PARBOABPA, Jakarta - Sepekan lagi, pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pilpres 2024 akan dibuka.
Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo hingga kini belum juga mendeklarasikan cawapres.
Sementara Anies Baswedan diketahui sudah memiliki cawapres sebagai pendampingnya, yakni Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Publik lagi-lagi dibikin penasaran. Sejumlah nama cawapres memang sudah mencuat sejak beberapa bulan lalu. Namun, rupanya masih tertahan di kantong kedua poros koalisi.
Prabowo Subianto sebelumnya mengakui, dirinya dan ketua umum partai koalisi akan menentukan sosok cawapres di hari-hari terakhir jelang KPU RI membuka pendaftaran capres-cawapres pada 19 Oktober 2023.
Ketua Umum Partai Gerindra itu berdalih masih menunggu Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan atas gugatan batas usia minimum capres-cawapres yang akan dibacakan pada Senin (16/10/2023).
Ganjar Pranowo pun demikian, secara lebih diplomatis menerangkan bahwa akan menunggu waktu yang tepat untuk mendeklarasikan sosok cawapres.
Meskipun belum seacara terbuka membongkar nama cawapres, eks Gubernur Jawa Tengah itu mengakui jika nama cawapres pendampingnya tersebut sudah beredar di media.
Kalkulasi politik yang matang, setidaknya menjadi salah satu alasan mengapa nama cawapres Prabowo dan Ganjar belum juga dideklarasikan hingga saat ini.
Apalagi, dari sisi elektabilitas, Prabowo dan Ganjar bermain di angka yang relatif tinggi dengan selisih yang cukup tipis.
Artinya, pemilihan cawapres yang tepat dengan pertimbangan yang komprehensif tentu sangat diperlukan, karena akan memberikan efek positif membantu mendongkrak elektabilitas keduanya.
Namun, di sisi lain, posisi Jokowi juga kerap disorot sebagai faktor kunci yang menentukan cawapres kedua koalisi, baik dari Koalisi PDIP maupun Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Pada September lalu, misalnya, wakil ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo, Benny Rhamdani mengatakan, Jokowi akan ikut berperan dalam menentukan sosok cawapres pendamping Ganjar Pranowo.
Pada saat yang sama, Prabowo Subianto juga merapat ke Jokowi untuk mendiskusikan sosok cawapres yang bakal mendampinginya pada Pilpres mendatang.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, sempat menyinggung bahwa diskusi ini penting karena Prabowo akan membawa misi untuk melanjutkan program-program yang telah dicanangkan Jokowi.
Secara sepintas, publik bisa melihat bahwa kedua sosok ini sebetulnya sedang berada di bawah bayang-bayang Jokowi, sekaligus mengincar dukungan politik mantan Wali Kota Solo itu.
Pengamat politik, Jeirry Sumampow membaca situasi ini dalam konteks keberadaan Jokowi yang mempunyai track record yang baik di mata publik saat ini.
Rilis survei yang dikeluarkan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Juli 2023 lalu terkait tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi sebesar 81,9%, setidaknya mengafirmasi hal ini.
Karena itu, membangun komunikasi politik dengan Jokowi, kata Jeirry, adalah sesuatu yang perlu dilakukan oleh kedua capres untuk meraih simpati publik.
"Presiden Jokowi ini punya positioning yang baik di mata publik sekarang," kata Jeirry kepada PARBOABOA, Kamis (12/10/2023).
Di sisi lain, kata dia, serangkaian endorsemen yang dilakukan Jokowi ke Prabowo dan Ganjar beberapa waktu belakangan juga hendak menegaskan bahwa Jokowi menaruh harapan politik kepada kedua sosok ini.
Menurut Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) itu, jika salah satu diantaranya menang dalam Pilpres 2024, maka akan menentukan keberadaan Jokowi selepas menjabat sebagai Presiden.
Jokowi, kata dia, "sedang membangun legasinya, bagaimana IKN, kalau tidak diteruskan, kan sayang. Mungkin Presiden Jokowi punya kepentingan itu."
"Kalau saya melihat endorsmen Jokowi selama 3-4 bulan terakhir ini, sebetulnya sudah kelihatan. Dengan Prabowo dia oke, dengan Ganjar dia oke. Itu artinya apa, kalau saya menganalisis Presiden Jokowi ingin salah satu dari mereka ini yang menang, dan mungkin dua orang inilah yang paling bisa meneruskan legasinya," papar Jeirry.
Dalam analisisnya, Jokowi tidak mungkin mengendorse Anies Baswedan karena terhalang persoalan politik di masa lalu. Keduanya juga punya haluan politik berbeda yang sepertinya tak mudah untuk disatukan.
"Karena dengan Anies saya kira dia uda tutup buku. Mungkin berkaitan dengan Pilkada DKI yang lalu. Sehingga yang di-endorse ini dua orang ini," ungkapnya.
Jeirry tak menampik, endorsmen Jokowi sangat berpengaruh signifikan terhadap elektablitas Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
"Itu dibuktikan ketika dia lebih banyak sama-sama dengan Prabowo, Prabowo naik, dan ketika dia mulai endorse Ganjar lagi, Ganjar naik lagi," kata Jeirry.
Ia juga menyinggung Ganjar Pranowo yang tidak cukup memiliki kekuatan untuk menentukan sosok cawapres.
"Ganjar sebagai calon presidennya PDIP dan koalisinya sebetulnya tidak terlalu kuat posisinya dalam rangka menentukam siapa wakil atau kebijakan-kebijakan dalam rangka pencapresan.
Hal ini, kata Jeirry, tidak terlepas dari silang kepentingan di internal PDIP, baik dari Megawati sendiri sebagai ketua umum maupun dari Jokowi sebagai salah satu kader yang diperhitungkan.
"Di kubu PDIP juga ada Jokowi, yang bisa saja kepentingannya beda dengan Bu Mega dan PDIP," katanya.
Sementara di sisi lain, Prabowo Subianto memiliki power untuk menentukan cawapres karena posisinya sebagai ketua partai.
"Karena itu di sini yang leading kubu Prabowo, jauh lebih pasti untuk komunikasi politiknya," ungkap Jeirry.