PARBOABOA, Pematangsiantar - Para buruh di Sri Lanka melakukan mogok kerja pada Jumat (6/5/2022) sebagai buntut dari krisis ekonomi yang tengah melanda negeri itu.
Krisis memicu gelombang demonstrasi di seantero negeri. Ini merupakan krisis terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Pedemo juga menuntut Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mundur dari jabatannya.
Satu hari sebelumnya, demo besar dari kalangan mahasiswa juga kembali digelar. Peserta aksi sampai-sampai menerobos barikade. Kerusuhan terjadi, polisi lalu menembakkan gas air mata.
Polisi terus menembakkan gas air mata bahkan saat massa sudah membubarkan diri. Tembakan itu mengenai toko-toko di dekat Taman Diyatha, Uyana.
Demonstrasi sebetulnya pecah sejak Maret lalu. Namun, presiden dan keluarganya di jajaran pemerintahan menegaskan tak akan mengundurkan diri.
Demonstrasi semakin besar usai salah satu demonstran bernama Chamida Lakshan tewas akibat ditembak polisi pada pertengahan April lalu. Pelaku penembakan disebut-sebut sudah ditangkap.
Sri Lanka tengah menghadapi krisis ekonomi. Krisis itu diperburuk dengan pandemi Covid-19. Mereka kehilangan pendapatan dari penutupan sektor pariwisata.
Negara Asia Selatan itu semakin terpuruk karena inflasinya tinggi, harga makanan melonjak, defisit yang berakibat pada pemadaman listrik selama beberapa pekan, kekurangan obat-obatan hingga bahan bakar.
Menteri Keuangan Sri Lanka Ali Sabry menyebut krisis di negara itu kemungkinan akan berlangsung selama dua tahun.
"Kami tak akan bisa menyelesaikan krisis ini dalam dua tahun, tetapi tindakan yang kami ambil hari ini akan menentukan berapa lama lagi masalah ini akan berlarut-larut," kata Sabry dikutip AFP.
Sabry menilai Sri Lanka hanya punya cadangan devisa kurang dari US$50 juta (sekitar Rp722 miliar) yang bisa digunakan membiayai barang-barang penting.
Untuk mengurangi krisis, pemerintah kemudian meminta bantuan ke Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Namun, Sabry menilai langkah itu terlambat.
Kini, negosiasi dengan IMF sedang berlangsung. Namun, kepala bank sentral Sri Lanka mengatakan bantuan apapun dari pemberi pinjaman tinggal beberapa bulan lagi.
Untuk menambah pendapatan negara, kata Sabry, pemerintah akan segera mengungkap anggaran baru dan menaikkan pajak. "Adalah kesalahan bersejarah mengurangi pajak secara tajam pada 2019," ucap Sabry.