PARBOABOA, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama LBH Pers, SAFEnet, dan pers mahasiswa bergabung bersama buruh untuk memperingati Hari Buruh atau May Day di Jakarta, Senin (1/5/2023).
AJI menilai Undang-Undang Cipta Kerja sebagai sumber masalah yang sangat merugikan buruh, termasuk pekerja media dan jurnalis.
Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja sebagai cacat formil dan inkonstitusional bersyarat.
Namun, pemerintah menyiasati dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Sikap pemerintah yang disetujui oleh DPR itu jelas merugikan buruh. Dalil yang digunakan negara dengan menganstisipasi kondisi global seperti resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi justru menekan sektor perburuhan yang semakin minim mendapatkan perlindungan dari negara.
“Undang-Undang ini banyak merugikan buruh karena perusahaan bisa mem-PHK karyawan secara sewenang-wenang, tapi tidak hanya itu, Undang-undang ini juga melegalkan praktik buruk di dunia penyiaran karena membolehkan siaran nasional sehingga membuat keberagaman konten menjadi mustahil,” kata Ketua Umum AJI Sasmito di Jakarta pada Senin.
AJI juga menyoroti hubungan industrial yang tidak sehat di industri media mulai dari upah murah hingga hubungan kemitraan yang merugikan jurnalis dan pekerja media di Jakarta maupun daerah.
Jurnalis dan pekerja media juga belum seluruhnya mendapatkan hak-hak normatif seperti gaji sesuai dengan upah minimum daerah, jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan.
Hal ini sesuai dengan temuan Komisi Pendataan Dewan Pers, bahwa banyak media di daerah yang menggaji jurnalis di bawah upah minimum daerah, tidak memberi jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan.
Ditambah lagi revolusi industri digital dimanfaatkan sebagian perusahaan media dengan praktik upah berdasarkan banyaknya berita yang dibaca atau page view.
Ketua Umum AJI Sasmito mengatakan, saat ini beberapa perusahaan media melakukan praktik panggajian jurnalis berdasarkan page view atau jumlah kunjungan ke halaman, khususnya media siber.
“Praktik baru yang kita temukan beberapa media memberikan gaji kepada jurnalis berdasarkan page view atau kunjungan ke halaman berita, upah berdasarkan page view. Praktik ini sangat merugikan jurnalis karena upahnya masih jauh dari layak atau di bawah Upah Minimum Provinsi,” tutupnya.
Tren tersebut dapat menurunkan kualitas jurnalisme di Indonesia karena memaksa jurnalis memproduksi berita yang bombastis, klik bait, dangkal dan tidak kritis.
Berdasarkan kondisi tersebut, AJI Indonesia tetap menyuarakan perjuangan bagi pekerja media pada May Day 2023:
1. Menuntut Presiden Joko Widodo dan DPR membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Apalagi pembentukan Undang-Undang ini tidak melibatkan partisipasi publik.
2. Menolak hubungan kerja yang tidak sehat di industri media berbasis kemitraan dengan jurnalis dan melanggar hubungan industrial yang manusiawi. Apalagi menerapkan upah berdasarkan page view.
3. Mendorong industri media menciptakan dunia kerja bagi pekerja media yang aman dan sehat. Termasuk menolak kebijakan perusahaan media yang mengintervensi karya jurnalistik untuk kepentingan politik dan kekuasaan, karena sesuai undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers menyebut jurnalis bertangung jawab untuk kepentingan publik.
Editor: Bina Karos