PARBOABOA, Medan – Media sosial dinilai bisa berdampak baik dan buruk bagi citra tubuh. Yang penting adalah bagaimana menggunakannya.
Penggunaan media sosial seharusnya dilakukan secara sadar dan strategis. Media sosial dapat mempengaruhi citra tubuh, kadang menjadi lebih baik tapi bisa juga sebaliknya.
Dilansir dari laman Healthline, Jumat (17/05/2024), meskipun beberapa konten media sosial dapat melanggengkan citra tubuh yang negatif. Akan tetapi konten lainnya dapat meningkatkan citra tubuh yang positif dan mendorong pola pikir yang lebih sehat.
Pengalaman media sosial pribadi ditentukan oleh jenis konten yang dikonsumsi dan akun yang diikuti. Sebuah penelitian mengamati dampak media sosial terhadap laki-laki minoritas seksual.
Ditemukan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan media sosial dan tanda-tanda citra tubuh negatif. Termasuk ketidakpuasan terhadap tubuh dan gejala gangguan makan.
Hal ini berlaku terutama bagi pria yang menggunakan platform media sosial yang berfokus pada gambar seperti Instagram.
Sebuah artikel yang dipublikasi pada tahun 2023 menemukan bahwa penggunaan media sosial adalah “faktor risiko yang masuk akal untuk berkembangnya gangguan makan.”
Berikut ini adalah beberapa cara media sosial berdampak negatif pada citra tubuh. Salah satunya adalah perundungan siber.
Seperti halnya bentuk penindasan lainnya. Penindasan dalam dunia maya dapat menargetkan penampilan seseorang dan menurunkan harga diri serta citra tubuh.
Meskipun penindasan dapat terjadi di luar media sosial. Namun, penindasan di dunia maya bisa menjadi sangat sulit untuk ditangani.
Misalnya, pelaku intimidasi dapat beroperasi secara anonim. Media sosial membuat korban lebih ‘mudah diakses’ oleh para pelaku intimidasi sepanjang hari.
Selain itu, ada standar kecantikan yang tidak realistis di dunia maya. Filter dan alat pengeditan memang menyenangkan untuk dimainkan. Akan tetapi, seringkali pengguna media sosial lupa bahwa banyak foto yang dilihat di media sosial telah diedit.
Selain itu, orang cenderung mengunggah foto mereka yang paling menarik dan positif secara online. Jarang yang mengunggah penampilan sehari-hari yang kelihatan biasa-biasa saja.
Terkadang, kita tergoda untuk membandingkan penampilan sehari-hari dengan selfie orang lain yang telah diedit dan di filter.
Dibandingkan dengan foto mereka yang “sempurna”, apa yang disebut sebagai kekurangan mungkin lebih terlihat jelas.
Hal ini dapat membuat kita merasa tidak cukup menarik atau cukup “sempurna” dibandingkan teman-teman yang ada di media sosial.
Budaya membandingkan diri di media sosial. Ditambah fakta bahwa media sosial bukanlah gambaran akurat kehidupan sehari-hari setiap orang dapat membuat kita menjadi rendah diri.
Sebuah studi pada tahun 2021 menemukan hubungan antara seberapa sering orang membandingkan penampilan mereka dengan orang lain di media sosial dengan ketidakpuasan terhadap tubuh secara keseluruhan.
Salah satu hal yang membuat citra diri buruk adalah mengidealkan kebiasaan berbahaya. Konten media sosial terkadang secara terang-terangan dapat mendorong rendahnya harga diri.
Sebuah studi pada tahun 2022 tentang TikTok dan budaya diet menemukan bahwa konten TikTok populer seringkali mempromosikan kebiasaan makan yang tidak teratur di kalangan pemirsanya.
Konten ini menampilkan tipe tubuh yang lebih kurus sebagai sesuatu yang ideal dan mempermainkan rasa tidak aman pemirsa terhadap tubuh mereka.
Studi tersebut menemukan bahwa remaja cenderung melihat konten yang mempromosikan gangguan makan dalam waktu delapan menit setelah membuat akun baru. Konten ini mempunyai konsekuensi serius di dunia nyata.
Sebuah studi tahun 2024 mencatat bahwa “penipisan” atau “kekurangan keringat” kemungkinan besar menyebabkan citra tubuh yang buruk dan gangguan makan. Terutama pada kaum muda yang rentan terhadap perilaku tersebut.
