PARBOABOA, Jakarta - Asip (73) salah seorang warga di Kampung Kolong Tol Angke, mengaku tak punya pilihan lain selain tinggal di kolong tol, meski dengan fasilitas yang sangat terbatas.
"Saya tinggal di sini (kolong) dari tahun 1996. Ini dulu hutan semua dan cuman beberapa rumah doang," kata Asip kepada Parboaboa saat ditemui, Rabu (21/6/2023).
Kampung Kolong Tol Angke ini berdiri selama puluhan tahun. Letaknya di bawah jalan tol Angke, Jakarta Barat, DKI Jakarta.
Kolong tol Angke kini telah berubah menjadi sebuah perkampungan, karena selain warga yang tinggal di situ telah menetap puluhan tahun, jumlah warga yang menetap juga mencapai ratusan orang.
Rata-rata penghuni kolong tol ini adalah pendatang dari berbagai suku dan daerah di Indonesia. Mereka kemudian betah tinggal dan menetap di lokasi tersebut hingga saat ini. Beberapa dari mereka ada yang menyewa rumah hingga membangun rumah sendiri dengan kondisi bangunan ala kadarnya.
"Ada yang ngontrak, ada juga yang bikin sendiri," ungkapnya.
Asip mengaku, ia lahir di Jakarta dan sempat menyewa rumah di wilayah Jelambar, Jakarta Barat.
Asip tak sanggup membayar uang sewa rumah dan akhirnya ia memutuskan tinggal di kolong jalan Tol Angke.
"KTP saya DKI, dulu tinggal di Jelambar," ungkap Asip.
Ia sehari-hari bekerja mencari dan mengumpulkan barang bekas untuk memenuhi semua kebutuhan ekonomi keluarga. Pendapatan per bulan rata-rata hanya Rp500 ribu.
"Biasanya, saya mulung dua jam dalam sehari dibantu anak dan istri. Setelah dua minggu baru saya jual ke pengepul, sekali jual Rp200 ribu hingga Rp250 ribu," tutur Asip.
Untuk kebutuhan air, Asip biasanya memanfaatkan sumur yang ada di sekitar kolong tol untuk mandi dan kebutuhan memasak. Terkadang, warga kolong juga memanfaatkan aliran Sungai Kalijodo untuk mencuci.
"Ada sumur di dalem, tapi kadang istri saya juga nyuci di sungai," ujar Asip.
Selama puluhan tahun tinggal di kolong tol, Asip mengaku beberapa kali terjaring penertiban petugas Satpol PP. Meski begitu, ia bahkan menolak direlokasi ke rumah susun di Tanjung Priok, Jakarta Utara, karena tidak mampu membayar.
"Kalau kita dikasih rumah susun, itu lebih berat. Parkir harus bayar, kita bayar air sama listrik belum lagi kalau saya dapat di lantai paling atas kita yang tua-tua ini kesusahan," katanya.
Selama puluhan tahun tinggal di kolong tol, Asip mengaku belum pernah merasakan sakit hingga harus dirawat di rumah sakit.
"Enggak pernah, sehat-sehat aja. Kalau lagi sakit, paling sakit kepala aja sama saya ini punya darah tinggi," kata dia.
Saat ini Asip hanya berharap ia dan keluarga selalu diberi kesehatan dan bisa memiliki rumah yang layak untuk ditempati.