PARBOABOA, Simalungun – Angin kencang melanda Kabupaten Simalungun dalam tiga hari terakhir yang membuat aktivitas pelayaran di Danau Toba terganggu. Bahkan, dampaknya dirasakan hingga ke nelayan di Nagori Tigaras, Kecamatan Dolok Pardamean.
Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini cuaca untuk Sumatra Utara. Mereka memperingatkan potensi hujan disertai petir dan angin kencang di perairan Danau Toba sejak Senin, 16 September 2024.
Dalam keterangan tertulisnya, BBMKG juga menyebutkan bahwa cuaca buruk ini bisa meluas ke beberapa wilayah lain di Sumatra Utara, termasuk daerah sekitar Danau Toba.
Cuaca yang tidak menentu di pertengahan bulan ini membuat Sarudin Sitio, seorang nelayan dari Tigaras, ragu untuk melaut. Ayah tiga anak ini terpaksa menyandarkan perahunya dan menunda pencarian lobster air tawar dan ikan nila karena ombak di Danau Toba yang sedang ganas.
Sarudin, yang lahir dan besar di Tigaras, tidak terlalu akrab dengan aplikasi atau teknologi prakiraan cuaca. Ia lebih mengandalkan pengamatan dan pengalaman bertahun-tahun tinggal di wilayah tersebut sebagai nelayan dan petani bawang merah.
"Kalau sudah kabut di daerah Tao Silalahi (wilayah Kabupaten Dairi) biasanya akan tinggi gelombangnya, dan berlangsung berhari-hari. Kalau sudah hujan, biasanya gelombang akan perlahan kembali normal," ujarnya, Rabu (18/09/2024).
Angin kencang di Danau Toba sudah menjadi hal biasa bagi Sarudin, terutama mengingat topografi daerahnya yang merupakan bagian dari lembah kaldera Toba. Meski khawatir akan bencana, ia berpendapat bahwa pasrah bukanlah pilihan yang tepat.
"Tidak bisa kita atur alam ini, kita harus menyesuaikan keadaan. Semoga keadaan ini (angin kencang) berakhir dengan baik.”
Hujan disertai angin kencang memang sangat mempengaruhi perairan Danau Toba, khususnya di Tigaras. Wilayah ini merupakan salah satu nagori di Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, yang menjadi titik penting bagi pelabuhan penyeberangan menuju Kabupaten Samosir dan sebaliknya.
Pelabuhan Tigaras juga erat kaitannya dengan sejarah pilu tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Sar Bangun pada 18 Juni 2018 lalu. Tidak dapat ditampikkan, peristiwa itu masih meninggalkan trauma dan kekhawatiran penumpang kapal.
Hal itu juga terekam PARBOABOA dari sejumlah masyarakat pengguna jasa penyeberangan mengaku khawatir atas kondisi cuaca akhir-akhir ini di pelabuhan Tigaras.
Seperti yang dirasakan Putri Utami yang mengaku menyimpan rasa takut saat akan menyeberang Danau Toba via jalur Tigaras-Simanindo. Meskipun tidak mengalami langsung peristiwa itu, setidaknya bulu kuduknya akan merinding saat kapal mulai bergerakenjauh dari pelabuhan.
Perempuan yang berprofesi sebagai pengusaha rumah makan di wilayah Pangururan Kabupaten Samosir ini seminggu sekali menggunakan jasa penyeberangan untuk mengangkut sebagian logistik yang ia belanjakan dari kota Pematangsiantar.
"Saat kapal sudah ditengah danau, aku masih kepikiran dan berkata dalam hati, dimana mereka tenggelam," ujarnya ditemui PARBOABOA saat akan menyebrang menggunakan kapal feri di pelabuhan Tigaras, Rabu (18/9/2024).
Sebagai masyarakat yang aktif menggunakan jasa kapal motor penumpang, Putri berharap cuaca yang kurang bersahabat saat ini tidak menimbulkan kerugian materil maupun korban jiwa.
