kram otot.
Meskipun memiliki manfaat, penggunaan daun kratom juga dapat menyebabkan berbagai efek samping yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan.
Dilansir dari laman resmi BNN, efek samping kratom meliputi:
Infeksi Salmonella
Pada tahun 2018, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS mencatat 28 kasus infeksi salmonella yang terhubung dengan penggunaan daun kratom.
Salmonella adalah bakteri yang dapat menular melalui makanan atau minuman dan menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
Pada periode yang sama, Food and Drug Administration (FDA) AS melaporkan 35 kasus kematian yang terkait dengan konsumsi daun kratom yang terkontaminasi salmonella.
Korban menggunakan kratom dalam bentuk bubuk, teh, atau pil.
Efek Kecanduan
Kandungan mitragynine dalam kratom dapat menyebabkan ketergantungan jika dikonsumsi dalam jumlah besar.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya potensi penyalahgunaannya sebagai narkoba.
Pemakaian kratom dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gejala putus obat (withdrawal symptoms) saat penggunaan dihentikan.
Di antaranya, agitasi, agresi, mual, muntah, gemetar, diare, nyeri otot atau sendi, hipotermia, keringat berlebihan, gemetar, dan depresi.
Editor: Norben Syukur