Sementara itu, pada saat yang sama media sosial memiliki beberapa aspek positif. Bahkan, dalam beberapa hal dapat mempengaruhi citra tubuh secara positif.
Media sosial bisa menjadi cara yang bagus untuk terhubung dengan orang lain dan mencari dukungan. Misalnya, pengguna media sosial dapat menemukan kelompok dukungan online.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara bergabung dengan forum yang memiliki dampak positif pada hidup. Dapatkan dorongan dan nasihat, terkadang tanpa menyebutkan nama.
Temukan sumber daya dan saluran bantuan kesehatan mental. Aspek-aspek media sosial ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan dukungan. Baik permasalahannya berkaitan dengan citra tubuh atau tidak.
Media sosial juga memungkinkan hampir semua orang menjadi pembuat konten tanpa harus memenuhi standar kecantikan tertentu untuk menjadi model.
Hal ini memudahkan orang untuk mengikuti kelompok yang beragam secara online. Seperti orang dari berbagai ukuran, ras, kemampuan, jenis kelamin dan latar belakang. Bukan hanya mereka yang memenuhi standar kecantikan utama.
Melihat orang-orang yang mirip dengan kita, menikmati dan merayakan tubuhnya dapat membantu kita merasa lebih nyaman melakukan hal yang sama.
Sebuah studi pada tahun 2021 menemukan bahwa dampak media sosial yang positif terhadap citra tubuh wanita.
Ditemukan bahwa melihat konten yang positif tentang tubuh meningkatkan citra diri. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa media sosial yang positif terhadap tubuh dapat meningkatkan citra tubuh.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membina hubungan yang lebih sehat dengan media sosial dan dengan tubuh kita.
Algoritma media sosial mengirimkan konten sesuai keinginan kita jika menurut mereka kita akan melihatnya dan terlibat dengannya dalam waktu yang cukup lama.
Jadi, terlibatlah dengan konten yang kita sukai. Bukan hanya clickbait yang akan membuat kita marah saat melihatnya.
Kita juga mungkin akan merasa terbantu jika mencari konten positif yang mendorong penerimaan terhadap tubuh, perawatan diri dan inklusivitas. Jika kita mencari konten ini, maka konten serupa kemungkinan besar akan memenuhi feed layar kita.
Demikian pula, tidak apa-apa untuk menyembunyikan atau memblokir konten yang membuat kita merasa buruk terhadap tubuh dan penampilan.
Jangan ragu untuk berhenti mengikuti orang yang membuat kita merasa tidak cukup baik. Meskipun mereka tidak bermaksud demikian.
Ingatlah, bahwa orang-orang biasanya mengunggah hal-hal positif dan menarik di media sosial seperti highlight reel.
Meskipun kita tergoda untuk membandingkan hari kerja biasa dengan kisah di Instagram teman SMA kita. Ingatkan diri sendiri bahwa kita sedang membandingkan apel dan jeruk.
Melatih rasa syukur juga bisa bermanfaat. Begitu kita mulai menghitung kebahagiaan diri sendiri mungkin kita bisa mendapatkan perspektif yang lebih sehat.
Mengurangi penggunaan media sosial juga dapat meningkatkan citra tubuh. Sebuah penelitian baru-baru ini terhadap 220 siswa berusia 17 dan 25 tahun menemukan bahwa peserta yang mengurangi setengah penggunaan media sosial selama beberapa minggu mengalami peningkatan kepercayaan diri.
Namun hal ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Penggunaan media sosial yang kompulsif memang nyata, dan scrolling bisa menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan.
Beberapa hal yang dapat dicoba dalam rangka membatasi waktu penggunaan media sosial di antaranya adalah menghapus aplikasi media sosial yang umum digunakan dari ponsel.
Bisa juga dengan menyimpan ponsel di ruangan lain saat berada di tempat tidur untuk menghindari pengguliran yang tidak disengaja sebelum waktu tidur dan saat bangun.
Langkah lain adalah dengan mematikan notifikasi di media sosial. Usahakan melakukan aktivitas pribadi yang menyenangkan dan tidak melibatkan penggunaan ponsel. Misalnya bertemu dengan teman, berolahraga, berkebun atau berenang.
Editor: Fika