PARBOABOA, Jakarta – Peran aktif generasi muda sangat penting dalam mendukung kemajuan iklim demokrasi, khususnya menjelang pemilihan umum (Pemilu).
Menurut data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), generasi milenial dan Z, dengan rentang usia 17 hingga 37 tahun, menjadi kelompok pemilih terbesar dengan persentase suara mencapai 56,4 persen pada Pemilu 2024.
Generasi milenial sendiri memiliki sekitar 68.822.389 suara, sementara generasi Z memiliki sekitar 46.800.161 hak suara.
Angka ini mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan Pemilu 2019, yang mencatat 35 persen pemilih muda dari total 193 juta pemilih.
Sayangnya, pemilih muda kerap tidak peduli dan labil dalam memilih karena kurangnya pengalaman politik. Hal ini menimbulkan tingginya angka pemilih yang tidak memilih atau golongan putih (golput).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah golput pada 2019 mencapai 34,75 juta, sementara pada 2014 sebesar 58,61 juta orang.
Untuk mengatasi tingginya angka golput, terutama di kalangan pemilih muda, diperlukan peran aktif dari berbagai pihak, termasuk KPU, media, pemerintah, dan partai politik.
Namun, menurut pakar komunikasi politik, Emrus, pemahaman komisioner KPU masih kurang mengenai masalah ini.
"Komisioner KPU tidak ada komunikasi. Berarti tidak menekankan betapa pentingnya sosialisasi. Sehingga kalau ada golput, berarti kontribusi KPU tidak ada," ujar dalam acara diskusi yang diselenggarakan PARBOABOA dengan tema ‘Menakar Strategi Komunikasi Politik yang Ideal Mengurangi Golput Pemilih Muda’, Sabtu (18/11/2023).
Emrus juga menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi bagi generasi Z, termasuk memahami profil calon presiden dan wakil presiden.
"Nah ini persoalan sosialisasi, harusnya generasi Z harus punya otonomi untuk memilih," ungkapnya.
Selain itu, Emrus meminta tim sukses dari ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, termasuk partai pengusung, untuk menjaga ruang publik agar pemilih muda tidak termasuk dalam golput.
Ia berpendapat bahwa tim sukses perlu memikirkan strategi yang bagus dan harus menawarkan suatu gagasan dan program yang menjawab permasalahan generasi Z.
"Kampanye harus dilakukan dengan etika dan moral yang tinggi, menghindari serangan verbal dan non-verbal yang merendahkan partai satu sama lain," ujar Emrus.
Lebih lanjut, Emrus turut menyampaikan harapannya agar generasi muda dapat membela ide positif tanpa terlibat dalam politik eksklusivitas.