Pelabuhan Tigaras memang telah berbenah pasca insiden KMP Sinar Bangun 6 tahun lalu. Hal ini tampak dari fasilitas dan sarana pelabuhan yang jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Manifes penumpang telah dipersiapkan cukup baik, dimana masyarakat yang akan menggunakan jasa transportasi air baik kapal ferry maupun kapal kayu, harus terlebih dahulu mendaftarkan diri dan kendaraannya ke petugas syahbandar pelabuhan Tigaras.
Anemometer juga tampak telah terpasang. Alat ini sangat dibutuhkan sebagai acuan dan prediksi kecepatan angin di Danau Toba untuk mitigasi dan sarana keselamatan transportasi air di wilayah itu.
Menanggapi cuaca buruk di perairan Danau Toba, Kepala Wilayah Kerja KSOP Danau Toba Pelabuhan Tigaras, Darwin Purba mengatakan pihaknya saat ini telah memberlakukan larangan operasional bagi kapal motor penumpang jenis kayu.
Menurut Darwin, mitigasi penting dilakukan karena dalam beberapa hari belakangan, kecepatan angin di pelabuhan Tigaras mencapai rata-rata 10 knot. Keadaan ini menurut Darwin, menjadi resiko bagi kapal penumpang kayu.
"Dengan cuaca dan angin yang seperti ini, kami telah memutuskan untuk menghentikan aktifitas pelayaran ke pelabuhan Simanindo (Samosir) kecuali untuk kapal ferry, " kata Darwin ditemui PARBOABOA, Kamis (19/9/2024).
Darwin beralasan, tetap di operasikan kapal motor penumpang ferry karena kecepatan angin tersebut masih toleransi untuk kapal jenis ferry yang diketahui memiliki batas toleransi kecepatan angin maksimum rata-rata 25 knot.
Dalam keadaan normal, pelabuhan Tigaras melayani rute penyeberangan yang terbagi dua. Pertama, bagi masyarakat yang menaiki kendaraan roda empat, maka petugas pelabuhan akan mengarahkan penumpang menuju kapal ferry.
Sementara masyarakat yang menaiki kendaraan roda dua, petugas akan mengarahkan penumpang menuju kapal motor penumpang jenis kayu.
Atas kebijakan penghentian sementara kapal motor kayu, otoritas pelabuhan Tigaras mengijinkan masyarakat yang menggunakan kendaraan roda dua untuk menaiki kapal feri.
"Jika ombak dan kecepatan angin sudah normal, maka aktifitas pelayaran seperti biasa akan kami terapkan, " ujar Darwin.
Darwin menghimbau masyarakat yang berniat melakukan penyeberangan melalui pelabuhan Tigaras untuk memanfaatkan informasi update cuaca melalui teknologi dan meningkatkan kewaspadaan.
"Jika bukan memang mendesak ataupun keharusan menyeberang karena pekerjaan misalnya, sebaiknya masyarakat menunda terlebih dahulu rencana perjalanannya sampai kondisi cuaca membaik, " kata Darwin.
Darwin memastikan, pihaknya akan melakukan evaluasi dan pengamatan rutin aktifitas cuaca di perairan danau Toba dengan pertimbangan aspek keselamatan penumpang.
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat pada 2018-2019 melakukan revitalisasi pelabuhan Tigaras dengan anggaran sebesar Rp 75 Milyar.
Revitalisasi ini disebut sebagai respon pemerintah atas tragedi tenggelamnya KMP Sinar Bangun, dimana sejumlah pemberitaan menyebut manajemen syahbandar, sarana dan prasarana pelabuhan Tigaras tidak memenuhi standart.
Hal yang paling disoroti waktu peristiwa itu ialah tidak teraturnya aspek manifes penumpang, sehingga jumlah korban kecelakaan tidak dapat secara pasti di tentukan.
Meskipun demikian, dalam keterangan pers nya, Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi mengungkap revitalisasi pelabuhan Tigaras dan 4 pelabuhan lainnya di Danau Toba sudah direncanakan pihaknya sebelum kejadian tenggelamnya KMP Sinar Bangun.