PARBOABOA, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendesak pemerintah dan DPR RI segera mencabut pasal-pasal bermasalah yang masih termuat dalam draft revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Menurut Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim, pencabutan pasal bermasalah ini sangat penting untuk menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat warga negara, serta melindungi keamanan pembela hak asasi manusia.
“Pasal-pasal dalam UU ITE yang telah diatur dalam KUHP baru, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan UU Perlindungan Data Pribadi segera dicabut. Juga pasal-pasal tumpang tindih seharusnya dicabut,” tegas Sasmito dalam keterangan persnya, Kamis (17/8/2023).
Sedikitnya ada 16 pasal bermasalah pada draft revisi kedua UU ITE. Yaitu Pasal 26 ayat (3) tentang hak untuk dilupakan, Pasal 27 ayat (1) tentang Kesusilaan, Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian.
Kemudian, Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2).
Selanjutnya, Pasal 28 ayat 3 dan Pasal 45A ayat (3) tentang pemberitaan bohong yang sudah memiliki padanannya dalam KUHP baru.
“Pasal-pasal bermasalah itu selama ini telah menjadi alat untuk mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat, mengancam kebebasan pers, mengkriminalisasi pembela hak-hak asasi manusia serta sering disalahgunakan untuk menyerang balik korban kekerasan seksual maupun korban kekerasan dalam rumah tangga,” jelas Sasmito.
Revisi UU ITE Jangan Terburu-buru
Selain mencabut pasal bermasalah, AJI Indonesia juga mengingatkan pemerintah dan DPR RI tidak terburu-buru melakukan pembahasan revisi kedua UU ITE.
Organisasi Jurnalis itu mendorong agar pembahasan revisi UU ITE melibatkan publik. Apalagi selama ini, lanjut Sasmito, proses revisi UU ITE dilakukan secara tertutup tanpa ada ruang bagi publik untuk mengawasinya.
Revisi kedua UU ITE ini mulai dibahas DPR RI bulan April 2023.
"Perwakilan masyarakat sipil memang pernah diundang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) oleh Komisi 1 DPR RI terkait revisi UU ITE, tetapi selanjutnya publik tidak dapat mengetahui, sejauh mana masukan dari kelompok masyarakat sipil diakomodasi oleh DPR dalam rapat-rapat pembahasan," jelasnya.
Tidak hanya itu, draft revisi kedua UU ITE juga masih memuat pasal-pasal karet yang dikhawatirkan dapat mengkriminalisasi warga, jurnalis dan pembela HAM.
Kekhawatiran itu, kata Sasmito, bukan tanpa alasan. Catatan Amnesty International, ada 316 kasus kriminalitas yang menggunakan UU ITE sepanjang 2019-2022.
“Ironis sekalipun pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menyatakan perlindungan HAM merupakan salah satu prioritas mereka, namun faktanya terdapat kemunduran dalam penegakan HAM dan reformasi hukum,” tegasnya.
Di usia kemerdekaan ke-78 Indonesia ini, Sasmito berharap agar pasal-pasal karet dalam UU ITE dicabut. Sehingga, akan lebih menjamin kemerdekaan berekspresi warga.
Pada Selasa, 15 Agustus 2023, AJI bersama Koalisi Serius Revisi UU ITE bertemu Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nezar Patria untuk menyampaikan saran agar pasal-pasal bermasalah dicabut.
Editor: Kurniati