PARBOABOA, Jakarta - Puluhan pabrik tekstil di Indonesia dikabarkan tutup, beberapa waktu terakhir.
Berdasarkan data Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), sebanyak 31 perusahaan tekstil dilaporkan tutup dan 21 perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian.
Di antaranya PT Dupantex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills dan PT Sai Apparel di Jawa Tengah, serta PT Alenatex di Jawa Barat.
Penutupan sejumlah pabrik tekstil ini membuat belasan ribu buruh atau pekerja di-PHK.
Menurut Pengamat Ekonomi, Faisal Basri, tutupnya sejumlah pabrik tekstil ini, diduga karena dua hal, yaitu:
1. Keterbatasan Biaya untuk Tingkatkan Teknologi
Ekonom senior, Faisal Basri menyebut, perusahaan industri tekstil besar di Indonesia, terutama Jawa Barat tidak mau lagi merestrukturisasi mesin-mesin mereka.
Sebabnya, pembelian mesin memerlukan biaya yang cukup mahal. Belum lagi pajak pertambahan nilai (PPN) dan bunga tinggi yang dibebankan kepada mereka.
2. Masuknya Barang Impor Murah
Industri tekstil Indonesia tengah diserbu barang impor murah, terutama yang berasal dari China.
Kondisi ini menyebabkan pesanan yang masuk ke sejumlah pabrik tekstil di Indonesia terus menurun.
Ditambah lagi banyaknya penyeludupan pakaian bekas dari luar negeri, turut memperparah industri tekstil Indonesia
Cabut Permendag 8/2024
Selain dua penyebab tadi, penyebab lainnya yaitu terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Impor.
Aturan ini disebut menjadi biang kerok tumbangnya sejumlah industri tekstil Indonesia.
Permendag 8/2024 juga membuat impor tekstil dari China bebas masuk ke Indonesia.
Imbasnya, banyak perusahan tekstil di Indonesia melakukan PHK terhadap buruh, imbas sepinya orderan yang masuk.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) lantas meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencabut Permendag 8/2024.
Presiden KSPI, Said Iqbal bahkan mengancam akan melumpuhkan industri tekstil dengan mogok masal buruh, jika Permendag 8/2024 tidak dicabut dalam waktu 7 hari.
Said menduga, Permendag 8/2024 dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, sementara buruh yang dirugikan karena anagka PHK semakin meningkat.
Permendag 8 Tahun 2024 ini merupakan Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Kemendag beralasan, penerbitan aturan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Jokowi yang meminta agar kendala perizinan impor dan penumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak diselesaikan.
Namun, sejak aturan itu diberlakukan pada 17 Mei, lebih dari 10 ribu kontainer pakaian impor dari China membanjiri pasar lokal dan menjadi pesaing industri tekstil Indonesia.
Mengatasi efek dari Permendag 8/2024 ini, pemerintah berencana mengeluarkan aturan soal pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk sejumlah komoditas, khususnya tekstil.
Aturan ini diklaim untuk melindungi maraknya produk tekstil impor yang masuk ke Indonesia.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menyebut, pemerintah akan mengenakan bea masuk hingga 200 persen untuk produk impor asal China.
Namun, Kementerian Keuangan membantah soal besaran bea yang akan dikenakan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kementeriannya bersama Kemendag dan Kementerian Perindustrian masih membahas aturan tersebut. Termasuk, potensi besaran tarif yang akan dikenakan.
Editor: Kurniati