PARBOABOA, Medan – Nama Basuki Tjahaja Purnama atau akrab dipanggil Ahok mencuat selama Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Jakarta.
Nama Ahok kembali muncul untuk dimajukan dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) mendatang.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP memproyeksikan dua kadernya, Djarot Saiful Hidayat dan Basuki Thajaja Purnama untuk maju di Pilkada Sumatera Utara.
Sumatera Utara dinilai menjadi salah satu daerah prioritas pihaknya pada pilkada mendatang. Sumatera Utara memerlukan perubahan mendasar lewat Pilkada.
Pengamat Politik Sumatera Utara, Sohibul Anshor Siregar mengatakan sekiranya benar Ahok dan para sponsornya berniat berebut jabatan Gubernur Provinsi Sumatera Utara pada Pilkada serentak 2024 nanti, hal itu adalah sebuah penghinaan besar terhadap rakyat di daerah ini.
Menurutnya, mayoritas orang di Indonesia tetap mengingat bahwa Ahok adalah mantan terpidana kasus penodaan Agama dan divonis dua tahun penjara pada tahun 2017 lalu.
Pengangkatan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 25 November 2019, dinilai Sohibul Anshor dikarenakan Presiden Joko Widodo merasa berhutang budi pada Basuki Tjahaja Purnama.
Penunjukan Ahok sebagai salah satu pimpinan BUMN strategis sempat membuah heboh publik, terutama dari kalangan pegawai serikat pekerja Pertamina. Namun hal itu tetap tidak dipedulikan oleh Presiden Joko Widodo.
Dengan fakta itu Sohibul Anshor menjelaskan, menjadi sangat jelas bahwa siapapun atau pihak manapun yang berusaha mengusulkan agar Ahok diajukan sebagai calon Gubernur Sumatera Utara pada Pilgubsu 2024 sedang berniat tidak baik terhadap Sumatera Utara.
“Usulan itu artinya mereka tidak berniat baik terhadap Sumatera Utara dan Indonesia. Itu harus dihentikan,” tegas Sohibul Anshor kepada PARBOABOA, Senin (27/05/2024).
Sohibul Anshor Siregar mengaku tidak tahu apakah hari ini Ahok masih diterima oleh penduduk Jakarta atau tidak.
Semestinya, jika popularitas dan elektabilitas nya masih meyakinkan, Ahok dan para sponsor di belakangnya harus menjadikan Jakarta sebagai satu-satunya target.
“Jika Jakarta saja tidak akan menerima Ahok, jangan berpikir daerah lain akan memberinya karpet merah,” ujarnya.
Sohibul Anshor Siregar menyarankan kepada Ahok dan mereka yang berpikir untuk membawanya ke Sumatera Utara agar tidak menjadikan provinsi ini sebagai rebutan.
Tidak ubahnya seperti bangsa-bangsa kolonial yang datang dan berperang di Sumatera Utara untuk memperoleh kedudukan politik untuk mengeksploitasi kekayaan dan sumber daya yang melimpah.
“Jakarta, Ahok dan para sponsornya harus berhenti berpikir kolonialistik untuk beralih kepada konsistensi atas konstitusi,” jelasnya.
Sohibul Anshor menegaskan rakyat Sumatera Utara berhak untuk mendapatkan pemimpin yang bermartabat.
Banyak orang yang ingin berebut posisi, namun rakyat Sumatera Utara tahu siapa yang memiliki idealitas, nasionalitas dan integritas dalam memperjuangkan hak-hak konstitusional rakyat.
Berbeda dengan Sohibul Anshor Siregar, Dosen Ilmu Komunikasi UINSU Medan , Reviza Putra Syarif menganggap adalah hak masyarakat Indonesia, siapapun itu untuk dipilih dan memilih dalam ajang kontestasi Pilkada 2024 mendatang.
Menurutnya, secara hukum seorang Basuki Tjahaja Purnama masih bisa mengikuti kontestasi Pilkada di manapun di Indonesia ini.
“Secara hukum Ahok masih bisa bertarung dalam Pilkada di Indonesia ini. Kita harus saling menghormati hak setiap warga negara,” katanya.
Sedangkan terkait kasus masa lalu yang terjadi, banyak sisi yang harus dipandang. Namun secara hukum Ahok jelas masih memiliki hak.
Soak kredibilitas, nasionalitas dan integritas, Reviza memandang Ahok masih memiliki itu semua. Terbukti dari apa yang sudah dia lakukan pada DKI Jakarta dan Pertamina.
“Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga,” tegasnya.
Soal pilihan, tentunya itu harus dikembalikan kepada masyarakat Sumatera Utara. Pernyataan satu orang dinilai tidak bisa mewakili seluruh masyarakat Sumatera Utara.
“Biarkan dulu bertarung, soal kalah menang itu kan urusan partai dan pendukungnya. Yang penting kita harus tetap menjaga pilkada yang damai, adil dan tidak menggunakan politik identitas,” tandasnya.
Editor: Fika